Â
Aku suka bernostalgia.
Terkadang bernostalgia adalah hal yang paling menyenangkan dan menenangkan;
Tetapi, bernostalgia tak selalu mengenang tentang hal-hal menyenangkan. Nostalgia juga terkadang malah memancing luka-luka lama yang berusaha untuk dilupakan.
Kegiatan yang seharusnya menyenangkan malah dirusak oleh kenangan yang tidak mengenakkan. Mungkin jika ingin bernostalgia, seharusnya ingat momen-momen yang baik saja. Namun, jika teringat hal yang tidak menyenangkan, jangan larut dalam kenangan sedihnya. Cukup dikemas untuk dijadikan pelajaran untuk di masa depan. Aku pun begitu.
Bernostalgia bagiku bisa melalui apa saja, entah melalui lagu, tempat, suasana, atau bahkan aroma.
Jika bernostalgia adalah tentang perjalanan rasa di masa lalu, apakah seharusnya itu hal yang baik atau malah akan menambah duka karena tanpa sengaja mengenang luka lama?
Dan, apa sebaiknya kita tidak boleh melakukan perjalanan masa lalu karena itu? Apakah kita harus menerima luka dan duka lama itu lalu terpaksa menjadikannya kenangan?
 Bernostalgia memaksa kita untuk mengingat hal-hal detail yang mungkin sebenarnya hampir saja terlewat. Misalnya makanan yang kita makan, pakaian apa yang kita kenakan, parfum apa yang kita semprotkan, atau bahkan siapa saja yang kita temui pada moment itu. Menebak-nebak percakapan apa saja yang terjadi pada masa yang hampir saja terlupakan sebab perjalanan waktu.
Banyak tawa dan helaan napas yang terlepas jika itu tentang masa lalu. Tak jarang dibarengi dengan sebuah penyesalan yang pada akhirnya mendatangi ketika sebuah cerita tentang masa itu sudah usai. Dan masa lalu tak akan berubah, segala yang terjadi akan tetap tertinggal pada waktu itu tanpa bisa diulang maupun diganti.
Berita tentang kehilangan akan terus berkumandang tanpa kenal waktu. Lalu kita mempersiapkan kotak untuk menyimpan semua kenangan, cerita dan memori. Meletakkannya disudut otak dan hati agar tidak terlupa jika suatu saat waktu untuk bernostalgia tiba dan menjadikannya pelajaran.