Siapakah sebenarnya Thutmose? Firaun yang Memahat Keabadian.
Thutmose, yang namanya bergema sepanjang waktu, adalah tokoh terkemuka dalam sejarah Mesir kuno. Lahir di tempat lahirnya sebuah peradaban yang bersuka ria akan kehebatannya, Thutmose bukanlah manusia biasa, melainkan seorang firaun, seorang 'Dewa yang Hidup', yang ditakdirkan untuk memerintah dan membimbing rakyatnya melalui jalur politik, perang, dan agama yang rumit.
Kehidupannya, yang diselimuti misteri hieroglif dan peninggalan dari dunia yang sebagian besar telah hilang, merupakan permadani perbuatan dan prestasi. Sejak usia muda, Thutmose dididik dalam seni perang dan strategi, sebuah persiapan yang diperlukan untuk menjadi pemimpin masa depan dari salah satu peradaban paling kuat di zaman kuno. Namun hatinya juga didedikasikan pada seni dan agama, menunjukkan keseimbangan antara pedang dan papirus.
Pemerintahan Thutmose ditandai dengan berbagai kampanye militer. Dia memperluas perbatasan Mesir lebih jauh dari yang pernah diimpikan oleh firaun mana pun, membawa panji elang dan scarab ke wilayah yang jauh dan tidak diketahui. Eksploitasi mereka di medan perang menjadi legenda yang diceritakan di kuil-kuil dan di jalan-jalan kota Nil.
Namun Thutmose bukan hanya seorang pejuang; Ia juga seorang pembangun, pelindung seni dan pelindung arsitektur. Di bawah pemerintahannya, kuil-kuil megah dan monumen abadi tumbuh dari pasir, menjadi bukti sebuah kerajaan yang percaya bahwa dirinya abadi. Bangunan-bangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah atau makam megah, tetapi juga sebagai simbol kekuasaan dan keilahian firaun.
Di bidang keagamaan, Thutmose memulai usaha yang unik: mempromosikan dewa tertentu, Amun, mengangkatnya ke posisi unggul dalam jajaran dewa Mesir. Keputusan ini tidak hanya mencerminkan pengabdian pribadinya, tetapi juga merupakan manuver politik yang cerdik untuk memusatkan dan mengkonsolidasikan kekuasaannya.
Namun kebesaran dan kekuasaan selalu mendatangkan musuh dan tantangan. Thutmose harus menavigasi pergolakan intrik istana, konflik dengan negara-negara tetangga dan tuntutan masyarakat yang, meskipun mereka memujanya sebagai dewa, masih manusia, dengan kebutuhan dan keinginan duniawi.
Pada akhirnya, seperti semua manusia, bahkan mereka yang dianggap dewa, Thutmose menghadapi kematiannya. Kematiannya meninggalkan kekosongan di atas takhta Mesir, namun warisannya tetap hidup, tertulis di batu dan dikenang dalam kisah-kisah yang diceritakan di bawah langit gurun yang berbintang. Thutmose, sang pejuang, pembangun, pecinta seni, menjadi seorang firaun legendaris, seorang firaun yang nama dan perbuatannya akan terus menginspirasi generasi mendatang jauh setelah pasir waktu menutupi jejak keberadaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H