Komunikasi adalah fondasi utama dalam interaksi manusia, memungkinkan pertukaran informasi, ekspresi perasaan, dan pembangunan hubungan sosial. Namun, bagi beberapa individu, seperti anak-anak dengan spektrum autisme, tantangan besar muncul dalam hal berkomunikasi. Anak-anak autis sering menghadapi hambatan yang kompleks dalam ekspresi diri dan pemahaman bahasa, yang dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari mereka (Nur Fahmi et al., 2023).
Anak-anak dengan autisme sering mengalami kesulitan dalam mengartikan bahasa verbal dan non-verbal, serta dalam mengenali dan menanggapi emosi orang lain. Hal ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk berinteraksi secara sosial dan membangun hubungan yang bermakna dengan orang di sekitar mereka. Selain itu, variasi besar dalam spektrum autisme menyebabkan setiap anak memiliki profil komunikasi yang unik, dengan beberapa mungkin memiliki kemampuan verbal yang terbatas sementara yang lain mungkin mengandalkan ekspresi non-verbal atau menggunakan metode komunikasi alternatif (Salsabila & Zainun, 2023).
Dalam konteks ini, observasi terhadap siswa dengan autisme di SLB Tunas Mulya menjadi fokus utama untuk memperdalam pemahaman tentang fenomena ini. Dengan mengamati secara langsung, kita dapat mencari solusi yang efektif untuk permasalahan komunikasi anak autis. Upaya bersama ini diharapkan dapat membantu anak-anak autis untuk terlibat lebih aktif dalam proses komunikasi, memperluas jangkauan komunikasi mereka, dan mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka secara lebih efektif.
Profil seorang siswa bernama AZ di SLB Tunas Mulya memberikan gambaran tentang berbagai tantangan yang dihadapi anak autis. AZ, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun, menunjukkan berbagai karakteristik khas yang sering ditemui pada anak-anak autis. Dari segi kognitif, AZ masih berada pada tahap mengurutkan angka 1-10 dan belum mampu melakukan operasi matematika, meskipun ia sudah bisa membaca meskipun dengan tempo yang lambat.
Dalam aspek komunikasi, AZ cenderung kurang responsif ketika diajak berbicara dan hanya menjawab singkat, biasanya dengan dua atau tiga kata. Untuk merespons sebuah pertanyaan, sering kali perlu diulang beberapa kali agar ia merespon. Kosakata yang dimiliki AZ juga masih terbatas. Ekspresi wajahnya cenderung datar, kecuali ketika topik yang dibahas adalah sesuatu yang sangat ia sukai, seperti Naruto. AZ juga sering tidak mampu menjaga kontak mata dalam waktu yang lama, hanya sekitar 3 detik sebelum mengalihkan pandangannya.
Perilaku AZ juga menunjukkan ciri-ciri umum anak autis. Ia hiperaktif dan sulit duduk tenang, sering kali berlari-lari di sekitar kelas atau bahkan keluar dari kelas. Dalam interaksi sosial, AZ kurang suka berinteraksi dengan teman-temannya dan lebih suka bermain sendiri. Ia tidak memiliki teman yang benar-benar dekat dan lebih suka melakukan aktivitas sendiri tanpa "diganggu" oleh teman-temannya.
Dalam hal sensorik-motorik, AZ memiliki sedikit masalah dalam motorik halus. Ia terlihat kikuk ketika memegang pensil dan menulis, sehingga tulisannya pun kurang rapi. Namun, tidak ada masalah dalam motorik kasarnya. AZ juga suka menggoyang-goyangkan kakinya dan memainkan apa yang sedang ia pegang, misalnya pensil yang akan ia goyang-goyangkan di depan matanya.
Permasalahan komunikasi yang dihadapi oleh siswa seperti AZ memerlukan pendekatan khusus untuk membantu mereka. Salah satu pendekatan yang telah terbukti efektif adalah Augmentative and Alternative Communication (AAC). AAC adalah pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi pada anak autis. AAC mencakup berbagai strategi dan teknik yang dirancang untuk membantu individu yang kesulitan berkomunikasi secara verbal. Salah satu keunggulan utama AAC adalah dapat disesuaikan dengan kebutuhan anak autis, sehingga memberikan akses yang lebih luas terhadap komunikasi bagi mereka (Husadani & Wiliyanto, 2023).
AAC menyediakan sarana alternatif untuk ekspresi komunikasi. Misalnya, melalui gambar-gambar, simbol-simbol, atau bahkan aplikasi komputer yang dapat digunakan anak autis untuk menyampaikan keinginan, perasaan, dan pemikiran mereka. Ini sangat penting karena banyak anak autis mengalami kesulitan dalam mengungkapkan diri secara verbal, namun mereka mungkin memiliki kemampuan untuk berkomunikasi melalui media lain.
Selain itu, AAC memfasilitasi interaksi sosial. Dengan menggunakan metode ini, anak autis dapat belajar untuk berinteraksi dengan orang lain secara lebih efektif. Misalnya, mereka dapat menggunakan AAC untuk bermain dengan teman sebaya atau berkomunikasi dengan guru di sekolah. Hal ini dapat membantu meningkatkan keterampilan sosial mereka dan memperluas lingkaran komunikasi mereka.
Lebih lanjut, AAC membantu memperbaiki pemahaman bahasa. Anak autis sering mengalami kesulitan dalam memahami bahasa secara verbal. Dengan menggunakan AAC, mereka dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap kata-kata, frasa, dan kalimat. Ini dapat membantu mereka dalam belajar berbicara dan mengembangkan kemampuan bahasa secara keseluruhan.