Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Saffron: Warisan Emas Merah Zaman Persia Kuno

4 Juli 2024   15:11 Diperbarui: 5 Juli 2024   11:42 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Rempah Saffron Merah, sumber gambar: depositphotos/bhofack2)

Apakah anda suka Saffron? Apakah anda menggunakannya dalam teh atau makanan panggang lainnya? Itu hanya menambah kemahiran sempurna pada setiap makanan, minuman, atau makanan yang dapat dimakan. Saat anda menikmati benang emas dari rempah-rempah yang berharga ini, anda mungkin tertarik untuk mengetahui bahwa sejarah Saffron sama kaya dan semaraknya dengan warna dan aromanya.

Bayangkan jika lanskap gersang di Iran kuno, tempat kisah Saffron dimulai. Ini bukan sekadar kisah kenikmatan kuliner, melainkan kisah yang terkait dengan esensi budaya dan sejarah Persia.

Saffron, kepala putik bunga Crocus sativus yang dikeringkan, telah disimpan selama ribuan tahun, jauh sebelum masuknya Islam, dan berakar kuat pada peradaban kuno Persia. Penggunaan Saffron sudah ada sejak Zaman Perunggu, di mana saffron tidak hanya dijadikan sebagai makanan pokok tetapi juga sebagai komoditas berharga, simbol kekayaan, dan zat yang memiliki khasiat pengobatan dan spiritual yang luar biasa.

Kerajaan Persia, yang terkenal dengan kemegahan dan kecanggihannya, menghargai Saffron sebagai simbol kemakmuran mereka. Itu digunakan di dapur kerajaan untuk meningkatkan rasa dan warna hidangan lezat mereka, dalam ritual untuk memurnikan ruang dan memohon kemurahan Pencipta, dan dalam pengobatan untuk menyembuhkan tubuh dan pikiran. Orang Persia kuno percaya bahwa Saffron memiliki kekuatan untuk mengobati kesedihan dan menimbulkan kegembiraan, sebuah keyakinan yang telah mulai divalidasi oleh ilmu pengetahuan modern melalui temuannya tentang sifat antidepresan Saffron.

Di luar perbatasan Iran, daya tarik Saffron menyebar di sepanjang Jalur Sutra, dibawa oleh para pedagang yang menyadari nilainya. Ia menemukan jalannya ke dalam hati dan dapur peradaban di seluruh Asia dan Eropa. Namun, di Iran, tanah kelahirannya, makna budaya dan sejarah saffron masih tetap terjaga.

Saat anda menikmati Saffron dalam paella, teh, atau makanan panggang anda, ingatlah bahwa anda mengambil bagian dalam tradisi yang berlangsung selama ribuan tahun, sebuah tradisi yang menghubungkan anda dengan orang Persia kuno yang pertama kali menemukan keajaiban rempah emas ini.

Namun kisah Saffron tidak berhenti pada makna historis dan budayanya saja. Sejarah ekonominya juga sama menariknya. Saffron telah lama dikenal sebagai rempah termahal di dunia, sering disebut sebagai "emas merah". Ini bukan sekadar metafora; dalam banyak periode sepanjang sejarah, Saffron benar-benar bernilai emas.

Di Persia kuno, Saffron sangat dihargai sehingga digunakan sebagai mata uang. Para pedagang akan membandingkan Saffron dengan emas, yang merupakan bukti betapa berharganya Saffron. Proses pemanenan Saffron yang melelahkan, yang melibatkan pemetikan kepala putik halus dari setiap bunga, berkontribusi pada tingginya biaya. Dibutuhkan sekitar 75.000 bunga Saffron untuk menghasilkan satu pon Saffron saja, menjadikannya salah satu tanaman yang paling padat karya di dunia.

Selama periode abad pertengahan, nilai Saffron melonjak lebih tinggi. Ini adalah komoditas yang didambakan di pasar Eropa, tidak hanya digunakan untuk memasak tetapi juga untuk obat-obatan dan pewarna kain. Catatan dari masa itu menunjukkan bahwa Saffron  sering diperdagangkan dengan harga yang sebanding dengan emas. "Perang Saffron" yang terkenal pada abad ke-14, di mana para perompak menyita kiriman Saffron menuju Eropa, menyoroti nilai rempah-rempah yang luar biasa dan seberapa besar usaha yang dilakukan orang untuk mendapatkannya.

Di zaman modern, Saffron tetap mempertahankan statusnya sebagai barang mewah, meskipun harganya berfluktuasi berdasarkan penawaran dan permintaan, faktor geopolitik, dan praktik budidaya. Meskipun nilainya tidak selalu setara dengan emas saat ini, Saffron berkualitas tinggi tetap saja sangat mahal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun