Mohon tunggu...
Nadiviansyah Putra
Nadiviansyah Putra Mohon Tunggu... Politisi - Mahasiswa

Mahasiswa yang saat ini sedang belajar untuk berpolitik agar Indonesia bisa menjadi negara maju

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Membandingkan Vonis Juliari Batubara dan Benny Tjokrosaputro

26 Agustus 2021   21:37 Diperbarui: 27 Agustus 2021   08:23 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari yang lalu, mantan Menteri sosial Juliari Batubara divonis 12 tahun penjara, lebih berat sedikit dari tuntutan jaksa yakni hanya 11 tahun penjara atas kasus korupsi Bantuan Sosial atau Bansos di wilayah Jabodetabek selama Pandemi Covid-19. Namun, hal ini masih jauh dari harapan masyarakat karena KPK sendiri pernah mewacanakan hukuman mati bagi koruptor yang pernah melakukan tindak pidana korupsi di tengah pandemic.

“Menurut saya, kedua bekas Menteri (Edhy Prabowo & Juliari Batubara) lebih cocok untuk divonis mati berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” ucap Wakil Menteri Hukum & HAM, Edward OS Hiariej. Seperti diketahui, Juliari Batubara sendiri terbukti menerima suap sebesar Rp. 32 miliar terkait pengadaan bansos di wilayah Jabodetabek. Dalam tuntutannya, Juliari memerintahkan stafnya, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono untuk meminta fee sebesar Rp. 10,000 tiap paket bansosnya dari perusahaan penyedianya.

Uang yang diterima oleh Juliari ini diduga dimanfaatkan untuk keperluan pribadi & juga keperluan partai. Hal ini dapat dibuktikan ketika Juliari sendiri mengakui menyewa pesawat pribadi ke sejumlah daerah seperti Labuan Bajo, Semarang, Medan, Bali & Natuna. Dalam menyewa pesawat ke Labuan Bajo ini, terdakwa mengaku karena ada acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Sosial yaitu rapat pimpinan yang diinisasi oleh Dirjen Limjamsos. “Biasanya tiap rapat koordinasi, itu yang menginisiasi Dirjennya” ucap Juliari.

Tidak hanya menyewa pesawat, tapi juga mengalir ke pengacara ternama, Hotma Sitompul dan Ketua DPC PDIP Kendal, Ahmad Suyuti. Juliari membayar kurang lebih Rp. 3 miliar ke Hotma Sitompul diduga untuk menangani kasus kekerasan anak yang dihadapi oleh Kemensos. Sedangkan, Suyuti menerima uang sebesar kurang lebih Rp. 508 miliar untuk kepentingan terdakwa di dapil wilayahnhya, Kendal.

Salah satu hal yang menjadikan politisi PDIP ini divonis ringan adalah sering dihina-hina dan dicaci maki oleh masyarakat. Namun, caci-maki yang sering ditujukan oleh masyarakat kepada mantan Menteri sosial ini dinilai wajar karena perbuatan yang dilakukan oleh Juliari ini termasuk perbuatan yang hina juga. Namun, hal yang juga meringankan mantan Mensos ini adalah terdakwa belum pernah dipidana dan berkelakuan baik selama dalam masa persidangan.

Sebelum Juliari, Benny Tjokrosaputro yang merupakan terdakwa dari kasus Jiwasraya divonis seumur hidup. Benny didakwa melakukan korupsi dari perusahaan asuransi plat merah, Jiwasraya untuk kepentingan bisnisnya. Diketahui, asset-aset yang disita pemerintah terkait kasus ini yakni berupa hotel di Solo, lahan di Batam, mall di Pontianak dan beberapa asset lainnya.

Benny Tjokro sendiri memang dikenal sebagai pengusaha ulung yang bisnisnya sudah merambah ke berbagai bidang. Benny sendiri diketahui memimpin sebagai komisaris dan direktur utama PT. Hanson International. Hanson sendiri merupakan perusahaan multibidang seperti property dan energi. Bentjok dimata investor memang dikenal sebagai penggoreng saham yang dinilai bisa menaikkan harga saham. Meskipun sudah sering terjerat kasus penggorengan saham, namun bisnis Bentjok tetap melantai di bursa.

Bentjok mulai dihadapkan dengan hukum sekitar awal tahun 2020 silam yang ditandai dengan gagalnya bayar JS Saving Plan sebesar Rp. 12,4 Triliun. Diduga, Benny melakukan aksi penggorengan sahan dan mengintervensi keputusan Jiwasraya. Selain Jiwasraya, Bentjok juga diadili dalam kasus Asabri. Kerugian negara yang ditaksir oleh Asabri ini mencapai Rp. 22,78 triliun. Aset yang disita oleh Kejagung terkait Asabri sudah mencapai Rp. 13 triliun.

Sehingga, dari kesimpulan ini bisa kita bilang adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum kita. Hanya karena menjadi seorang Menteri yang didakwa melakukan korupsi dan dibully di media sosial, Juliari hanya dihukum 12 tahun penjara. Serangan atau bully yang ditujukan kepada Juliari ini merupakan hal yang wajar karena perbuatan korupsi adalah sama sekali perbuatan yang tidak terpuji dan merupakan perbuatan hina sehingga sanksi sosialnya adalah makian atau bully.

Sedangkan untuk Benny Tjokro, apa yang dilakukan oleh pihak penegak hukum terhadap Bentjok dinilai sudah benar yakni divonis seumur hidup di kasus Jiwasraya & Asabri. Pelajaran penting yang bisa didapat darisini adalah industry asuransi harus segera berbenah dalam mengelola bisnis dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan profesionalisme agar bisa menjalankan bisnisnya dengan benar dan mendapatkan kepercayaan dari nasabah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun