Oleh: Syamsul Yakin & Nadia Sabila
Dosen Retorika & Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hubungan antara retorika dan dakwah sangat erat. Jika retorika adalah seni berbicara, maka dakwah secara definitif adalah mengajak melalui berbicara. Dakwah yang disampaikan dengan bahasa yang indah akan menarik perhatian mad'u, yang dikenal sebagai dakwah billisan.
Retorika meliputi komunikasi verbal, baik lisan maupun tulisan. Dalam dakwah, terdapat bentuk dakwah billisan (dengan lisan) dan bilkitabah (dengan tulisan). Dakwah tidak hanya mengajak dengan berbicara, tetapi juga dengan menulis.
Selain itu, retorika juga mengenal komunikasi nonverbal, baik secara tatap muka maupun melalui media. Dalam dakwah, ini disebut dakwah bilhal, yang bisa dilakukan secara online maupun offline. Dalam retorika, dikenal bahasa tubuh dan gerakan, yang dalam dakwah diterjemahkan sebagai keteladanan atau role model.
Retorika berkembang dari seni berbicara menjadi ilmu berbicara, begitu juga dakwah yang berkembang dari aktivitas keagamaan menjadi kajian ilmiah tentang agama. Retorika yang awalnya merupakan warisan budaya, kini berkembang menjadi ilmu retorika yang sistematis, logis, dan dapat diverifikasi. Demikian pula dakwah yang berkembang menjadi ilmu dakwah yang terstruktur.
Tujuan retorika adalah menyampaikan pesan secara informatif, persuasif, dan rekreatif. Demikian juga pesan dakwah, yang terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak, dapat disampaikan secara informatif, persuasif, dan rekreatif. Bahkan, tujuan retorika dan dakwah sama-sama memiliki elemen edukatif.
Dalam konteks retorika persuasif, dakwah memiliki metode-metode seperti bilhikmah, ceramah, dan diskusi, yang harus disampaikan dengan cara yang lembut.
Pengembangan retorika mensyaratkan penggunaan bahasa baku dan berbasis data serta riset. Syarat ini juga berlaku bagi dakwah, baik dalam bentuk billisan, bilkitabah, maupun bilhal, terutama mengingat mad'u yang semakin kritis dan rasional.
Dalam retorika, Aristoteles memperkenalkan konsep pathos, logos, dan ethos. Para dai harus memiliki ketiga aspek ini, baik secara intelektual maupun spiritual. Namun, dalam konteks pathos, ekspresi emosi para dai bukan hanya sekadar retorika.
Untuk berdakwah, seseorang harus menguasai retorika verbal dan nonverbal. Sebaliknya, dalam beretorika diharapkan juga memasukkan konten dakwah, baik akidah, syariah, maupun akhlak. Dakwah tanpa retorika akan lumpuh, dan retorika tanpa muatan dakwah akan kehilangan arah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H