Suara itu datang dari belakang ruangan. Gumaman mulai terdengar lagi, kali ini penuh dengan kebingungan dan ketakutan. Salah satu pelayan berlari masuk, pucat dan gemetar, melambaikan tangannya.
—Ada orang mati di taman!
Kekacauan meletus. Amelia yang masih shock tidak mengerti apa yang terjadi. Upacara segera dihentikan. Rama, yang tadinya tenang sepenuhnya, menjadi tegang. Sesuatu dalam ekspresinya berubah, sesuatu yang tidak bisa dilewatkan oleh Amelia.
Rama memberi isyarat kepada kakaknya, Maurin, yang berlari ke taman bersama beberapa tamu di belakangnya. Amelia melihat sekeliling, merasakan tanah di bawah kakinya bergoyang.
“Amelia, tetap di sini,” kata Rama dengan suara tegas, tapi wanita muda itu tidak bisa diam.
Dia berlari mengejar kerumunan yang menuju ke taman. Udara yang tadinya hangat dan wangi, kini terasa dingin dan pekat. Di antara bunga dan lampu, tubuh seorang lelaki tergeletak tak bergerak di atas rumput, wajahnya berlumuran darah.
—Itu Esteban! —seseorang berteriak dari belakang.
Amelia merasakan sakit di perutnya. Esteban adalah salah satu karyawan terdekat keluarga Atmaja, seorang pria yang telah bekerja untuk mereka selama bertahun-tahun. Semua orang mengenalnya dan menghormatinya. Apa yang dia lakukan di pernikahannya?
Rama tiba di samping tubuh itu, dan meski berusaha tetap tenang, Amelia melihat sesuatu yang lain di matanya. Itu bukan kejutan, atau bahkan kekhawatiran. Itu adalah sesuatu yang jauh lebih gelap. Sesuatu yang membuat darahnya menjadi dingin.
Detektif itu segera tiba, seorang pria pendek dan kurus, tetapi dengan penampilan yang mengesankan. Saat dia mengamati kejadian tersebut, semua tamu tetap diam, seolah-olah suara sekecil apa pun dapat memperburuk situasi.
"Tidak ada yang bergerak dari sini," kata detektif itu dengan suara berwibawa. Ini pembunuhan, dan saya perlu berbicara dengan semua orang.