Proses pemrosesan kapas menjadi serat melibatkan penggunaan energi besar, menggunakan bahan bakar fosil yang berkontribusi pada emisi gas rumah kaca. Proses pemrosesan kapas menjadi serat membutuhkan energi besar untuk langkah-langkah seperti penggilingan, pencucian, dan pengeringan, yang seringkali menggunakan bahan bakar fosil dan menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca.Â
Pabrik kapas di beberapa wilayah masih mengandalkan mesin-mesin berbahan bakar fosil untuk melakukan kegiatan penggilingan dan pencucian kapas, yang dapat menciptakan emisi karbon yang signifikan. Pabrik pengolahan kapas mengandalkan mesin-mesin dan peralatan dengan kebutuhan energi yang signifikan, dan penggunaan bahan bakar fosil dalam proses ini dapat menjadi penyumbang utama emisi karbon dioksida dalam rantai produksi kapas. Menurut laporan industri tekstil, proses pemintalan kapas menjadi benang dan kemudian menjadi serat di pabrik seringkali memerlukan energi besar dari sumber daya bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, yang memberikan dampak pada jejak karbon produk tekstil.Â
Pembangkit listrik yang diperlukan untuk menjalankan fasilitas pemrosesan kapas sering menggunakan sumber daya bahan bakar fosil, seperti batu bara atau gas alam, yang turut berkontribusi pada pelepasan emisi gas rumah kaca. Pengeringan serat kapas yang dilakukan pada tahap pemrosesan memerlukan penggunaan energi yang substansial, dan dalam banyak kasus, energi tersebut berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil, yang berkontribusi pada emisi gas rumah kaca.
     Â
Tahap pewarnaan dan penyelesaian tekstil melibatkan bahan kimia dan energi, yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca. Tahap pewarnaan dan penyelesaian tekstil memerlukan penggunaan bahan kimia dan energi yang signifikan, yang dapat meningkatkan dampak lingkungan dan berkontribusi pada emisi gas rumah kaca. Pabrik tekstil yang menerapkan proses pewarnaan serat menggunakan bahan kimia seperti anilin dan energi dalam jumlah besar, yang menyebabkan peningkatan emisi karbon dioksida dan senyawa lainnya ke atmosfer. Proses pewarnaan tekstil melibatkan bahan-bahan kimia seperti pewarna sintetis dan bahan penyelesaian, yang sering memerlukan energi tinggi dalam aplikasinya, menambah beban emisi gas rumah kaca. Proses penyelesaian tekstil dengan menggunakan zat kimia seperti resin dan agen penyelesaian seringkali membutuhkan panas tinggi, yang diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil, sehingga menyebabkan emisi gas rumah kaca. Pada umumnya, industri tekstil menggunakan teknik pewarnaan dan penyelesaian yang kompleks, melibatkan banyak langkah dan proses kimia yang memerlukan energi besar, sehingga dapat memberikan kontribusi signifikan pada emisi gas rumah kaca. Menurut data industri tekstil global, tahap pewarnaan dan penyelesaian tekstil dapat menyumbang sebagian besar emisi gas rumah kaca dalam rantai produksi, terutama karena penggunaan energi dan bahan kimia yang besar
Distribusi produk tekstil akhir menggunakan transportasi berbahan bakar fosil, menyumbang pada emisi gas rumah kaca selama rantai pasokan. Â Distribusi produk tekstil akhir melibatkan penggunaan transportasi berbahan bakar fosil, seperti truk dan kapal, yang dapat menjadi sumber emisi gas rumah kaca signifikan selama seluruh rantai pasokan.Â
Pengiriman produk tekstil dari produsen di luar negeri ke pusat distribusi menggunakan kapal kargo besar yang beroperasi dengan bahan bakar fosil, menciptakan emisi karbon yang signifikan selama perjalanan laut. Transportasi produk tekstil dari pabrik ke titik distribusi dan akhirnya ke konsumen memerlukan energi dari bahan bakar fosil, yang berkontribusi pada emisi gas rumah kaca dan berdampak negatif pada lingkungan.Truk pengangkut yang digunakan untuk mengirimkan produk tekstil dari pusat distribusi ke toko-toko ritel dan konsumen akhir mengandalkan bahan bakar diesel, yang menyumbang pada emisi gas rumah kaca sepanjang rute distribusi Penggunaan transportasi berbahan bakar fosil dalam rantai distribusi tekstil menciptakan jejak karbon yang besar, menyumbang pada perubahan iklim dan meningkatkan beban emisi gas rumah kaca. Menurut laporan industri, sektor logistik dan distribusi tekstil dapat menyumbang lebih dari 5% emisi gas rumah kaca secara keseluruhan, terutama karena penggunaan transportasi berbahan bakar fosil dalam pengiriman dan distribusi produk.
Proses manufaktur tekstil menggunakan kapas, dari fase pertanian hingga produk jadi, melibatkan serangkaian kegiatan yang secara signifikan menghasilkan gas-gas yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Proses pertanian kapas konvensional, termasuk penggunaan pupuk, pestisida, dan deforestasi, menjadi sumber utama emisi gas seperti dinitrogen monoksida dan karbon dioksida. Selain itu, aspek-aspek seperti penggunaan mesin berbahan bakar fosil dalam penanaman, pemeliharaan, dan panen kapas, bersama dengan intensitas penggunaan air dalam irigasi, semakin memperburuk dampak lingkungan dengan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Dalam seluruh proses produksi tekstil, dari pemrosesan serat hingga distribusi produk akhir, terdapat berbagai tahapan yang menggunakan bahan bakar fosil dan bahan kimia, berkontribusi pada pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer.
Referensi:
Latuconsina, H. (2010). Dampak pemanasan global terhadap ekosistem pesisir dan lautan. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 3(1), 30-37. doi:https://doi.org/10.29239/j.agrikan.3.1.30-37
Astutin, L. EFEK RUMAH KACA.