Aborsi ilegal didefinisikan sebagai pengguguran kandungan yang dilakukan tanpa mengikuti prosedur hukum dan medis yang berlaku. Di Indonesia, aborsi dilarang secara hukum kecuali dalam keadaan tertentu, seperti ancaman terhadap kesehatan ibu atau janin. Namun, meskipun ada larangan tersebut, praktik aborsi ilegal tetap marak terjadi. Menurut laporan, kasus dokter E yang dijuluki "Raja Aborsi" menjadi sorotan setelah terungkap bahwa ia telah melakukan ribuan aborsi ilegal selama bertahun-tahun di kliniknya yang tidak berizin. Penyelidikan dimulai setelah kematian salah satu pasien akibat komplikasi dari prosedur aborsi yang tidak aman.
Praktik aborsi ilegal oleh dokter E jelas melanggar kode etik kedokteran. Sebagai seorang profesional medis, ia seharusnya berpegang pada prinsip "do no harm" atau tidak merugikan pasien. Namun, dengan melakukan aborsi di fasilitas yang tidak memenuhi standar medis, ia berpotensi membahayakan kesehatan pasiennya. Prosedur yang tidak aman dapat menyebabkan komplikasi serius seperti infeksi atau bahkan kematian.
Lebih jauh lagi, praktik ini juga menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Janin sebagai bentuk kehidupan memiliki hak untuk dilindungi. Dalam banyak tradisi dan sistem hukum, hak untuk hidup adalah salah satu hak paling mendasar yang harus dihormati. Dengan demikian, praktik aborsi ilegal dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak ini karena menghilangkan kesempatan bagi janin untuk menjalani kehidupan.
Aborsi ilegal tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik perempuan tetapi juga menciptakan masalah sosial yang lebih luas. Banyak perempuan yang terpaksa melakukan aborsi ilegal karena kurangnya akses terhadap layanan kesehatan reproduksi yang aman dan informasi yang memadai mengenai pilihan reproduksi mereka. Mereka sering kali terjebak dalam situasi sulit dan merasa tidak memiliki pilihan lain.
Kondisi ini diperparah oleh stigma sosial yang melekat pada perempuan yang mengalami kehamilan tidak diinginkan. Banyak dari mereka merasa terisolasi dan takut untuk mencari bantuan medis resmi karena takut akan penilaian masyarakat. Hal ini menciptakan siklus ketidakadilan di mana perempuan dari latar belakang ekonomi rendah menjadi lebih rentan terhadap praktik aborsi ilegal.
Untuk mengatasi masalah aborsi ilegal, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat. Pemerintah perlu mengambil langkah konkret dalam menegakkan hukum terhadap praktik aborsi ilegal serta meningkatkan edukasi seksual dan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi yang aman. Edukasi yang memadai dapat membantu masyarakat memahami risiko dan konsekuensi dari aborsi serta memberikan informasi tentang pilihan medis yang lebih aman.
Tenaga kesehatan juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang aman dan edukatif kepada masyarakat guna mencegah terjadinya aborsi ilegal. Mereka harus mampu memberikan informasi yang akurat mengenai risiko kesehatan terkait aborsi serta mendukung perempuan dalam membuat keputusan yang tepat mengenai kesehatan reproduksi mereka.
Kasus aborsi ilegal seperti yang dilakukan oleh dokter E di Surabaya menunjukkan perlunya perhatian serius terhadap isu ini. Praktik semacam ini tidak hanya melanggar hukum tetapi juga menciptakan risiko besar bagi kesehatan perempuan dan janin. Untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat dalam meningkatkan edukasi seksual serta akses terhadap layanan kesehatan reproduksi yang aman. Dengan langkah-langkah tersebut, kita dapat melindungi hak-hak semua pihak yang terlibat dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi perempuan serta janin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H