Mahasiswa pendidikan sosiologi UNJÂ
Sudah setahun lebih SARS-Cov-2 atau yang lebih dikenal dengan sebutan virus Corona berada di kehidupan kita. Virus yang berkembang dengan menyerang sistem atau saluran pernapasan, infeksi paru-paru, hingga gejala terparah yang dapat menyebabkan kematian. Seluruh dunia tentu mengalami dampak yang sangat besar dalam berbagai bidang. Segala aspek kehidupan terpaksa harus berubah karena adanya virus ini.Â
Baik bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, politik, maupun kebudayaan. Kebijakan pemerintah Indonesia untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19 ini pun beragam. Mulai dari physical distancing atau jaga jarak, isolasi mandiri, wajib penggunaan masker saat diluar rumah, PSBB (Pembatasan sosial berskala besar), hingga saat ini yang sedang diterapkam kembali yaitu PPKM darurat (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat).Â
Dengan adanya kebijakan PPKM ini, masyarakat dihimbau untuk tidak berpergian dan tetap dirumah. Dalam dunia pendidikan, sekolah maupun instansi yang hendak membuka pembelajaran tatap muka pun terpaksa membatalkan keputusannya. Sistem pendidikan pun akan tetap menggunakan sistem daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) .Â
Secara singkat, Pembelajaran Jarak Jauh merupakan model pembelajaran yang memanfaatkan teknologi seperti gadget, laptop, internet, dan berbagai macam platform seperti Microsoft Teams, Google Classroom, Zoom, Whatsapp dan sebagainya. tergantung kepada ketentuan masing-masing guru dan dosen yang mengajar. Â
Kurikulum pendidikan di Indonesia seperti yang kita ketahui menggunakan kurikulum 2013 (K-13). Yang dalam pembelajarannya berpusat pada siswa (Student Centred Learning), yaitu menempatkan siswa sebagai subyek belajar, jadi siswa  yang akan lebih banyak melakukan langkah-langkah pembelajaran (secara aktif) dalam kegiatan belajar yang telah dirancang oleh guru.Â
Sedangkan guru hanya aktif memfasilitasi dan membimbing agar siswa aktif mempelajari, menelaah, dan menganalisis materi dalam kegiatan belajar. Namun seperti yang kita ketahui PJJ yang sudah dilaksanakan setahun lebih ini juga tetap memberikan berbagai masalah dalam sistem pendidikan. Salah satunya dalam kurikulum (K-13), yang seharusnya siswa menjadi student centred nyatanya tidak terlaksana dengan baik.Â
Guru atau pendidik yang memiliki kuasa lebih dalam pembelajaran jarak jauh tersebut. terkadang guru hanya akan memberi bahan ajar melalui platform yang digunakan kemudian tidak memberi penjelasan lebih dalam kepada peserta didik. Terjadinya hal ini, para lembaga pendidikan pun tidak melakukan perubahan dan pembaharuan, karena terbiasa harus patuh pada ketentuan-ketentuan dan peraturan formal. Sedangkan peserta didik pada umumnya juga tidak melakukan perlawanan maupun penolakan sama sekali.Â
Mereka menerima segala bentuk kebijakan pendidikan secara taken for granted. Akhirnya, ketika sistem pendidikan sudah terlalu ketat, maka ini sebenarnya kembali kepada sistem pendidikan lama hanya konteksnya saja berbeda. Dan salah satunya adalah pendidikan gaya bank (sistem bank dalam pendidikan) (Zumrotul, 2018 : 67).
Menurut Siti (2006 : 73) Sistem pendidikan gaya bank bertolak dari pandangan bahwa terdapat dikotomi antara manusia dan dunia. Manusia dianggap semata-mata hanya ada dalam dunia dan bukan bersama-sama dunia. Manusia juga bukan makhluk berkesadaran (capo consciente) namun makhluk pemilik kesadaran. Artinya jiwa manusia bersifat pasif, terbuka menerima apa saja yang disodorkan realitas luarnya. Manusia bukanlah subjek, tetapi objek.Â
Hal ini cenderung sama dengan realita yang kita lihat dalam pembelajaran jarak jauh. Siwa menjadi objek dalam kegiatan belajar. Mereka hanya mendapatkan materi belajar setiap harinya tanpa adanya pendalaman dan kegiatan yang meningkatkan kreativitas dan tingkat berpikir siswa.