Program nuklir Korea Utara telah menciptakan salah satu krisis internasional paling mendesak dan berbahaya di era modern. Sejak dimulainya pengembangan senjata nuklir pada 1960-an, Korea Utara telah mendorong dunia ke ambang ketegangan global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam "Detik-Detik Terakhir Perdamaian," kita mengeksplorasi bagaimana ancaman nuklir dari Pyongyang tidak hanya mengancam keamanan regional tetapi juga mengguncang stabilitas global, serta tantangan besar dan upaya yang dihadapi komunitas internasional dalam menanggapi krisis ini.
Awal Mula Krisis Nuklir
Program nuklir Korea Utara dimulai pada 1960-an dengan dukungan teknologi dari Uni Soviet [1]. Namun, perhatian dunia tertuju pada pengembangan nuklir Pyongyang secara dramatis setelah uji coba nuklir pertamanya pada 9 Oktober 2006 [2]. Uji coba tersebut menandai dimulainya serangkaian uji coba yang semakin mengkhawatirkan, termasuk klaim Korea Utara pada Januari 2016 bahwa mereka telah berhasil menguji bom hidrogen [3]. Pengujian ini menunjukkan lonjakan signifikan dalam kemampuan nuklir Korea Utara dan menambah ketegangan global.
Aktivitas Nuklir Terbaru
Dalam beberapa tahun terakhir, Korea Utara terus meningkatkan aktivitas nuklirnya dengan uji coba dan pengembangan teknologi baru. Pada 2023, Korea Utara melakukan uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) yang baru, yang mereka klaim sebagai langkah untuk mengembangkan sistem pengiriman nuklir yang lebih canggih [4]. Uji coba ini menunjukkan kemampuan Korea Utara untuk meluncurkan rudal dengan jangkauan global, memperburuk ketegangan di kawasan dan meningkatkan ancaman terhadap negara-negara di luar Asia Timur.
Selanjutnya, pada awal 2024, Korea Utara juga mengklaim telah melakukan uji coba sistem senjata nuklir bawah airnya, yang disebut sebagai "Haeil-5-23". Uji coba ini diumumkan sebagai respons terhadap latihan militer gabungan yang dilakukan oleh Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang [5].
Ancaman Terhadap Asia Timur
Krisis nuklir Korea Utara telah menempatkan kawasan Asia Timur pada risiko tinggi. Negara-negara tetangga seperti Jepang dan Korea Selatan, yang sebelumnya menikmati stabilitas relatif, kini merasa terancam dan telah merespons dengan langkah-langkah drastis. Jepang, misalnya, meningkatkan anggaran pertahanannya dan memperkuat kemampuan misilnya sebagai respons terhadap ancaman nuklir Korea Utara [6]. Ini menunjukkan ketidaknyamanan dan keputusasaan negara-negara yang berada di garis depan ancaman nuklir.
Korea Selatan, yang juga berada dalam jangkauan potensial serangan nuklir, telah memperluas program pertahanannya secara signifikan. Negara ini telah memperkenalkan sistem pertahanan rudal canggih dan melakukan latihan militer secara rutin bersama Amerika Serikat untuk memperkuat kemampuannya menghadapi ancaman [7].
Respon Amerika Serikat dan Ketegangan Global
Sebagai sekutu utama Korea Selatan dan Jepang, Amerika Serikat telah memperkuat kehadiran militernya di Asia Timur. Langkah-langkah ini termasuk peningkatan latihan militer bersama dan penyebaran sistem pertahanan rudal THAAD (Terminal High Altitude Area Defense) untuk melindungi negara-negara sekutunya dari potensi serangan nuklir [8]. Meskipun tindakan ini dimaksudkan untuk melindungi sekutu, mereka juga meningkatkan ketegangan di kawasan dan berpotensi memicu perlombaan senjata yang dapat memperburuk ketidakstabilan.