Rasanya ia ingin menghilang dari situ sekarang juga. Di sisi lain, hatinya begitu lega karena akhirnya ia berhasil mengalahkan rasa takutnya dan membiarkan Anthony tahu segalanya.
Felise hendak berlari meninggalkan tempat itu ketika tangan Anthony mencekal lengannya.
"Akhirnya hari ini datang juga." Tatapan matanya tepat mengarah pada Felise.
"So do I."
Kakinya hampir saja oleng. Apa? Apa kata Anthony tadi? Kenapa telinganya mendadak mengalami gangguan begini?
"Ketika aku melihat sosok anak kecil yang ketakutan sehabis jatuh dari pohon, tanpa sadar aku sudah menyukainya. Aku berharap punya kesempatan untuk mengenalnya lebih jauh. Tapi saat itu aku sudah hampir meninggalkan sekolah, jadi kupikir aku bisa segera melupakan perasaanku ketika di SMA."
Felise menahan napas mendengarnya.
"Saat aku bertemu dia dua tahun kemudian, ternyata anak perempuan itu sudah berubah menjadi seorang gadis cantik. Aku pikir itulah saat yang tepat. Tapi dia sudah terlanjur punya pacar sehingga aku lagi-lagi nggak punya kesempatan.
Di tahun terakhir ini, aku merasa punya pacar akan membantuku melupakannya. Tapi di saat seperti ini dia justru datang dan mengatakan semuanya. Strategi yang sangat manjur karena sekarang aku merasa aku kembali menyukainya."
Lidahnya terlalu kelu untuk berbicara. Ketika Anthony memeluknya dengan penuh kehangatan, rasanya ia rela jika jantungnya berhenti saat itu juga. Ia menyunggingkan senyuman sambil mengusap kedua matanya yang basah.
Anthony juga menyukainya.