Mohon tunggu...
Nadiyah Asyifa Putri
Nadiyah Asyifa Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kontribusi Perusahaan Multinasional terhadap Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

21 Maret 2023   04:58 Diperbarui: 21 Maret 2023   05:21 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan berkembangnya peradaban manusia secara pesat yang diiringi dengan kemajuan teknologi akibat dampak globalisasi, kemampuan masyarakat dalam menciptakan situasi yang tentram baik tingkat perseorangan maupun tingkat negara juga menjadi meningkat. Sektor ekonomi merupakan salah satu sektor yang memiliki peluang tinggi dalam meningkatkan kesejahteraan negara. Selain itu, pasar bebas dianggap lebih efisien dan responsif dalam menyuarakan kepentingan politik sehingga dapat berpengaruh dalam kemajuan demokrasi.

Untuk meningkatkan perekonomian global diperlukannya keterlibatan baik aktor pemerintah maupun non-pemerintah, termasuk perusahaan multinasional. Multinational Corporations (MNCs) atau perusahaan multinasional adalah sebuah perusahaan yang melakukan investasi dan beroperasi di berbagai negara dengan tujuan untuk menjangkau pasar luar negeri yang lebih luas agar dapat dimudahkan dalam memperoleh bahan mentah sehingga mendapatkan keuntungan dari biaya produksi atau pajak yang lebih rendah.

Multinational Corporations (MNCs) adalah implementasi dari globalisasi ekonomi. Dalam praktiknya, korporasi menerapkan prinsip-prinip neoliberalisme yang membatasi peran pemerintah. Sementara itu, globalisasi finansial dan kapitalisme mendorong perkembangan perusahaan multinasional di hampir seluruh negara dunia. Disebutkan oleh Stiglitz, perusahaan multinasional muncul dari kesalahan globalisasi yang berdasarkan pada keyakinan bahwa perbuatan baik akan memberikan manfaat bagi perusahaan dan perbuatan yang buruk berujung pada perkara hukum yang tidaklah murah. Dengan tujuan perusahaan untuk menghasilkan laba sebanyak-banyaknya, maka perusahaan akan mencari negara dengan lingkungan yang mendukung untuk berinvestasi.

Korporasi yang masih terkendala oleh lingkungan persaingan yang kompetitif akan menciptakan peluang terjadinya Race to the Bottom pada perusahaan multinasional. Oleh karena itu, untuk menghindari runtuhnya sebuah perusahaan diperlukan berbagai faktor yang dapat mendukung keberlangsungan hidup perusahaan. Salah satu faktor yang menjadi pendukung dalam menjaga keberlangsungan hidup sebuah perusahaan, yaitu dengan adanya pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR). Hal ini dilaksanakan sebagai bentuk kegagalan negara dalam memberikan subsidi kepada masyarakat dalam bentuk bantuan sosial kesejahteraan (social assestance).

Akivitas Corporate Social Responsibility

Kemunculan CSR di awali dari beragam aktivitas perusahaan yang berdampak bagi kualitas kehidupan manusia baik secara individu, masyarakat, maupun seluruh kehidupan. Dengan terjadinya deforestasi, kurangnya akses pendidikan dan air bersih, kemiskinan, pemanasan global, muncul penyakit menular, serta pencemaran lingkungan yang berlangsung secara terus-menerus mengacu pada timbulnya produk tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR.

CSR ditinjau sebagai heroisme perusahaan untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan, khususnya yang berkaitan dengan ekonomi, lingkungan, dan sosial. Namun, nyatanya masih banyak perusahaan yang alih-alih melaksanakan CSR, sebaliknya justru perusahaan-perusahaan ini melakukan CSR-Washing. Perusahaan ini cenderung melakukan kegiatan yang dibuat seolah-olah bagian dari CSR untuk memperoleh citra yang positif tetapi bertentangan dengan tujuan CSR yang sesungguhnya. Misalnya, seperti penurunan debit air di daerah Klaten, peristiwa Teluk Bayat di Sulawesi Utara, serta permasalahan lingkungan dan konflik dengan masyarakat adat sekitar Papua dapat menunjukkan bahwa CSR dari perusahaan multinasional belum sepenuhnya menyentuh lingkungan dan masyarakatnya secara nyata.

Sebagai perusahaan multinasional di era yang sudah memasuki Sustainable Development Goals (SDGs) dan mendukung tujuan tersebut, seharusnya mereka paham dengan dampak yang ditimbulkan dari proses produksi perusahaan. Kebanyakan dari perusahaan-perusahaan tersebut hanya menganggap bahwa keberadaannya di suatu negara sudah cukup memenuhi tanggung jawab sosialnya dengan berkontribusi menyediakan lapangan pekerjaan yang berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sebuah negara.

Walaupun faktanya, perusahaan multinasional tersebut telah mengeruk sumber daya alam secara eksploitatif dan masif. Tidak hanya itu, penggunaan produk sintesis yang berasal dari sistem produksi massal juga menghasilkan kontribusi yang besar terhadap kualitas ekologi. Hal tersebut akan merembet pada kesehatan masyarakat yang nantinya akan menimbulkan masalah-masalah sosial baru. Selain itu, fenomena kelangkaan sumber daya alam karena eksploitasi yang berlebihan dapat menjadi faktor dari munculnya konflik-konflik sosial.

Kontribusi terhadap Sustainable Development Goals

Sebelumnya, pada Konferensi Rio de Janeiro tahun 1992, ditetapkan bahwa tujuan dari CSR itu sendiri adalah untuk berkontribusi secara positif pada Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs sendiri memiliki 17 tujuan yang bertujuan untuk memberantas kemiskinan, menjamin kesejahteraan bagi semua makhluk, dan melindungi planet bumi. Salah satu tujuan terpentingnya adalah untuk mencapai misi nol emisi karbon pada tahun 2050. Tujuan ini sangatlah penting untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim serta perlindungan lingkungan alam. Melalui SDGs, banyak perusahaan multinasional yang melaksanakan tanggung jawab CSR untuk membantu perusahaan mencapai tujuan ambisius nol emisi karbon.

Banyak contoh perusahaan multinasional yang berkontribusi terhadap pencapaian SDGs. Misalnya, Unilever merupakan salah satu perusahaan yang memimpin program keberlanjutan dan pengelolaan lingkungan. Perusahaan tersebut berjanji untuk mengurangi separuh dampak lingkungannya pada tahun 2030 dan berinvestasi secara besar-besaran dalam energi terbarukan, pengurangan limbah, dan peningkatan kualitas air. Unilever juga telah berkomitmen untuk mendapatkan 100% bahan baku pertaniannya secara berkelanjutan pada tahun 2020 dan mengembangkan Unilever Sustainable Living Plan yang isinya mengenai bagaimana perusahaan akan membantu meningkatkan kualitas hidup lebih dari satu miliar orang pada tahun 2020.

Sayangnya, terdapat perusahaan multinasional yang menyebabkan kerusakan parah terhadap lingkungan alam. Salah satunya adalah perusahaan pertambangan seperti Barrick Gold Corporation dan Newmont Mining Corporation yang dianggap menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan dalam meraup emas. Perusahaan-perusahaan tersebut dianggap mencemari sungai dan merusak lingkungan sekitar, serta menimbulkan gangguan sosial di masyarakat tempat mereka beroperasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun