Matahari terbenam perlahan di atas kota Wesley, sebuah dusun yang sangat kecil sehingga hampir tidak terlihat di peta. Terletak di antara pegunungan, beberapa kilometer dari Wesley, satu-satunya ciri khasnya adalah sungai yang melintasinya, seperti ular air yang memberi kehidupan sekaligus menyembunyikan rahasia kelam. Di tepian sungai itu, para perempuan sedang mencuci pakaian, dengan tangan yang lapuk karena pekerjaan dan senyuman lelah. Namun beberapa tahun lalu, ada pengecualian.
Rosiana, wanita tercantik di Wesley, biasa mencuci pakaiannya di air sungai yang jernih. Rambut hitam panjangnya yang berkilau menjadi perbincangan para pria di kota, dan senyumannya tak seorang pun bisa melupakannya. Tangan Rosiana lembut, begitu halus sehingga ketika mencuci, mereka seolah-olah membelai air alih-alih mengolahnya. Namun hidupnya berakhir dengan tragedi ketika dia tersapu oleh pusaran air yang terbentuk di sungai setiap musim semi. Warga mengatakan kematiannya bukan suatu kebetulan. Semua orang di kota tahu cerita itu, tapi memilih untuk tidak membicarakannya.
Inez tiba di kota Wesley pada suatu sore yang panas di bulan Juli. Ia adalah seorang jurnalis dan sedang mencari cerita untuk serangkaian kronik tentang legenda lokal. Dia telah mendengar tentang kasus Rosiana dari sebuah sumber di Wesley. Dan karena merasa ada sesuatu yang lebih di balik legenda itu, dia memutuskan untuk menyelidikinya. Setibanya di sana, dia menemukan tempat yang membeku dalam waktu. Rumah-rumahnya terbuat dari batu bata, panasnya luar biasa dan orang-orang memperhatikannya dengan rasa tidak percaya. Tidak ada yang menyukai orang asing.
“Rosiana?” “Sebaiknya kau tidak terlibat dalam hal itu, Nak,” kata seorang wanita tua di toko kelontong Nadz Store, satu-satunya tempat di mana waktu sepertinya tidak berhenti, karena rak-raknya penuh dengan produk-produk modern. Namun, perkataan wanita tua itu hanyalah permulaan.
Inéz, dengan tape recorder dan buku catatannya, mewawancarai beberapa penduduk kota, namun mereka semua enggan menjelaskan secara rinci. “Apa yang terjadi di sungai harus tetap di sana,” kata mereka. Namun, setiap cerita menunjukkan hal yang sama: kematian Rosiana bukanlah suatu kecelakaan. Inez merasa penasaran, dan malam itu dia memutuskan untuk pergi ke sungai sendirian. Saya merasa hampir menemukan sesuatu yang penting.
Bulan samar-samar menyinari tepian sungai ketika Inez tiba. Angin bertiup sepoi-sepoi, namun ada ketenangan yang mencekam di udara. Dia berlutut di dekat air, mengamati pantulan bulan di ombak yang tenang. Saat itulah dia mendengar nyanyian itu. Melodi lembut dan melankolis yang melayang di udara. Inez segera berdiri, jantungnya berdebar kencang. Dia melihat sekeliling, mencari seseorang, tapi tidak ada siapa-siapa. Atau setidaknya dia berpikir begitu.
Tiba-tiba, sesosok tubuh muncul di kejauhan. Seorang wanita muda, dengan pakaian kuno, berjalan perlahan menuju sungai yang berputar-putar. Inez mengawasinya, lumpuh. Wanita muda yang sepertinya tidak menyadari kehadirannya, terus berjalan hingga menghilang ke dalam air. Inez mencoba mendekat, tetapi begitu dia melangkah maju, nyanyiannya berhenti dan sungai kembali tenang. Dia berlari kembali ke desa, jantungnya berdebar kencang.
Malam itu, mimpi menghantuinya. Di dalamnya, Rosiana memanggilnya, terjebak di dalam air, meminta bantuan. Setiap malam mimpi yang sama. Putus asa, Inez tahu bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekedar legenda sederhana. Ada sesuatu yang gelap di sungai, sesuatu yang masih tidak dia mengerti.
Keesokan harinya, dia menemukan orang tua yang bernama Damian, salah satu dari sedikit orang yang masih mengingat detail kejadian tersebut. Dia menemukannya sedang duduk di alun-alun, di bawah naungan pohon mesquite. Orang tua itu, dengan mata cekung dan tangan gemetar, pada awalnya tidak mau berbicara. Namun setelah beberapa kali mencoba, dia menyerah.
“Saya ada di sana pada hari Rosiana menghilang,” kata Damián, suaranya nyaris berbisik. Kisah yang diceritakan kepada Anda tidak sepenuhnya benar. Ya, dia meninggal di pusaran air, tapi itu bukan kecelakaan.