Mohon tunggu...
Ummu Zahrotun Nadzifah
Ummu Zahrotun Nadzifah Mohon Tunggu... -

the most beautiful time is the one with you love the most

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

ARTIKEL: Evaluasi Pemberian layanan akademik untuk ABA (anak berbakat akademik)

16 Juni 2015   21:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   05:58 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

oleh: Ummu Zahrotun Nadzifah 12410031

Pendahuluan

Mengenai pendidikan anak berbakat atau disebut juga sebagai anak dengan kemampuan dan kecerdasan luar biasa, dinyatakan dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan demokrasi bidang pendidikan bahwa anak berbakat intelektual memerlukan pelayanan pendidikan khusus karena mereka mempunyai karakteristik yang berbeda dengan anak normal, agar bakat dan kemampuan mereka optimal sehingga berguna bagi mereka sendiri, masyarakat, dan negara/bangsa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Munandar (2012) bahwa setiap anak berbeda-beda dalam bakat, minat, dan kemampuan, maka implikasinya ialah bahwa perlakuan pendidikan perlu disesuaikan dengan potensi setiap peserta didik.

Anak-anak berbakat intelektual merupakan pemimpin masa depan yang harus disiapkan dengan baik melalui pendidikan yang sesuai dengan perkembangan dan tingkat kemampuan berfikirnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Yohanes Surya (2006) yang menyatakan pentingnya pelayanan pendidikan khusus bagi anak berbakat agar mereka dapat mengembangkan kemampuan dan ilmunya sehingga dapat melakukan inovasi-inovasi untuk membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar. Dengan kata lain anak-anak berbakat harus mendapat pelayanan yang berbeda dengan siswa normal agar kemampuan berfikirnya bisa optimal, sehingga nantinya menjadi manusia yang unggul yang dapat berperan dalam pembangunan Indonesia menjadi negara maju dan dapat bersaing dengan negara-negara maju lainnya.

Dewasa ini, di Indonesia banyak sekali berdiri sekolah dengan tambahan label “unggulan”. Brand mereka adalah dengan menyediakan kelas unggulan. Kelas ini dikhususkan bagi anak berbakat akademik, yang tentunya berbeda dengan anak normal. Kelas ini juga dilengkapi dengan fasilitas yang serba lengkap, karena tujuannya adalah menciptakan proses pembelajaran yang cepat dan tepat.

Awal mula kehadirannya, diharapkan menjadi wadah bagi anak berbakat untuk bisa memaksimalkan potensinya. Namun, ternyata hal itu tidak berjalan dengan lancar. Fakta yang ditemukan di lapangan, banyak anak berbakat akademik (ABA) atau yang biasa disebut anak cerdas istimewa (CI) belum mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.  Tiga contoh kondisi yang menggambarkan hal itu adalah: mereka (ABA/CI) masuk dalam kelas reguler dan mendapatkan pelajaran seperti siswa reguler; sebaliknya siswa reguler masuk ke kelas CI dan diberi pelajaran seperti siswa CI; Atau siswa CI yang masuk kelas CI namun mendapatkan pelajaran seperti kelas reguler. Ketika ketidaksesuaian ini terjadi, maka siapakah yang bertanggung jawab? Dari latar belakang ini penulis ingin melakukan evaluasi dengan mencoba menganalisis letak kesalahan yang menimbulkan permasalahan ini. Penulis akan memaparkan analisisnya pada ketiga contoh kasus di atas.

