Mohon tunggu...
Nadine LaRosa
Nadine LaRosa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa aktif Prodi Bimbingan dan Konseling, Universitas Pendidikan Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Standar Kecantikan Fisik dan Kesehatan Mental pada Remaja di Era Revolusi Informasi

2 November 2023   23:58 Diperbarui: 5 November 2023   15:58 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Standar Kecantikan Fisik dan Kesehatan Mental Pada Remaja Di Era Revolusi Informasi

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N. dan Nadia Aulia Nadhirah, M.Pd. 

Setiap perempuan berhak merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Berhak merasa cantik apa adanya, apapun warna kulitnya, bentuk wajahnya, lurus atau ikal rambutnya, tinggi atau tidak tubuhnya (Rodrigues, 2023). Ada situasi dimana tingkat ketidakpuasan dalam pikiran manusia sangat tinggi sehingga mereka sulit menerima diri mereka sendiri dengan apa adanya, dan mereka cenderung memiliki keinginan untuk melakukan perubahan pada tubuh mereka. Situasi  seperti ini sering kali muncul akibat adanya tekanan sosial yang mengharuskan seseorang untuk mematuhi standar kecantikan yang diberlakukan oleh masyarakat.

Standar kecantikan menyinggung dampak besar terutama bagi perempuan. Terlalu banyak standar kecantikan yang dibicarakan di media sosial sehingga dapat berpengaruh terhadap bagaimana cara perempuan memandang dirinya sendiri. Sering kali banyak pesan- pesan di media sosial yang membuat perempuan merasa bahwa dirinya tidak cantik karena dirinya tidak seperti standar kecantikan yang selalu dibicarakan.

Citra tubuh telah menjadi suatu bagian penting dalam kesejahteraan fisik dan mental (Dittmar, H, 2009). Ketidakpuasan terhadap citra tubuh dapat membuat individu lebih rentan terhadap stigmatisme dari orang lain. Perasaan ini dapat merusak kesehatan mental dan sosial seseorang (Puhl & Heuer, 2009). Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mengatasi citra tubuh yang negatif untuk mendukung kesejahteraan fisik dan mental yang lebih baik.

Stereotip gender pada masyarakat juga merupakan suatu hal yang memiliki pengaruh terhadap standar kecantikan. Gambaran tentang bagaimana laki-laki dan perempuan seharusnya berperilaku, tampil, atau berfungsi dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin mereka. Stereotip gender sering kali menciptakan pandangan tentang apa yang dianggap cantik atau menarik bagi laki-laki dan perempuan. Misalnya, stereotip gender dapat menyebabkan pemahaman bahwa laki-laki harus memiliki fisik yang kuat dan dominan, sementara perempuan diharapkan untuk memiliki tubuh yang ramping dan feminim.

Era revolusi informasi telah mengubah pandangan terhadap standar kecantikan yang ada. Saat ini, semakin banyak tekanan untuk memenuhi standar kecantikan yang diperkuat oleh tren yang sedang berlangsung, dan ekspektasi untuk menjadi sempurna yang tercipta karena adanya media sosial yang seringkali menampilkan orang-orang dengan berbagai efek dan filter yang membuat terlihat sempurna.

Kecantikan pada hakikatnya berarti kemampuan untuk terlihat menarik secara keseluruhan, bukan hanya dari bagian per bagian (Sari, 2019). Dalam arti yang lebih luas, kecantikan mencakup ukuran-ukuran tubuh fisik, dan mental atau kepribadian (inner beauty) dengan ukuran standar, sehingga secara keseluruhan melahirkan kecantikan sejati (Wiasti, 2012). Adanya standar kecantikan ini dapat mempengaruhi konflik batin dan luka-luka emosional.

Seringkali pengguna media sosial merasa terpengaruh untuk membandingkan diri dengan orang lain yang terlihat sempurna dalam gambar dan kisah yang mereka bagikan, yang kemudian dapat menyebabkan perasaan ketidakpuasan dan ketidakamanan terhadap penampilan mereka sendiri (Tiggemann, M., & Slater, A, 2014). Ini adalah fenomena yang dikenal sebagai komparasi sosial di mana individu cenderung membandingkan diri mereka dengan orang lain, terutama dengan mereka yang tampak sempurna atau memiliki kehidupan yang tampak lebih baik.

Perasaan-perasaan seperti insecure tidak merasa aman, bersalah, rendah diri, benci, cemburu, dan iri hati merupakan suatu bentuk gangguan emosi yang dapat menyebabkan mental yang tidak sehat (Semium, 2006). Dalam hal ini, individu harus dapat mengontrol reaksi-reaksi terhadap apa yang dilihatnya dari media sosial. Penting bagi individu untuk mengenali perasaan mereka ketika menggunakan sosial media. Menyadari bagaimana konten tertentu memengaruhi perasaan mereka adalah langkah awal dalam mengendalikan reaksi emosional.

Individu dengan self-concept yang negatif selalu akan merasa tidak puas terhadap dirinya sendiri, dan lebih rentan terhadap tekanan media sosial. Mereka dapat merasa lebih cemas dan apabila tidak mampu mencapai standar kecantikan yang tampak begitu mendominasi di media sosial tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun