“Jateng baru…ya Ganjar-Heru, ojo lali…pilih nomer Telu!”
Nampaknya warga Jawa Tengah masih terngiang-ngiang akan jargon tersebut. Siapa yang tak kenal dengan Ganjar Pranowo dan Heru Sudjatmoko? Lantaran nama dan wajahnya kerap kali muncul di berbagai media. Iklan politik telah menghujani berbagai media menyongsong Pemilu Legeslatif 2014. Tak hanya surat kabar, poster, spanduk, billboard dan baliho, televisi pun gencar menayangkan iklan politik dari berbagai partai. Memang iklan adalah solusi yang efisien untuk mewujudkan sosialisasi para kandidat partai yang nantinya akan menjadi wakil rakyat. Layaknya pintu ajaib, iklan politik merupakan perantara antara sebuah partai dalam penyampaikan visi misinya melalui jargon dan kalimat-kalimat ajakan untuk memperoleh simpati rakyat. Salah satu iklan politik yang tentunya kerap kali ditayangkan di televisi adalah iklan pasangan Cagub Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Cawagub Jawa Tengah, Heru Sudjatmoko mewakili Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Seperti layaknya iklan politik pada umumnya, iklan televisi (TVC) tersebut menyuarakan serangkaian janji akan keadaan Jawa Tengah yang lebih baik di masa mendatang. TVC pasangan Ganjar-Heru terdiri dari lima versi. Diantara kelima TVC Ganjar-Heru, versi kelima adalah yang paling berbeda lantaran durasinya 30 detik. Adegan pertama diawali dengan perkataan “program kartu petani yang memberikan subsidi pupuk dan program kartu nelayan yang memberikan subsidi solar sangat bagus untuk rakyat Jateng. Mas Ganjar dan Mas Heru adalah figur yang pas untuk memimpin Jateng”, oleh Jokowi. Dilanjutkan dengan pernyataan Mega dan Puan, “saya yakin untuk Jawa Tengah baru yang lebih baik, yang bisa mensejahterahkan rakyat Jawa Tengah, ojo lali pilih nomer Telu!”.Seperti yang sudah-sudah, TVC selalu berakhir dengan foto kedua wajah Cagub dan Cawagub dipadu background merah yang bertuliskan jargon andalan.
Berbicara mengenai iklan politik, tak dapat dipisahkan dari citra narsistik yang dibentuk dari narsisme politik. Narsisme dapat diartikan segala bentuk penyanjungan diri (self-admiration) atau pemujaan diri (self-glorification). Pemujaan diri dalam konteks TVC Ganjar-Heru mengarah pada kata-kata seperti: “memberikan subsidi bagi petani dan nelayan”. Namun diantara kelima versi TVC Ganjar-Heru yang bertajuk testimonial itu, tak satupun Cagub atau Cawagub unjuk bicara. Slide video aktivitas Cagub dan Cawagub hanya ditampilkan secara fade-in dan fade-out sebagai background di sela-sela Megawati dan Puan memberikan testimonial mengenai Ganjar-Heru. TVC Ganjar-Heru tergolong minim dari narsisme politik yang penuh dengan pemujaan diri yang berlebihan, lantaran sanjungan dan persuasi untuk memilih Ganjar-Heru bukan terucap dari diri mereka, melainkan dari mulut-mulut elit politik ternama PDIP.
Fenomena tersebut merupakan posisi yang penuh jebakan, TVC dapat menjadi minim narsisme namun akan menjadi hal yang percuma bila testimonial diucapkan dari para elit politik yang memang berasal dari PDIP sendiri. Sangat subjektif sekali nampaknya bila sekumpulan elit politik PDIP yang menyuarakan testimonial Ganjar-Heru. Ada semacam pemanfaatan kapital simbolik yang dimiliki Megawati, Puan, dan Jokowi. Kapital simbolik mampu menghasilkan kekuasaan simbolik yang mengarah pada semua bentuk pengakuan oleh kelompok baik secara institusional atau tidak.
Megawati secara kapital simbolik adalah putri dari Presiden RI yang pertama, Soekarno. Beliau juga pernah menjabat sebagai Presiden RI yang kelima. Puan adalah putri dari Megawati sendiri, dan Jokowi saat ini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ketiga tokoh tersebut telah membentuk konstruksi sosial di mata masyarakat, pasangan Ganjar-Heru dikonstruksikan sebaik, secerdas, seideal dan sama cakapnya dengan Megawati, Puan, dan Jokowi yang telah berhasil menjadi pemimpin.
Begitulah dunia politik yang tak lepas dari pencitraan. Abad informasi menjadikan tanda kian mudah diproduksi hingga melahirkan konstruksi citra yang mungkin palsu. Mentalitas politik di Indonesia telah menggiring pada pembentukan citra yang tidak alamiah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H