Pembahasan

Pembahasan mengenai kasus yang pertama, yaitu siswa ABA/CI yang masuk di kelas reguler dan mendapatkan pelajaran seperti siswa reguler. Ketika dianalisis, menurut penulis hal yang menjadi penyebabnya adalah karena belum siapnya pihak sekolah dalam membuat program kelas unggulan. Sebagaimana kita ketahui bahwa program akselerasi ini sudah mulai diberlakukan sejak pertama kali pada tahun 1999 di kota Jakarta dan jawa Barat. Dan sekarang ini, hampir semua sekolah baik di kota maupun di daerah berlomba-lomba untuk menyelenggarakan program khusus berupa kelas unggulan. Namun, hal yang dilupakan oleh sebagian besar dari penyelenggara itu adalah pemahaman konsep tentang kelas unggulan. Untuk siapa sebenarnya kelas unggulan, program seperti apa yang dijalankan, dan hasil seperti apa yang diharapkan nampaknya beberapa poin terkait kelas unggulan tersebut secara tidak langsung dikesampingkan. Karena pada saat ini, yang paling penting adalah meningkatkan daya jual sekolah dengan penawaran berupa “kelas unggulan.”

Adapun dampak dari ketidakpahaman penyelenggara tentang kelas unggulan adalah  ketidaktepatan sasaran. Kelas unggulan dirancang untuk siswa berbakat intelektual/ cerdas istimewa, yang memang membutuhkan proses pembelajaran yang berbeda dengan anak normal. Sehingga ketika terjadi ketidaktepatan sasaran, yang perlu dipertanyakan adalah ketika tahap identifikasi anak berbakat. Standarnya, identifikasi anak berbakat ini dilakukan selama 2 tahap. Yaitu tahap penjaringan dan tahap assesment. Identifikasi ini penting dilakukan oleh profesional karena untuk mencegah adanya kekeliruan di dalamnya.

Untuk kasus yang kedua yaitu siswa kelas reguler yang masuk ke kelas CI dan mendapatkan pelajaran sesuai kurikulum kelas CI. Kasus ini tidak jauh berbeda dengan kasus pertama. Keduanya sama-sama karena ketidaktepatan sasaran. Itulah mengapa pentingnya dilakukan identifikasi ABA/CI oleh profesional. Sehingga anak ABA bisa masuk ke kelas ABA dan mendapatkan pelajaran sesuai kurikulum ABA; pun begitu juga siswa reguler mendapatkan pelajaran sesuai dengan kurikulumnya. Lebih lanjut lagi, siswa ABA dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya dan siswa kelas reguler tidak merasa terbebani dengan kesalahan masuk kelas ABA.

Selanjutnya, untuk kasus ketiga yakni siswa ABA/CI masuk kelas CI tetapi mendapatkan pelajaran seperti kelas reguler. Lagi-lagi kasus ini boleh jadi disebabkan karena belum siapnya sekolah sebagai pihak penyelenggara program kelas unggulan. Membuat program baru berupa kelas unggulan memang tidaklah mudah, butuh usaha ekstra dari berbagai elemen sekolah. Di bawah ini terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan ketika sekolah menghendaki untuk menyelenggarakan program kelas unggulan:

  1. Kurikulum yang jelas: kurikulum yang dipakai adalah kurikulum berdiferensiasi. Kurikulum ini dirancang secara khusus untuk melayani anak-anak berbakat dengan program pendidikan yang dipercepat, diperluas dan diperdalam yang memberi keleluasaan gerak pada anak berbakat unggul untuk belajar sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan masing (Munandar, 2012).
  2. Pembelajaran yang unggul: proses pembelajaran ditunjang dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang lebih dari cukup daripada kelas biasanya. Secara sederhana pembelajaran unggul itu membutuhkan biaya pengelolan yang cukup besar, sarana dan prasarana serta fasilitas yang mendukung baik secara material dan non material tinggi.
  3. Guru yang profesional: guru-guru kelas unggulan adalah mereka yang profesional di bidangnya
  4. Dukungan dari orang tua: support orang tua baik secara materiil maupun nn-materiil terhadap program sekolah juga menentukan ukuran keberhasilan dalam mewujudkan kelas unggulan. Hal itu karena kelas unggulan memang membutuhkan biaya yang lebih besar daripada kelas reguler.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun