Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Lebih Dekat Martin Luther

12 Oktober 2024   10:47 Diperbarui: 12 Oktober 2024   10:47 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Martin Luther, sumber: Pixabay)

Siapakah sebenarnya Martin Luther?

Di senja Abad Pertengahan, ketika Eropa diselimuti bayang-bayang iman yang dikendalikan tangan besi Gereja Katolik Roma, cahaya perubahan mulai terlihat di cakrawala. Itu adalah masa kemewahan gerejawi, surat pengampunan dosa yang dijual sebagai tiket ke surga, dan bahasannya Latin yang tidak dapat dipahami yang bergema di masyarakat, asing di telinga umat beriman. Dalam konteks ini, seorang biarawan Agustinian yang memiliki semangat pantang menyerah akan muncul sebagai poros revolusi yang mengguncang fondasi agama Kristen: Martin Luther.

Luther, seorang yang beriman dan berpikiran tajam, menemukan panggilannya di biara, namun takdirnya membawanya melampaui biara. Dia berpegang teguh pada Kitab Suci, mengambil darinya sebuah pesan yang bertentangan dengan apa yang dia lihat di luar tembok suci: Gereja yang lebih mementingkan emas daripada jiwa. Hal terakhir yang mematahkan kesabarannya adalah penjualan surat pengampunan dosa, yang dipromosikan oleh Vatikan dan agennya, Johann Tetzel, yang memasarkan keselamatan seolah-olah itu adalah barang dagangan.

Kemarahan Luther diungkapkan dalam 95 tesis yang dipakunya di pintu Gereja Semua Orang Suci di Wittenberg pada tanggal 31 Oktober 1517, suatu tindakan yang kemudian menjadi awal legendaris Reformasi Protestan. Tesis ini mempertanyakan otoritas kepausan dan efektivitas surat pengampunan dosa, serta secara terbuka menantang praktik Gereja.

Dampaknya langsung dan kuat. Mesin cetak, pendatang baru yang menjanjikan penyebaran pengetahuan, memahami perkataan Luther melampaui apa yang bisa dibayangkan, menyalakan sumbu perubahan yang tidak dapat diubah. Ketika idenya menyebar, dukungan pun tumbuh. Luther menjadi simbol perlawanan, juru bicara suatu bangsa yang bosan menjadi perantara antara mereka dan iman mereka.

Perpecahan telah terjadi. Gereja menanggapinya dengan mengucilkan Luther dan mengutuk tulisan-tulisannya, namun jin sudah keluar dari botol. Para pangeran dan rakyat jelata Jerman, yang bosan dengan kuk Romawi, memandang Luther sebagai pahlawan yang mengungkapkan ketidakpuasan dan kerinduan mereka akan hubungan yang lebih pribadi dengan Tuhan.

Luther tidak hanya menantang struktur gerejawi, namun juga mengubah praktik iman. Dia menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman, sehingga dapat diakses oleh masyarakat umum dan bukan hanya kalangan elit yang melek huruf. Penekanannya pada pembenaran karena iman, bukan perbuatan, mengarahkan kembali arah spiritualitas Kristen, dan himne-himnenya mendorong partisipasi aktif umat awam dalam ibadah.

Di bawah Luther, Protestantisme tidak hanya lahir dalam berbagai bentuknya, tetapi juga lahir gerakan budaya dan sosial yang mempromosikan pendidikan, kebebasan berpikir dan kedaulatan negara melawan kekuasaan gerejawi universal. Reformasi Protestan menabur benih modernitas, membuka jalan menuju masa depan di mana otoritas dipertanyakan dan pengetahuan didemokratisasi.

Warisan Luther sangat kompleks dan sosoknya terus menjadi bahan perdebatan. Namun, keberaniannya untuk menentang apa yang dianggapnya tidak adil dan upayanya yang tak kenal lelah untuk mencapai keyakinan sejati telah bergema selama berabad-abad, mengingatkan kita akan kekuatan individu untuk menyalakan api perubahan. Dalam dunia yang terus mengalami transformasi, kisah Martin Luther tetap menjadi sumber tantangan dan inspirasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun