Sepanjang sejarah, perempuan yang berkuasa sering kali dicap "gila" untuk menghilangkan otonomi dan mengurangi pengaruh mereka. Salah satu tokoh tersebut adalah Joanna dari Castile, lahir pada tanggal 6 November 1479.Â
Dikenal banyak orang sebagai "Juana la Loca" (Joan the Mad), kisahnya adalah pengingat yang menyentuh tentang bagaimana sejarah dapat memutar balikkan narasi seorang perempuan untuk melayani kepentingan mereka berkuasa.
Pada usia 16 tahun, Joan menikah dengan Philip yang Tampan, seorang pria yang terlepas dari julukannya, jauh dari sosok gagah yang disebutkan dalam sejarah. Potret-potret tersebut memperlihatkan seorang pria yang berpenampilan biasa-biasa saja, namun ia dikenal karena pesona dan daya tariknya, terutama bagi para wanita istana. Sejak pernikahan mereka dimulai, Philip terlibat dalam banyak perselingkuhan, secara terbuka tidak menghormati Joan sebagai istri dan ratu. Kemarahan dan frustasi Joan atas penghianatan ini adalah hal yang wajar, namun emosi inilah yang menyebabkan dia dicap sebagai "gila".
Tuntutannya untuk menghormati dipandang sebagai histeria dan bukan kemarahan yang wajar dari seorang ratu yang tidak diberi kehormatan yang layak diterimanya. Perebutan Tahta Ketika Philip meninggal secara tak terduga pada tahun 1506, Joan adalah pewaris sah tahta Kastilia. Namun, ayahnya, Raja Ferdinand dari Aragon, tidak berniat membiarkan putrinya memerintah.Â
Takut akan potensi kekuasaannya dan kemungkinan dia menikah lagi dan mendapatkan sekutu politik yang kuat, Ferdinand mengatakan dia gila dan mengurungnya di istana di Tordesillas, di mana dia dipenjara selama hampir 50 tahun. Tindakan Ferdinand tidak didorong oleh kepedulian terhadap kesehatan mental Joan tetapi karena kepentingan politik. Dengan menyatakan putrinya gila, dia mampu mempertahankan kendali atas Kastilia, menyangkal hak Joan sebagai ratu.Â
Pengkhianatan Seorang PutraÂ
Penderitaan Joan tidak berakhir dengan kematian ayahnya. Putranya, Charles V, pernah mengunjunginya dan dilaporkan meyakinkannya untuk "dengan baik hati" menyerahkan kekuasaannya kepadanya. Namun kenyataannya jauh lebih gelap. Charles, yang ingin mengkonsolidasikan kekuasaannya, memaksa ibunya untuk melepaskan haknya dan kemudian meninggalkannya begitu saja, meninggalkannya dikurung dalam isolasi.Â
Joan dari Kastilia tidak gila. Dia adalah seorang wanita berpendidikan tinggi yang berbicara bahasa Latin dan menulis puisi, seorang ratu berbudaya yang memahami lanskap politik pada masanya. Namun, dia dikenang sebagai "Juana la Loca", sebuah gelar yang menghapus identitas aslinya dan menjadikannya karikatur.
Seorang Wanita DibungkamÂ
Kisah Joan tidaklah unik. Sepanjang sejarah, perempuan yang berani menentang status quo dicap sebagai perempuan gila, histeris, dan tidak rasional. Label-label ini adalah senjata yang digunakan untuk membungkam dan mengontrol, untuk melucuti kekuasaan dan hak pilihan perempuan. Jadi, ketika mereka menyebut Anda gila, ingatlah Joan dari Castile. Ingatlah bahwa kegilaan sering kali menjadi tuduhan pertama yang dilontarkan kepada wanita yang tidak mau diam, menuntut rasa hormat, dan memperjuangkan tempat yang selayaknya.Â