Â
Meningkatnya lulusan perguruan tinggi baru atau fresh graduate setiap tahunnya merupakan masalah yang perlu dihadapi Pemerintah Indonesia. Kemampuan para lulusan baru tersebut masih belum cukup untuk menghadapi dunia profesional kerja. Sehingga, universitas menyiapkan agar sebelum lulus dari perguruan tinggi mereka memiliki skill dan kesiapan bekerja. Universitas-universitas tersebut membuat program tambahan untuk persiapan tersebut, yaitu dengan kegiatan kuliah kerja magang di perusahaan profesional. Program magang mahasiswa ini akan memberikan pengalaman praktik di dunia profesional yang dapat memberikan kesempatan melatih mahasiswa bekerja di perusahaan dalam jangka waktu yang pendek. Magang juga praktik yang bagus karena mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang didapatkannya dari kampus di ranah profesional sesungguhnya.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga telah mengatur program magang yang tercantum dalam Peraturan Menteri nomor 63 tahun 2024. Program magang ini diselenggarakan oleh perguruan tinggi bersama dengan mitra penyelenggara magang. Kedua belah pihak tersebut harus memastikan bahwa program magang untuk mahasiswa ini akan memberikan pengalaman praktis yang berguna juga relevan dengan bidang studi mahasiswa, serta pilihan karier mahasiswa kedepannya.
Dari Overworked hingga Senioritas Dialami oleh Pemagang Mahasiswa
Magang tersebut memang ditunjukkan agar mahasiswa memiliki pengalaman serta dapat merasakan atmosfer dunia kerja sesungguhnya. Namun, pada pelaksanaannya program magang ini justru diwarnai oleh polemik di dalamnya. Peraturan permagangan secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2020. Dalam peraturan ini tercantum mengenai tujuan magang, ketentuan usia, syarat kesehatan, transparansi nilai, hingga uang saku yang diperoleh selama kegiatan pemagangan. Penelitian yang dilakukan oleh (Wulansari, 2023) terhadap 215 responden menunjukkan data bahwa 53% responden pemagang menyatakan mereka kerap bekerja di luar jam kerja yang terpaksa membawa pekerjaan untuk dikerjakan di rumah karena beban yang tinggi. Hanya 23,72% responden pemagang yang menyatakan menerima upah. Kemudian, 3% responden bekerja lebih dari 8 jam sehari untuk menyelesaikan target.
"Jadi di ketenagakerjaan itu luar biasa banyak aturannya terkait dengan itu. Â Secara pengaturan. Pemerintah berusaha untuk lebih baik. Tapi memang implementasinya (bermasalah). Pertanyaan tadi. Implementasinya di dalam ketenagakerjaan juga masih banyak PR-nya. Kenapa? Karena yang magang ini kemudian dijadikan kesempatan oleh perusahaan. Untuk tidak rekrut tenaga kerja. Tidak diupah lagi. Karena gak ada upah. Dia hanya dikasih uang saku aja kan. Insentif aja," terang Holyness, dosen ahli ketenagakerjaan, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.
Dalam praktiknya, alih-alih pemagang ini ditugaskan untuk belajar, justru pemagang ini terjebak dalam sistem sukarelawan. Program ini banyak dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan yang "curang" memanfaatkan tenaga mahasiswa untuk dieksploitasi sebagai buruh gratis, mengabaikan hak-hak yang seharusnya didapat oleh pemagang. Perusahaan memanfaatkan kerancuan yang ada pada regulasi pemagangan untuk mencari tenaga kerja murah.
Permasalahan-permasalahan seperti ini juga diakibatkan karena tidak adanya perjanjian mengenai hak dan kewajiban pemagang antara calon pemagang dengan perusahaan terkait. Padahal dengan adanya keterikatan perjanjian akan memberikan jaminan hak dan kewajiban atau kontrak tersebut dapat memastikan mahasiswa mengetahui hak-hak mereka, seperti waktu kerja, tunjangan, perlindungan selama waktu magang, dsb. Kontrak ini juga berguna agar mahasiswa tahu apa saja yang seharusnya dipelajari dan dikerjakan selama proses magang berlangsung, sehingga dapat mengurangi potensi konflik atau kesalahpahaman mengenai tugas mahasiswa di tempat magang. Kemudian, dalam situasi lain, kontrak juga dapat menjadi dokumen legal yang akan melindungi kedua belah pihak agar tidak terjadi perselisihan, misalnya mengenai waktu kerja.
"Kurangnya komunikasi antar masing-masing departemen atau prodi pemagang dengan kantor riset ini membuat beberapa hal, seperti di antaranya sistem konversi sks, administratif, evaluasi akhir, dan hal-hal lainnya menjadi tidak karuan karena tidak adanya perjanjian yang 'pasti' mengenai ketentuan bagaimana pemagang akan bekerja dan mengerjakan apa saja sesuai dengan tugasnya," jelas, Diah, pemagang di salah satu perusahaan daerah Jakarta.
Dirinya menjelaskan karena dari awal tidak ada kontrak yang mengikat mengenai hak dan kewajiban apa saja untuk mengetahui mengenai sistem konversi sks, hingga tugas apa saja yang seharusnya dirinya kerjakan membuat kesalahpahaman terjadi. Lebih lanjut, karena tidak adanya kontrak tersebut, pemberian tugas dan jam kerja kepada pemagang menjadi kurang jelas.
"Hal ini juga yang membuat beberapa pemagang menjadi overworked karena mereka berakhir mengerjakan apapun yang diberikan atau diminta oleh lingkungan sekitarnya. Ketidakbijaksanaan pengelolaan tanggung jawab dan banyaknya proyek yang ada, membuat para pemagang seolah-olah menjadi salah satu penanggung jawab penuh dari keberlanjutan dan aksi dari proyek tersebut. Kerap kali pemagang ikut melembur karena mengikuti tugas mereka yang cukup banyak dan semestinya bukan bagian dari mereka," lanjutnya.