Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata kelompok 11 UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan ikut serta dalam pembuatan sapu gelagah di salah satu warga desa Wonosido, Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan, Minggu (01/10/2023).
Siapa yang tidak kenal sapu gelagah, alat rumah tangga yang tidak pernah lekang oleh waktu. Selalu dibutuhkan meski varian teknologi alat pembersih lantai modern bermunculan.
Pak sarno merupakan satu satunya pengrajin sapu di Desa Wonosido kecamatan Lebakbarang. Beliau telah puluhan tahun menggeluti profesi ini. dari berbagai pekerjaan yang dijalani beliau tetap tekun membuat sapu.
Berbagai macam sapu dibuat dengan bahan yang bermacam-macam, salah satunya adalah sapu rayung yang dibuat oleh pak sarno. Sapu jenis ini dibuat dengan bahan alami yang sering kita jumpai untuk menyapu rumah sehari-hari. bahan baku alami berasal dari rumput gelagah dan gagangnya dari bambu.
“Saya membeli rumput gelagah dari orang luar biasanya 1 iket rumput gelagah dihargai kisaran empat ribu sampai lima ribu” kata pak sarno.
Sapu rayung memiliki ciri khas yang lembut. Ringan digunakan dan efektif untuk menggiring debu dan kotoran yang ada dilantai. Bagian rumput gelagah yang digunakan adalah pelepahnya. Dari proses yang panjang pak sarno menyulapnya menjadi alat pembersih yang digemari banyak warga. Pelepah rumput gelagah akan dikeringkan terlebih dahulu. kemudian sapu rayung dipotong sepanjang 50 cm lalu disatukan dengan tali, tali yang digunakan yaitu menggunakan tali rafia selain itu butuh penjepit kayu yang dipakai untuk membuat posisi rumput gelagah rapi dan lebar, kemudian untuk menyambungkan sapu dengan gagangnya perlu menggunakan rotan.
Jika ingin memiliki sapu yang lebih tahan lama sekaligus menjaga lingkungan, sebaiknya menggunakan sapu yang materialnya terbuat dari bambu. Sebab, bambu adalah material yang berkelanjutan atau sustainable dan pertumbuhannya lebih cepat daripada kayu. Selain itu, material sapu bambu lebih ramah lingkungan daripada plastik.
"saya memproduksi sapu masih menggunakan bahan tradisional karena selain melestarikan alam bahan tradisional juga lebih awet jika digunakan untuk membuat sapu, dan sapu yang saya buat tidak menggunakan pewarna masih murni rumput gelagah, kualitas sapu yang diberi pewarna akan lebih rendah. Masyarakat lebih banyak berminat sapu yang tidak tercampur pewarna" ujar pak sarno.
Butuh keahlian khusus untuk menyatukan helaian rumput gelagah jadi sapu yang rapi.
Pak Sarno memulai menekuni kerajinan sapu sejak tahun 1973 sampai sekarang. Dalam memasarkan sapu pak sarno dibantu oleh istrinya yang dijual di warung-warung atau diklilingankan ke petungkriono atau daerah lain.