Mohon tunggu...
Nadzir AlKamal
Nadzir AlKamal Mohon Tunggu... Musisi - Pelajar

Hanya Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" Hanya Sebuah Tulisan yang Tak Ternilai di Masa Pandemi

16 Agustus 2021   09:53 Diperbarui: 16 Agustus 2021   10:09 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB", HANYA SEBUAH TULISAN YANG TAK TERNILAI DI MASA PANDEMI

(Mochamad Nadzir Al-Kamal/1806026114)

Kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan sila kedua yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Kemanusiaan merupakan suatu rasa peduli terhadap sesama umat manusia yang menimbulkan modaal sosial sesuai dengan keinginan masing-masing baik individu maupun kelompok. Nilai kemanusiaan yang terdapat di Pancasila mengajarkan kita untuk senantiasa menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhlik yang beradab.

Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan apa yang menjadi keinginannya, beberapa nilai kemanusiaan yang diterapkan oleh masyarakat Indonesia diantaranya adalah mengembangkan sikap tenggang rasa, menjunjung tinggi nila kemanusiaan, bergaul dengan berbagai jenis kalangan, dan lain sebagainya. Secara langsung atau tidak langsung, di dalam pendidikan Indonesia telah mengajarkan nilai-nilai Pancasila, sehingga tidak salah jika orang Indonesia memiliki sifat guyub atau peduli terhadap sesama karena dalam pendidikan Indonesia diajarkan antar sesama adalah saudara, dan saudara tidak boleh disakiti ataupun dikucilkan.

Pada masa pandemi Covid-19 ini banyak sekali masyarakat yang mengeluhkan adanya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) menjadikan manusia berkurang rasa sosialnya. Apabila rasa sosial telah hilang maka nilai kemanusiaan yang dimiliki manusia juga turut berkurang. Hal ini akan menjadi tidak baik bagi kehidupan sehari-hari. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup secara individu melainkan hidup secara berkelompok. Pandemi Covid-19 ini menuntut kita semua untuk tidak saling berkontak langsung dengan orang lain guna mencegah penyebaran Covid-19 yang telah masuk ke Indonesia pada tahun 2020 lalu.

Pada masa PPKM ini masyarakat menganggap segala sesuatu yang menjadi kegiatan fi masyarakat dianggap tidak benar oleh pihak berwajib dan segera dibubarkan. Hal ini tentu bertolak belakang dengan apa yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Sebagai contoh apabila mengadakan kegiatan tahlil ataupun yasinan bersama tetangga, selalu ada laporan terkait dengan mobilitas sosial, sehingga masyarakat akan sangat marah dengan pihak berwajib, yang semula kumpul dengan tenang menjadi runyam karena pembubaran kegiatan. Pada dasarnya pihak berwajib sendiri menjalankan tugas dari pemerintah untuk menertibkan masyarakat yang belum memahami tujuan dari PPKM ini. Dengan adanya hal seperti ini seharusnya masyarakat paham bahwa sebenarnya aapa yang dilakukan olrh pihak berwajib juga mengutamakan rasa kemanusiaan yang tinggi. Pihak berwajib tidak ingin pandemi ini terus bertambah kasusnya, maka mereka senantiasa menertibkan masyarakat agar tidak menimbulkan kerumunan mamupun mobilitas.

Namun pandangan masyarakat berbeda dengan apa yang diinginkan oleh pemetintah dengan adaanya PPKM, masyarakat mengira bahwa adanya PPKM masyarakat malah dicekik dan tidak dapat hidup secara leluasa, apapun yang menjadi kegiatan masyarakat senantiasa dibubarkan oleh pihak berwajib. Masyarakat beranggapan bahwa dengan adanya PPKM rasa kemanusiaan telah hilang. Bagi masyarakat kemanusiaan adalah hal yang paling vital dalam kehidupan sosial. Apapun yang menjadi kegiatan masyarakat maka teman dan kerabatnya harus berkumpul jadi satu. Selain itu, masyarakat juga beranggapan bahwa kegiatan spiritual sekalipun juga dibubarkan. Bagi mereka, kegiatan spiritual seperti tahlil dan yasinan merupakan tempat ajang berdoa, memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjadi tidak tenang karena setiap ada pihak berwajib langsung dibubarkan. Tanpa disadari hal ini akan memunculkan konflik antara pihak berwajib dengan masyarakat.

Dengan adanya konflik ini tentu akan sedikit menimbulkan perdebatan antara masyarakat dengan pihak berwajib tersebut. Masyarakat menginginkan bahwa pihak berwajib untuk membiarkan atas apa yang dilakukan masyarakat, selain itu masyarakat juga beranggapan bahwa protokol kesehatan juga sudah diterapkan dengan ketat. Namun, pihak berwajib tidak mempedulikan apa yang masyarakat katakan.

Seharusnya kedua belah pihak antara pihak berwajib dan masyarakat harus mampu memahami sesama dan mensosialisasikan arti kemanusiaan yang masing-masing inginkan. Bagi pihak berwajib dengan menerapkan PPKM maka sudah menerapkan nilai kemanusiaan dengan tujuan mencegah penyebaran Covid-19, sedangkan masyarakat menganggap bahwa nilai kemanusiaan adalah dimana warga masyarakat dibiarkan hidup bebas tanpa adanya peraturan PPKM yang mencekik rakyat kecil. Hal ini apabila tidak disinkronkan, maka terjadilah sebuah konflik yang dapat berakibat fatal antara pihak berwajib dan masyarakat. Apabila kita ingin dihargai, maka lebih baik meghargai dulu untuk mencapai suatu keputusan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun