Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Socrates: Filsuf yang Menentang Athena

27 September 2024   06:22 Diperbarui: 27 September 2024   06:29 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di jalanan Athena kuno yang ramai, tempat perdagangan, politik, dan budaya berkembang di bawah terik matahari Mediterania, muncullah sosok yang akan selamanya memetakan arah filsafat Barat. Orang ini adalah Socrates, seorang pemikir yang, dengan penyelidikannya yang tiada henti dan seni dialektikanya, akan menantang prasangka pada masanya dan meletakkan dasar bagi pemikiran kritis.

Lahir pada tahun 470 SM, Socrates adalah putra seorang pematung dan bidan. Namun, alih-alih mengikuti jejak ayahnya, ia malah memulai perjalanan eksplorasi intelektual. Dia tidak menulis buku atau risalah; Metodenya adalah dialog, pencarian kebenaran bersama melalui tanya jawab. Pendekatan ini, yang kemudian dikenal sebagai Metode Socrates, berupaya mengungkap kontradiksi dalam pemikiran lawan bicaranya, sehingga mendorong pengetahuan yang lebih dalam dan terinformasi.

Tidak seperti banyak orang sezamannya, Socrates tidak membatasi dirinya pada akademi atau sekolah filsafat. Dia melakukan perjalanan melalui lapangan umum dan pasar, melibatkan politisi, pengrajin, dan kaum muda dalam diskusi filosofis. Dialog mereka tidak hanya membahas topik-topik seperti etika dan moralitas, tetapi juga mendalami ranah politik dan kehidupan sehari-hari.

Desakannya untuk mempertanyakan segala sesuatu mulai dari kepercayaan populer hingga keputusan penguasa pada akhirnya akan membawanya ke dalam konflik dengan otoritas Athena. Pada tahun 399 SM, Socrates dituduh merusak masa muda dan ketidaksopanan. Pada persidangannya yang terkenal, alih-alih mencari pengampunan melalui retorika, Socrates dengan berani membela gagasan dan metodenya, menentang para penuduhnya sampai akhir.

Dihukum mati, dia ditawari hemlock, racun yang mematikan. Socrates menerima nasibnya dengan tenang, melihat kematiannya bukan sebagai sebuah tragedi, tetapi sebagai tindakan pengajaran terakhir. Namun, warisannya akan melampaui kehidupannya. Melalui dialog Plato, muridnya yang paling terkenal, gagasan Socrates akan mempengaruhi banyak generasi pemikir, dari Aristoteles hingga filsuf modern.

Dalam diri Socrates, kita tidak hanya melihat seorang filsuf, namun juga seorang warga negara yang berkomitmen, seorang pencari kebenaran yang tak kenal lelah, dan seorang guru yang mengajari kita bahwa pengetahuan terbesar dimulai dengan pengakuan sederhana atas ketidaktahuan kita sendiri. Kehidupan dan karyanya terus bergema, mengingatkan kita akan pentingnya bertanya, mengeksplorasi, dan yang terpenting, memahami.

Dan saya meninggalkan Anda dengan kutipan Socrates yang paling terkenal: "Saya hanya tahu bahwa saya tidak tahu apa-apa."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun