Paris Agreement merupakan perjanjian internasional yang dibahas dalam Konfrensi Perubahan Iklim PBB atau sering disebut dengan Confrence Of Parties  (COP).  Dilansir dari situs resmi United Nations Climate Change pada COP ke 21 yang diselenggarakan di paris tersebut sebanyak 196 negara ikut dan menjadi salah satu konfrensi internasional terbesar yang pernah diadakan di Paris karena kurang lebih setidaknya ada 50.000 peserta yang mana 25.000 peserta merupakan delegasi resmi baik dari pemerintahan, organisasi pemerintah, badan-badan PBB, LSM dan juga masyarakat sipil.Â
Paris agreement sendiri merupakan perundingan pertama di PBB sejak duapuluh tahun yang dalam kesepakatannya mencapai suatu kesepakatan iklim yang juga mengikat secara hukum dan universal. Kesepakatan Paris pada 12 Desember 2015 dan mulai berlaku pada 4 November 2016 ini sendiri memiliki tujuan utama yaitu adanya pembatasan dalam kenaikan suhu rata-rata global menjadi jauh di bawah 2C pada masa pra industri yang ideal dari kenaikan suhu pada abad ini diperkirakan 1,5 C. Perjanjian Paris ini juga mencakup beberapa ketentuan untuk mendorong pengurangan dari emisi gas rumah kaca global secara progresif.
Implementasi dari kebijakan COP21 ini berdampak kebeberapa aspek seperti Ekonomi dan juga kebijakan politik di seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena pendanaan dari kebijakan ini memerlukan banyak dana yang tidak sedikit, negara-negara terkaya di dunia yang berkomitmen memberikan pendanaan yang berkisar  100 miliar US$ pertahun ke negara-negara  miskin dan berkembang yang mana awal target di tahun 2020 namun bisa terpenuhi mulai tahun 2023 dan pendanaan tersebut tentunya akan meningkat tiap tahunnya. Hal tersebut dihitung menjadi sebuah bentuk kerugian kesejahteraan yang dialami oleh Uni Eropa, dihitung berkisar 1,0 hingga 1,5 persen yang diperkirakan pada tahun 2030 apabila kebijakan COP21 terlaksana sepenuhnya.Â
Tidak hanya negara di Uni Eropa yang akan mengalami kerugian tersebut adapula negara seperti Australia, Selandia Baru dan Meksiko yang mana pengaruh kerugian yang akan dialami mencapai sekitar 1,5 persen. Lain halnya dengan negara-negara yang tadi sudah disebutkan Cina sebagai salah satu negara penghasil emisi besar tersebut mengalami dampak minimal. Hal ini tentu saja membawa kekhawatiran yang berkepanjangan  karena dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia atau memperburuk ketimpangan ekonomi yang ada.
Selain berpengaruh pada Ekonomi Kebijakan COP21 berdampak pada kebijakan politik yang mana dapat mendorong negara-negara  untuk mengajukan kontribusi nasional yang ditentukan sendiri. Dalam kontribusi nasional tersebut negara-negara yang berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan membangun ketahanan terhadap dampak perubahan iklim mendatang. Terlebih lagi Paris Agreement juga dapat mengubah prioritas negara-negara terikat  menjadi lebih mengutamakan masalah lingkungan dalam agenda politik mereka dan perubahan iklim akan terintegrasi ke dalam kebijakan ekonomi, energi, dan pengembangan.
Daftar Pustaka:
Wadhwa, Deepika., Mani, Muthukumara., Hussein, Zekarias., & Narayanan Gopalakrishnan, Badri. (2018). Publication: Paris Climate Agreement and the Global Economy: Winners and Losers. (https://openknowledge.worldbank.org/entities/publication/2d98e136-118c-5f17-91a0-46b6f768abda, diakses pada 26 Februari 2024)
COP21 Paris. (2015). UNFCCC COP 21 Paris Perancis - Konfrensi Iklim Paris 2015. (https://www.cop21paris.org/about/cop21, diakses pada 26 Februari 2024)
UNFCCC. (2023).Paris Agreement.(https://unfccc.int/process-and-meetings/the-paris-agreement, diakses pada 26 Februari 2024)
Favino, Caterina. (2022). Examining the Economic Impact of the Paris Agreement. (https://earth.org/the-economic-impact-of-the-paris-agreement/, diakses pada 26 Februari 2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H