Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyelami Sejarah Pada Zaman Es Bersama Mommoth dan Dodos

7 September 2024   17:16 Diperbarui: 7 September 2024   17:22 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Mommoth, sumber: Freepik)

Tahukah Anda bahwa Momot dan Dodos dapat berjalan di antara kita lagi? Apa yang ditemukan para ilmuwan mungkin akan mengejutkan Anda

Selama beberapa dekade, impian untuk menghidupkan kembali spesies yang punah lebih tampak seperti fiksi ilmiah daripada kenyataan. Namun kini, kemajuan teknologi telah membuat impian tersebut semakin dekat menjadi kenyataan. Para ilmuwan di seluruh dunia sedang bekerja keras untuk melakukan salah satu upaya paling ambisius dalam biologi: "penghilangan kepunahan" makhluk seperti mamut berbulu dan dodo. Meskipun konsep ini mungkin terdengar menarik, tidak semuanya sesederhana itu, dan hal ini bisa mempunyai implikasi yang jauh melampaui apa yang kita bayangkan.

Mammoth berbulu, raksasa yang mendominasi dataran beku selama Zaman Es terakhir, adalah kandidat utama untuk eksperimen semacam ini. Dengan menggunakan sisa-sisa beku yang ditemukan di Siberia, para ilmuwan berhasil menemukan fragmen DNA yang relatif terpelihara dengan baik dari hewan-hewan ini. Dengan menggunakan teknik penyuntingan gen yang canggih, seperti CRISPR, mereka mencoba memperkenalkan gen-gen ini ke gajah Asia, kerabat terdekat mereka. Tujuannya adalah untuk menciptakan hibrida, "gajah-mammoth" yang mampu bertahan hidup di ekosistem utara yang dingin, sesuatu yang bahkan dapat membantu mitigasi perubahan iklim, menurut beberapa peneliti.

Di sisi lain, dodo, burung aneh dan penuh teka-teki yang menghuni pulau Mauritius, juga menjadi objek penelitian tersebut. Punah pada abad ke-17 karena ulah manusia, dodo telah menjadi simbol spesies yang telah hilang. Kini, para ilmuwan mencoba menggunakan merpati, kerabat dekat dodo, untuk memperkenalkan gen dari burung yang telah punah ini dan diharapkan dapat menghidupkannya kembali.

Namun, di balik berita menggembirakan ini terdapat pertanyaan-pertanyaan yang meresahkan. Banyak pakar konservasi telah menyatakan keprihatinannya mengenai implikasi etis dari pemusnahan kepunahan. Apakah benar mencoba menghidupkan kembali spesies yang punah karena sebab alami atau dengan tangan kita sendiri? Bagaimana dampaknya terhadap ekosistem saat ini, yang telah berevolusi tanpa kehadiran makhluk-makhluk ini selama ribuan tahun?

Selain itu, beberapa pihak khawatir bahwa proyek semacam ini dapat mengalihkan perhatian dan sumber daya dari konservasi spesies yang saat ini berada dalam bahaya. Haruskah kita menghabiskan jutaan dolar untuk menghidupkan kembali mammoth dan dodo ketika begitu banyak spesies yang berada dalam risiko kepunahan? Di dunia yang ekosistemnya sudah menghadapi tantangan besar akibat perubahan iklim dan hilangnya habitat, banyak yang berpendapat bahwa sumber daya ini dapat diinvestasikan dengan lebih baik untuk melestarikan keanekaragaman hayati yang masih kita miliki.

Kenyataannya adalah kita hidup di masa di mana teknologi dapat memberikan solusi yang sebelumnya tampak tidak terpikirkan. Namun, pertanyaan apakah kita harus mempermainkan alam atau tidak masih menjadi bahan perdebatan. Kesempatan untuk berjalan bersama mamut berbulu atau melihat dodo di habitat aslinya memang luar biasa, namun dampak dari hal tersebut bisa jadi jauh lebih dalam dari yang kita bayangkan.

Siapkah kita menerima konsekuensinya? Hanya waktu yang akan menjawabnya. Sementara itu, ilmu pengetahuan terus berkembang dengan kecepatan yang mencengangkan, dan apa yang tadinya hanya khayalan belaka akan segera menjadi kenyataan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun