Alexander Agung, penakluk legendaris yang menciptakan salah satu kerajaan terluas dalam sejarah adalah sosok yang terus membuat banyak orang terpesona. Meskipun eksploitasi militer dan strategi briliannya sudah dikenal luas, ada beberapa aspek kehidupan dan kepribadiannya yang masih tersembunyi.Â
Sejak usia muda, Alexander menunjukkan bakat bawaan dalam perang dan diplomasi, atribut yang akan berperan penting dalam kampanye masa depannya untuk menaklukkan dunia. Namun dibalik pemimpin militer hebat ini, terdapat detail menarik yang mengungkap sisi berbeda dari kepribadiannya.
Alexander Agung dikenal karena strategi militernya dan kemampuannya untuk menginspirasi kesetiaan pasukannya, tetapi ia juga memiliki sisi yang lebih pribadi dan emosional. Contoh penting adalah hubungannya dengan teman dekat dan rekan pertempurannya, Hephaestion. Alexander dan Hephaestion memiliki ikatan yang sangat kuat, dan beberapa sejarawan percaya bahwa hubungan mereka lebih dari sekedar persahabatan, menunjukkan hubungan emosional dan bahkan romantis yang mendalam. Ketika Hephaestion meninggal pada tahun 324 SM, Alexander sangat terpukul. Dia memerintahkan berkabung nasional dan membangun sebuah monumen untuk menghormatinya, menunjukkan betapa berartinya Hephaestion baginya, baik secara pribadi maupun profesional.
10 Fakta Menarik dari Kehidupan Alexander Agung dari MakedoniaÂ
1.) Pendidikan di bawah Aristoteles Alexander adalah murid Aristoteles, salah satu filsuf terhebat dalam sejarah. Di bawah bimbingannya, Alejandro mempelajari berbagai disiplin ilmu, termasuk filsafat, sains, kedokteran, dan sastra. Pendidikan ini memberinya pemikiran analitis dan strategis yang digunakan dalam kampanye militernya.
2.) Mimpi KenabianÂ
Dikatakan bahwa Alexander mendapat mimpi kenabian. Menurut tradisi, sebelum pertempuran Gaugamela, Alexander memimpikan sosok mitos yang menjamin kemenangannya. Mimpi seperti ini mengobarkan keyakinannya pada takdirnya sebagai penakluk ilahi.
3.) Diogenes dan Alexander
Salah satu anekdot paling terkenal adalah pertemuannya dengan Diogenes dari Sinope, filsuf Sinis. Ketika Alexander bertanya apakah ada yang bisa dia lakukan untuknya, Diogenes, yang sedang berjemur, hanya menjawab, "Ya, menjauhlah, kamu menghalangi sinar matahari dariku." Alexander, terkesan dengan keterpisahannya, berkomentar: "Jika saya bukan Alexander, saya ingin menjadi Diogenes."