Membangun Pengetahuan seperti kepercayaan di dunia digital "Tanpa Panggilan, Tanpa DM" . Dalam lanskap pemasaran digital dan personal branding modern, mantra "Kenali, Suka, Percaya" telah menjadi landasan kesuksesan. Idenya sederhana: agar orang dapat berbisnis dengan Anda, pertama-tama mereka perlu mengetahui siapa Anda, menyukai apa yang Anda perjuangkan, dan percaya bahwa Anda dapat memenuhi janji Anda.Â
Ini adalah strategi yang berakar kuat pada pembangunan hubungan, keaslian, dan keterlibatan yang konsisten. Namun, seiring dengan upaya para pelaku bisnis dan influencer untuk membangun koneksi penting ini, ada pendekatan yang semakin populer yang tampaknya bertentangan dengan esensi filosofi ini: "Tanpa Panggilan, Tanpa DM."
Ironi "Tanpa Panggilan, Tanpa DM"
Munculnya tren baru ini, dimana dunia usaha dan individu secara eksplisit menyatakan bahwa mereka tidak menerima pesan langsung atau panggilan telepon, telah membuat banyak orang bingung. Bagaimana Anda memupuk kepercayaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan penjualan atau membangun pengikut setia jika Anda menghentikan beberapa bentuk komunikasi paling langsung? Ironisnya jelas.
Di satu sisi, Anda diberi tahu bahwa interaksi pribadi adalah kunci untuk membangun hubungan yang bermakna dengan audiens Anda. Disisi lain, beberapa pihak kini menganjurkan pendekatan yang lebih terpisah dan hampir lepas tangan. Hal ini membuat banyak orang kebingungan dan mempertanyakan bagaimana mereka dapat menyelaraskan strategi-strategi yang tampaknya bertentangan ini.Â
Mengapa 'Tanpa Panggilan, Tanpa DM'?
 Alasan di balik gerakan 'Tanpa Panggilan, Tanpa DM' berasal dari keinginan untuk menyederhanakan komunikasi, melindungi batasan pribadi, dan mengurangi volume pesan yang sangat banyak yang diterima oleh banyak influencer dan pemilik bisnis.Â
Ini adalah cara untuk mengatur waktu secara efektif, memastikan interaksi lebih terstruktur dan profesional, sering kali menyalurkan percakapan melalui email atau konsultasi terjadwal. Pendekatan ini memungkinkan terciptanya lingkungan yang lebih terkendali di mana dunia usaha dapat menjaga profesionalisme, menghindari kelelahan, dan mencegah kekacauan yang dapat timbul akibat kebijakan pintu terbuka pada platform media sosial.