Mohon tunggu...
Nadifa Salsabila
Nadifa Salsabila Mohon Tunggu... -

No Failure, Only Success Delayed | Bookaholic | Penulis Freelance

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendekar Muslimah

22 April 2014   01:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:22 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Ibu kita Kartini putri sejati, putri Indonesia, harum namanya.” (Kartini ‘kan? Kok harum namanya? :D).

Siapa yang tak kenal dengan Kartini, perempuan yang disebut-sebut sebagai pelopor emansipasi wanita ini memang memiliki kharisma tersendiri. Cita-citanya, perjuangannya untuk kami, kaum wanita, tak bisa dianggap biasa. Sudah sepantasnya kita mengenangnya. Maka, tak heran jika bulan April identik dengan Kartini. Sekolah-sekolah, mulai dari TK, SD, SMP bahkan mungkin SMA ikut memperingati hari Kartini dengan cara yang berbeda-beda, seperti: mengadakan lomba-lomba, menceritakan kisah perjuangan Kartini atau dengan memakai kebaya dan mempercantik diri ketika berangkat ke sekolah. Baguslah. Asal tidak hanya sibuk mempercantik diri sendiri. Ajak wanita-wanita lain untuk menjadi cantik. Cantik bukan berarti tebalnya bedak, tebalnya blush on, eye shadow, atau merahnya lipstik. Bukan. Cantik rupa cantik pula akhlak, sikap dan perilakunya. Cantik luar dalam deh.

Kartini. Jauh sebelum adanya Kartini yang kita kenal sekarang ini, coba kita lirik kartini-kartini di zaman Nabi yang tangguh dan berani. Pada zaman Nabi ada kartini-kartini yang tak kalah hebat dengan ibu Kartini. Mereka wanita-wanita hebat. Mereka wanita-wanita pemberani. Berani pada lawan, tetapi dengan hati yang senantiasa takut pada Rabbnya. Tak takut mati, jika mati dengan syahid dan surga adalah balasannya. Mereka adalah pendekar Muslimah. Pendekar di tengah pertempuran sengit. Mereka pendekar Islam. Jika laki-laki jago pedang itu sudah biasa, tetapi Muslimah jago pedang itu luar biasa. Berikut beberapa wanita-wanita anti mainstream tersebut:

Nusaibah binti Ka’ab, pendekar Muslimah yang ikut berperang dalam perang Uhud. Sebagai bukti cintanya pada Rasulullah, juga pada Islam tanpa kenal takut menjadi bagian dalam perang Uhud.

“..... Saya pergi ke Uhud dan melihat apa yang dilakukan orang. Pada waktu itu saya membawa tempat air. Kemudian saya sampai kepada Rasulullah yang berada di tengah-tengah para sahabat. Ketika kaum muslimin mengalami kekalahan, saya melindungi Rasulullah, kemudian saya ikut serta dalam medan pertempuran. Saya berusaha melindungi Rasulullah dengan pedang, saya juga menggunakan panah hingga akhirnya saya terluka.”

Khaulah binti Azur, wanita pemberani yang satu ini dijuluki Black Rider. Wiih, keren kan. Asal muasalnya julukan ini adalah ketika saat perang melawan pasukan Romawi, tampak sesosok pendekar berjubah hitam yang mengendarai kuda hitamnya merangsek ke arah musuh dengan gagahnya. Tebasan pedangnya begitu ganas, menyisakan luka yang menganga, memudahkan nyawa-nyawa durhaka itu meninggalkan tubuh-tubuh yang kafir. Sang panglima dan seluruh pasukan Islam tercengang. Pemandangan itu mungkin seperti film action yang dibuat slow motion. (The Raid? Lewaaat :D). Lebih mencengangkan lagi setelah diketahui, ternyata ksatria hitam itu adalah seorang wanita. Semangat pasukan Islam pun terbakar dan meledak. Muntahlah seluruh keberanian dan serangan-serangan yang mematikan.

Lagi-lagi keberaniannya begitu memesona. Pada suatu waktu, Khaulah dan beberapa muslimah lainnya tertawan. Tak mudah membangun asa dan semangat untuk melawan saat tertawan. Tapi si Black Rider ini sukses membakar semangat mereka. Mereka melakukan perlawanan dan akhirnya mereka berhasil lolos! Allahu Akbar!

Yang terakhir adalah Rubayi’ binti Asad, sang dokter perang di zaman Nabi. Kisah heroiknya memang tak sedahsyat dua pendekar di atas, tetapi tetap istimewa. Beliau mengambil peran sebagai tim medis dalam berbagai peperangan bersama Rasulullah. Jangan dibayangkan beliau menggunakan peralatan lengkap layaknya dokter sekarang. Yang beliau bawa hanya air minum, pembalut luka sekedarnya dan obat-obat sederhana. Bisa dibayangkan luka para pasukan perang akibat terkena sabetan pedang atau tertembus panah, apalagi jika menemui korban yang tengah sekarat. Wallahua’lam. Entah seperti apa kondisi beliau pada saat itu. Itulah beberapa kisah hero yang based on a true story. Ini kisah nyata, bukan fiktif belaka.

Lain zaman, lain perjuangan. Apakah wanita sekarang juga harus berperang seperti Nusaibah dkk? Tentu tidak. Wanita sekarang jauh lebih maju, lebih cerdas, lebih melek teknologi dan lebih-lebih lainnya. Gunakan kelebihan yang kita miliki untuk memperjuangkan kaum kita, juga agama Islam pastinya. How? Kita bisa berjuang sesuai dengan bidang kita masing-masing. Bu dokter berjuang mengobati pasiennya sembari berdoa semoga Allah menyembuhkannya. Bu guru berjuang mencerdakan anak bangsa yang akan meneruskan tongkat estafet para pejuang Islam di bumi ini. Bu penulis berjuang melalui tulisannya ketika tatap muka tak mungkin terlaksana karena jarak yang tak memungkinkan untuk bersua. Ibu penyapu jalanan berjuang membersihkan kota, selain kau kumpulkan sampah-sampah itu, pahala pun juga terkumpul untukmu. Ibu penjual jamu, kami tau berat membawa botol-botol jamu tersebut, teruslah berjuang seberat itu pula pahala yang kan kau bawa. Ibu penjual mainan , anak-anak tertawa senang setelah membeli mainan darimu, kelak kau juga akan tersenyum lebar karena tawa mereka adalah pahala bagimu. Ibu rumah tangga, berjuang mengurus rumah dan keluarganya, tak terhitung kebaikan yang akan ia peroleh kelak. Para pelajar atau mahasiswi yang sedang belajar, berjuanglah sesuai dengan fakultasnya, apapun prodinya, dimanapun sekolahnya, apapun universitasnya. Tetaplah berjuang. Dan tentunya kita sebagai pemuda Muslimah memang sudah kewajiban kita untuk meneruskan perjuangan kartini-kartini hebat di masanya.

Berjuanglah. Allah Maha Kuat. Ketika ada bahaya dan goda, semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk melawannya, mendapat perlindungan dan keselamatanNya.

Selamat berjuang para Kartini Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun