Saya tidak akan membahas kasus SDA dari sisi pandang politis karena kasus apapun  jika dilihat dari sisi politis tidak akan pernah bisa memberikan pencerahan bagi masyarakat. Ketika kaca mata politik digunakan dalam menganalisis sebuah kasus, maka yang terjadi pastilah manipulasi analisis. Artinya, tidak ada disitu kejernihan dan obyektivitas dalam melihat kasus tersebut karena dominannya muatan-muatan kepentingan didalamnya. Karenanya, kaca mata politik itu bisa diibaratkan kaca mata hitam.  Kampanye hitam adalah salah satu produknya.
Kampanye hitam dari sisi manapun tidak bisa dibenarkan secara moral. Kampanye hitam adalah bukti masih sangat mentahnya bangsa kita dalam berpolitik. Kasus SDA yang seharusnya dijadikan pelajaran bagi bakal presiden kedepan, baik Jokowi maupun Prabowo, Â malah dijadikan kambing hitam dan alasan untuk menjatuhkan lawan politik. Apa yang bisa diharapkan masyarakat dari proses pilpres yang dipenuhi dengan kampanye hitam ini. Capres-Cawapres kedua kubu seharusnya mengambil langkah-langkah tegas terhadap pihak atau kubu manapun yang melakukan tindakan tersebut.
Hikmah yang dapat diambil dari kasus SDA seharusnya adalah munculnya sebuah kesadaran pada masing-masing Capres-Cawapres bahwa Kementerian Agama sangat berbeda dengan kementerian yang lainnya. Beda karena kementerian ini mengurus hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan keagamaan. Karena ada kata ‘AGAMA’ yang disandingkan dengan kata kementerian, maka masyarakat sangat menyimpan harapan yang begitu besar bahwa SDM-SDM yang ada dalam institusi tersebut adalah SDM-SDM yang memiliki kualitas-kualitas moral yang lebih bagus dibandingkan SDM-SDM yang ada di kementerian lain. Dengan kata lain, Dalam benak masyarakat tersimpan sebuah penilaian bahwa orang-orang yang bekerja di Kementerian Agama adalah orang-orang yang berjiwa agamis dimana nilai-nilai kejujuran adalah sesuatu yang melekat dalam perilaku mereka. Sehingga, ketika terjadi kasus korupsi di Kementerian Agama, masyarakat sangat kecewa dan tersakiti, sehingga tidak bisa menerima kenyataan tersebut.
Mengingat bahwa masyarakat menyimpan harapan yang begitu besar terhadap Kementerian Agama yang bersih dan terbebas dari perilaku korup, maka sudah sepatutnya presiden terpilih nanti harus benar-benar memperhatikan harapan masyarakat tersebut. Yang terpenting tentunya berawal pada penunjukan seorang Menteri Agama yang tepat. Kita berharap bahwa presiden terpilih nanti benar-benar selektif dalam menempatkan seseorang pada jabatan Menteri Agama. Jangan sampai demi sebuah koalisi kemudian presiden seenaknya menyerahkan jabatan Menteri Agama kepada partai politik begitu saja hanya karena sebuah alasan dangkal, yaitu ingin berbagi ‘kue’ kekuasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H