Mohon tunggu...
Cerpen

Cerpen | Sebelum Matahari Terbenam

30 November 2018   23:52 Diperbarui: 1 Desember 2018   00:02 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak bisa terus bersembunyi

Kesedihannya Ia tutupi

Tangis terpecah karena perih

Namun yang tersayat adalah hati

Sudah 5 tahun Ayah keluar kota tepatnya ke Jakarta. Ibu masih memiliki harapan supaya Ayah kembali. "Sudah, Bu. Ayah pasti datang. Kita hanya perlu sabar aja," kataku. Ibu hanya terdiam. Melihat matahari terbenam dari teras rumah.

Aku menatap Ibu. Ku percaya, Ibu sedang menahan tangisannya. Muka Ibu yang terlihat pucat karena sudah lama Ibu bekerja keras untuk membuat keluarga ini tetap bertahan "Hmm.. Sudah yuk. Kita masuk. Nenek nanti mencari kita," kata Ibu dengan suara lembutnya. Aku mengangguk setuju.

Ayah sudah lama tak berada di rumah. Terakhir kali ku melihat Ayah pada saat aku berumur 9 tahun. Sekarang, Aku sudah berumur 14 tahun. Ayah berjanji akan kembali. Ku ingat dengan jelas perkataannya. "Kamu tunggu Ayah di depan sini ya. Ayah janji akan kembali, Ash."

"Nah, ini dia anaknya. Ash gimana kemarin sekolahnya?" tanya Nenek. Ku menatap ke piringku yang kosong. Melihat ke meja makan yang hanya terdapat tempe, ikan, dan sayur -- mayur. Ku menjadi tidak mood makan.

"Ash?"

"Ya, Nek?"

"Gimana sekolahmu? Baik -- baik saja?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun