Kegagalan Dalam Berbisnis
Devi Juwita mengatakan bahwa kegagalan dalam bisnisnya bukan hanya sekali dua kali, namun puluhan kegagalan telah ia lalui. Mulai dari habisnya modal, usaha yang sepi, spekulasi modal hingga ditipu orang sudah pernah dilalui. Menurutnya, dengan kegagalan ini tidak membuatnya menyerah begitu saja. "Kegagalan adalah guru, untuk evaluasi perjalanan yang telah kita lalui" Ujar Devi Juwita. Semua pembisnis yang telah berdiri lama pasti pernah merasakan kegagalan, namun problem solving disaat gagal harus bisa dilakukan dan diterapkan, banyak juga yang ketika gagal dan menyerah tidak melanjutkannya lagi hingga terjadi gulung tikar hal ini dianggap Devi Juwita merupakan sebuah kekalahan dalam berbisnis, "orang yang bertahan sampai akhir adalah pemenangnya" ujar Devi  Juwita saat diwawancara.
Pengalaman Berkesan Menjalani Bisnis Di Masa Sulit Seperti Saat Covid-19
Saat Indonesia dihadapi dengan pandemi Covid-19, semua rantai perekonomian kacau dan di awal bulan pandemi tersebut Devi Juwita merasa kelimpungan, karena pasar sepi, orang - orang sekitar terpapar penyakit tersebut. Tetapi Devi Juwita memikirkan ada keluarga yang harus diberi makan, ada beberapa keluarga yang menggantungkan hidup kepadanya. Dengan modal nekat dan ambisiusnya, Devi Juwita langsung mengubah haluannya dari bisnisnya yang memproduksi tas dengan menggantikan bisnis masker scuba. Bermodalkan banyak relasi di dunia tekstil Devi Juwita tidak merasa kesulitan untuk mendapatkan bahan tersebut. Kemudian Devi Juwita mencari vendor untuk pemotongan bahan, karena mengingat harga mesin laser cutting yang terbilang mahal berkisar 700 juta sampai 1 milliyar rupiah. Devi Juwita merasa jika untuk membeli mesin tersebut adalah spekulasi yang belum tentu akan berhasil, akhirnya Devi Juwita mendapatkan vendor ketika pandemi Covid-19. Saat teman - teman bisnisnya merasakan kesusahan dan kelimpungan karena penghasilan yang tidak ada sama sekali, justru Devi Juwita bisa mendapatkan berkah dengan mencari celah disaat kondisi genting pandemi sekalipun, tentu Devi Juwita tidak memonopoli penjualan masker ini. Â Pastinya Devi Juwita menjual dengan harga yang terbilang terjangkau, Â jadi menurut Devi Juwita bisnis pada saat itu adalah Kerjasama. Bahkan bisnisnya benar bekerja sama dengan beberapa instansi pemerintahan untuk penyebarluasan masker agar orang lain tidak terpapar Covid-19. Untuk perlu diketahui selain membisniskan penjualan masker, Devi Juwita juga menambahkan bisnisnya seperti hand sanitizer, APD kepada beberapa rumah sakit yang ada di kota Bandung bahkan menjadi mitra. Devi Juwita pada saat itu, tidak ada kesan mengambil keuntungan tinggi. Devi Juwita hanya berniat ingin menolong, dengan harga jual terjangkau dan tidak terbilang mahal pada saat itu. Â Justru Devi Juwita turut andil untuk memproses harga agar supply and demandnya stabil pada pandemi tersebut.
Bisnis konveksi ini bukan hanya sekedar tumpuan utama mata penceharian Devi Juwita semata, tetapi didalam bisnis ini juga ada kebahagiaan Devi Juwita. Karena didalamnya ada aktivitas dan kesehariannya sudah semuanya berkaitan. Mulai dari interaksi dengan para pemilik toko bahan, dan berinteraksi dengan para pelanggan bisnis Devi Juwita. Karena para pekerja didalam bisnis konveksi Devi Juwita ini mayoritas adalah keluarganya, walaupun kadang merasa sedang sepi. Mereka tetap setia terhadap Devi Juwita, bahkan mandor produksi konveksi yang sekarang, telah ikut menjadi bagian dari keluarga dan masuk ke dalam kartu keluarga Devi Juwita, beliau adalah tunawisma yang telah ikut dengan orang tua Devi Juwita dari tahun 1980-an. Dari mulai usianya belasan tahun hingga di usia rentanya, beliau tetap setia pada bisnis konveksi Devi Juwita, bahkan katanya dulu sempat ada tawaran lain kepada beliau untuk ikut di perusahaan lain, namun beliau menolak dan tetap setia kepada konveksi Devi Juwita. Karena menurutnya  ini bukan hanya tentang uang, tetapi ini tentang ibadah juga. Devi Juwita selalu mengatakan ingin berbuat baik sebelum wafat kelak agar nanti di hari akhir Devi Juwita tidak terlalu berat hisabnya. Devi Juwita merasa keinginannya hanya ingin berguna kepada banyak orang, seperti contohnya setiap harinya Devi Juwita memberi makan tetangganya. Karena menurut Devi Juwita "anggap saja seperti dirumah sendiri".  Menurut Devi Juwita jika tujuan hidup hanya ingin mencari uang lalu mati tanpa berbuat baik, tentu itu akan sia-sia.
Devi Juwita menganggap waktu adalah mata uang berharga, dan bisnis adalah panggilannya yang tidak kenal rasa lelah. Sejak pagi hingga senja, Devi Juwita mengarungi lautan laporan keuangan, melakukan pertemuan bisnis, dan panggilan telepon yang hampir tidak pernah berhenti. Anak dari Devi Juwita juga ikut turun tangan karena dia sendiri merasakannya, pastilah merasa bangga atas pencapaian dan pengorbanan yang telah diraih dari Devi Juwita untuk anak-anak dan keluarganya. Dan pencapaian itu bukan hanya dalam bentuk kesuksesan bisnis, melainkan juga dalam jejak-jejak kebaikan, keteladanan, dan keberanian yang ditanamkan dalam hati untuk setiap anaknya.
Bisnis konveksi yang Devi Juwita tekuni sejak lama ini bukan hanya sekadar pekerjaan, melainkan sebagai ladang kebijaksanaan yang dia panen untuk ditanamkan kepada anak-anaknya. Dalam kepadatan waktunya, Devi Juwita tetap bisa mengajarkan anak - anaknya arti kata tekun, tangguh, dan untuk tidak kenal rasa lelah. Bahkan, setiap cerita kesuksesan yang dia raih adalah pelajaran hidup yang diberikan kepada anak-anaknya, agar suatu hari anak - anaknya bisa memetik buah-buah kesuksesan dengan tangannya sendiri.
Seorang Devi Juwita telah berhasil dalam menciptakan lingkungan yang membangkitkan semangat berprestasi dan rasa tanggung jawab untuk anak-anaknya. Dengan dedikasinya terhadap pekerjaan dan keluarga, Devi Juwita memberikan contoh nyata bahwa keduanya bisa dijalani dengan penuh cinta. Ketenangan dan kebijaksanaannya dalam menghadapi tantangan bisnis juga menjadi modal yang berharga untuk diturun temurunkan tentunya diteruskan kepada anak-anaknya.
Dalam keberhasilan Devi Juwita tidak hanya diukur dari prestasi materinya, melainkan juga dari cara dia membentuk karakter anak-anaknya. Tentu mereka tidak hanya mendapatkan warisan materi, tetapi juga warisan nilai-nilai moral yang akan membimbing mereka sepanjang hidup. Ketulusan cintanya, kerja kerasnya, dan ketekunannya adalah bukti nyata dari dedikasi Devi Juwita sebagai ibu dan wanita yang memiliki peran besar dalam membentuk masa depan keluarga kecilnya. Karena Devi Juwita memberikan motivasi terhadap anak-anaknya untuk berani mengambil tantangan dan resiko, Devi Juwita berhasil mendidik anak-anaknya untuk ikut bergerak dalam bisnis konveksinya. Dan keberhasilannya yaitu anaknya berani untuk ikut terjun memasarkan produk-produk bisnis konveksinya.
Di dalam kepadatan jadwalnya, Devi Juwita tidak hanya menunjukkan cinta kepada anak-anaknya  dengan melalui kata-kata, melainkan juga melalui tindakannya. Memasak makanan favorit anak - anaknya, menyiapkan keperluan anak - anaknya, atau sekadar duduk bersama sembari bercerita. Semuanya menjadi momen berharga yang menandakan bahwa kasih sayang Devi Juwita tetap hadir, meski dalam kemasan yang berbeda untuk anak - anaknya. Hal tersebut menunjukan bahwa anak - anaknya tidak merasa keberatan jika ibunya yaitu Devi Juwita sibuk dalam bisnis konveksinya. Karena bagi anak - anaknya, Devi Juwita tetap bisa membagi waktu untuk anak dan keluarga dengan balutan kasih sayang tulusnya.
Bagi anaknya teruntuk Devi Juwita, baginya hanya bisa menggambarkan perasaan manusia berdasarkan pengetahuan yang telah diterima dari pengalaman hidupnya. Namun, jika ada kebanggaan yang mengalir dalam diri anak Devi Juwita, itu pasti menjadi cermin dari keberhasilan dan dampak positif yang telah dicapai bagi Devi Juwita untuk keluarga kecilnya.