Dalam cakrawala huruf klasik, sebuah bintang bersinar dengan cahaya yang tidak berubah, menerangi jalannya sastra selama berabad-abad: Publius Virgil Marn, yang dikenal sebagai Virgil. Penyair Romawi ini, lahir pada tahun 70 SM. di sebuah desa kecil dekat Mantua, ia menjadi salah satu pilar puisi Barat dengan karya abadinya, "Aeneid".
Kehidupan Virgil bertepatan dengan salah satu masa paling penuh gejolak dalam sejarah Romawi, ditandai dengan perang saudara dan peralihan dari Republik ke Kekaisaran. Masa perubahan dan konsolidasi ini adalah latar belakang Virgil merangkai narasi epiknya, menyatukan masa lalu mitos Roma dengan masa kini yang gemilang.
"Aeneid", magnum opusnya, adalah sebuah epik dalam dua belas buku yang menceritakan petualangan Aeneas, seorang pangeran Troya yang ditakdirkan untuk menjadi pendiri Roma. Karya ini tidak hanya merupakan penghormatan terhadap epos Homer, tetapi juga berfungsi sebagai landasan mitos bagi Roma, yang menghubungkan nasibnya dengan nasib Trojan kuno. Di Virgil, misi ilahi Aeneas menjadi simbol takdir kekaisaran Roma di bawah pemerintahan Augustus.
Tapi Virgil bukan hanya penyair "Aeneid". Karya penting lainnya, seperti "Bucolics" dan "Georgics", menunjukkan keserbagunaannya sebagai penyair. "Bucolics" adalah serangkaian sepuluh ekologi yang melukiskan lanskap pastoral yang indah, menawarkan perlindungan puitis dari gejolak zaman mereka. The "Georgics", pada bagiannya, adalah himne untuk tanah dan pertanian, yang mencerminkan kecintaan Virgil terhadap alam dan kehidupan pedesaan.
Pengaruh Virgil telah menyebar melampaui batas-batas sastra. Karyanya telah meresap ke dalam seni, musik, dan budaya, menjadi sumber inspirasi yang tiada habisnya selama berabad-abad. Tema-tema tugasnya, kepahlawanan, dan takdir manusia bergema di generasi pembaca dan penulis, mulai dari Dante, yang memilihnya sebagai pemandu melewati Neraka dan Api Penyucian dalam "Komedi Ilahi", hingga penulis kontemporer yang masih bergema dalam kata-katanya.
Saat kematiannya pada tahun 19 SM, Virgil meninggalkan warisan yang menjadi mercusuar budaya Barat. "Aeneid", yang belum selesai berdasarkan penilaiannya sendiri dan diselamatkan dari api atas perintah Augustus, tetap menjadi bukti kemampuan Virgil untuk menangkap jiwa pada masanya dan memproyeksikannya ke dalam keabadian. Dalam puisinya, Roma tidak hanya menemukan seorang narator tentang kebesaran kekaisarannya, namun juga seorang peramal yang melihat sekilas transendensi budaya dan masyarakatnya.
Dengan demikian, Virgil bangkit sebagai penyair tertinggi Roma, jembatan antara dunia kuno dan modern, yang kata-katanya terus bergema dengan kekuatan dan keindahan yang sama seperti saat pertama kali ditulis. Karyanya mengingatkan bahwa, meskipun kerajaan mungkin runtuh dan peradaban lenyap, puisi dan keindahan bersifat abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H