Ketika Gen Z Terlihat Meyakinkan Saat Wawancara, Tapi Kesulitan Saat Bekerja: Apa yang Salah?
"Orang yang hebat di atas kertas belum tentu hebat di lapangan."
--- Ann Hiatt, Executive Coach & mantan asisten eksekutif Google]
Wawancara kerja sering dianggap sebagai "gerbang emas" menuju pekerjaan impian. Terutama bagi Gen Z, yang dikenal ekspresif, cepat belajar, dan melek teknologi, interview bisa jadi panggung untuk menunjukkan the best version of themselves.
Namun, bagaimana jika performa mereka justru menurun setelah diterima kerja?
Kamu mungkin pernah dengar cerita seperti ini: tampil percaya diri saat interview, tapi justru kehilangan arah saat mulai bekerja.
Fenomena ini makin sering terjadi, dan bukan karena Gen Z tidak kompeten. Lalu, apa akar masalahnya?
1. Pressure to Perform vs. Pressure to Impress
"Banyak Gen Z tumbuh dengan tekanan untuk jadi sempurna di depan umum---termasuk saat interview."
--- Dr. Julie Lythcott-Haims, penulis & pakar pengembangan generasi muda
Di era sosial media, Gen Z terbiasa "tampil" sempurna. Mereka ahli merancang persona yang terlihat ideal: komunikatif, optimis, bahkan ambisius. Tapi di balik layar, mereka sering kali memikul beban ekspektasi yang besar, baik dari diri sendiri maupun lingkungan sekitar.
Interview kerja jadi semacam panggung. Mereka siap dengan jawaban cemerlang, portofolio yang dirancang rapi, hingga ekspresi wajah yang meyakinkan. Tapi ketika mereka masuk ke dunia kerja, tekanan berubah bentuk. Bukan lagi soal impressing, tapi delivering.
Menariknya, banyak Gen Z yang tidak disiapkan secara psikologis untuk menghadapi tekanan jangka panjang, seperti target bulanan, manajemen waktu, konflik antar tim, hingga kritik dari atasan. Hal-hal ini bukan sekadar soal skill, tapi soal mental endurance yang tidak diajarkan di ruang kelas atau webinar persiapan kerja.