Dengan demikian, tato Dogon bukan hanya sebuah bentuk seni, tetapi sebuah deklarasi eksistensi dan perlawanan, sebuah tradisi yang, meski menghadapi tantangan zaman, terus menandai kulit dan jiwa komunitas yang bangga dengan warisannya.
Dogon juga dikenal karena topeng upacaranya, yang digunakan dalam tarian ritual yang merupakan bagian dari Drama, sebuah pemakaman kompleks yang merayakan peralihan orang mati ke dunia roh. Topeng ini, sering kali diukir dari kayu dan dicat dengan warna-warna cerah, tingginya bisa mencapai tiga meter dan melambangkan berbagai makhluk, baik manusia maupun hewan, serta roh leluhur.
Selain pengetahuan astronomi dan tatonya, Dogon juga dikenal dengan topeng dan tarian seremonialnya yang mengesankan. Selama perayaan, penari Dogon mengenakan topeng ukiran warna-warni yang melambangkan hewan, roh, dan leluhur. Tarian-tarian ini tidak hanya merupakan tontonan visual yang memukau, tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam, bertindak sebagai jembatan antara dunia makhluk hidup dan dunia roh.
Mengunjungi kawasan Dogon seperti kembali ke masa lalu. Desa-desa yang dibangun di atas tebing Bandiagara ini menawarkan pemandangan yang spektakuler, tidak hanya karena arsitekturnya, tetapi juga kehidupan sehari-hari yang terbentang di depan mata pengunjungnya.
Wisatawan yang cukup beruntung untuk menyaksikan upacara tato akan membawa serta pemahaman yang lebih mendalam tentang apa artinya menjadi Dogon: sebuah perjalanan di mana setiap garis dan titik pada kulit menceritakan sebuah kisah, masing-masing sama bersemangat dan abadinya seperti batu di atasnya. tempat rumah mereka dibangun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H