Mohon tunggu...
Nadia Putri
Nadia Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Born to be real not to be perfect

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Penggambaran Orang Jawa dalam FTV "Murni Ai Lap Yu Pul"

5 Januari 2022   19:38 Diperbarui: 5 Januari 2022   19:52 1291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sinetron FTV "Murni Ai Lap Yu Pul" yang tayang di RCTI karya rumah produksi Rapi Films (Foto :tentangsinopsis.com. Diedit oleh :Nadia Putri)

Beberapa tayangan di televisi dan film, orang non-Jakarta sering ditonjolkan melalui dialek, cara berpakaian, kebiasaan, hingga pola pikir daerah asal mereka sebagai tanda bahwa mereka bukan berasal dari Jakarta. Jakarta selalu dianggap unggul karena sebagai Ibu Kota Indonesia sehingga menjadi pusat pemerintahan dan produksi media. Hal ini menjadikan adanya penandaan seseorang atau kelompok yang tampil di media ketika mereka berasal dari etnis atau suku lain.

Seperti fenomena dalam salah satu tayangan di televisi yaitu cara media menggambarkan orang Jawa dalam sinetron FTV yang tayang di RCTI berjudul "Murni Ai Lap Yu Pul" karya rumah produksi Rapi Films yang dirilis pada 7 Mei 2018. Kemudian sinetron ini kembali ditayangkan pada 24 Mei 2021. Disutradarai oleh Retro, FTV ini bergenre drama yang menceritakan sosok Murni diperankan oleh Amanda Manopo sebagai orang Jawa yang merantau ke Jakarta untuk menjadi pramugari dengan membayar sejumlah uang, namun ternyata hal tersebut hanyalah penipuan.

Penggambaran kurang tepat terhadap sosok Murni dalam sinetron ini yang merupakan orang Jawa, menimbulkan deskriminasi kelompok minoritas yang berada di Jakarta sehingga dapat memunculkan stereotip buruk khalayak terhadap orang Jawa. Karena perbedaan latar belakang, sikap, pemikiran, pendidikan dan pengalaman setiap khalayak yang berbeda-beda, sehingga tidak semua khalayak yang menyaksikan adalah khalayak aktif yang dapat menyaring dan berpendapat dengan tepat terhadap tayangan media.

Murni digambarkan sebagai orang Jawa dari kampung yang terkesan ndeso dan berbicara bahasa Indonesia campur bahasa Jawa menggunakan dialek medok, padahal dialek yang digambarkan tersebut tidak begitu sesuai dengan dialek orang Jawa saat berbicara dalam kehidupan sehari-hari, Ditambah lagi aktris yang memerankannya tidak berasal dari etnis Jawa, sehingga dialek yang digunakan terlihat dibuat-buat dan terkesan berlebihan Penampilan Murni ditampilkan sering memakai kaus panjang dan rok panjang yang terkesan kampungan dalam artian tidak mengikuti mode, handphone yang Ia gunakan pun merupakan handphone jadul. Penggambaran sosok Murni ini menampilkan bahwa orang Jawa itu kampungan, kurang berpengetahuan, kurang berpendidikan dan terbelakang. Padahal pada kenyataannya, tidak semua orang Jawa seperti itu. Orang Jawa sama saja seperti orang-orang Jakarta dan masih berada di satu pulau Jawa, hanya saja perbedaan bahasa yang membuat berbeda.

Sosok Murni juga digambarkan selalu dibodohi dan dipandang sebelah mata oleh orang-orang asli Jakarta yang ditampilkan sebagai orang kaya, lebih maju, dan lebih berpendidikan. Walaupun sering dibodohi, Murni selalu menerima dan tidak bisa membantahnya. Penggambaran ini menunjukkan bahwa orang Jawa yang selalu mengagungkan orang Jakarta dan tidak berdaya. Hal ini menimbulkan idelogi kelas sosial seperti yang dikatakan Karl Marx bahwa pelaku utama dalam masyarakat adalah kelas-kelas sosial. Dalam sinetron FTV "Murni Ai Lap Yu Pul" ini orang Jawa ditempatkan pada kelas buruh atau kaum yang lemah dan tidak berdaya, sedangkan orang Jakarta ditempatkan sebagai pemilik modal dan penguasa yang dapat mengendalikan kehidupan sosial bermasyarakat.

Fenomena inilah yang disebut sebagai efek media. Tanpa disadari akan menimbulkan reaksi individu atau suatu kelompok merasa dirugikan, tercemar, dan menyinggung perasaan mereka. Dalam waktu yang sama, efek-efek media massa ini sulit dikendalikan, atau bahkan tidak terkendali sama sekali. Efek media dapat merusak kontrol sosial, sistem sosial, sistem budaya, pandangan hidup dan konsep realitas orang (Burhan 2006 :324-325). Hal inilah yang kemudian akan mengarah pada timbulnya penandaan yang kurang tepat hingga tindakan deskriminasi terhadap orang Jawa dalam tayangan media di televisi.

Stasiun televisi RCTI menempatkan program sinetron FTV sebagai salah satu program unggulan, sehingga harus melakukan kejar tayang dan dituntut untuk mendapatkan rating dan keuntungan yang tinggi. Hal ini membuat tim produksi lebih fokus ke ide cerita baru tanpa memperhatikan detail pembawaan karakter yang ditampilkan. Dengan kata lain, media lebih mengejar kentungan dibandingkan mementingkan kualitas konten.

Adanya hal ini, mempengaruhi saluran televisi atau media lainnya menggambarkan sosok orang Jawa dengan penggambaran yang sama. Orang Jawa akan ditonjolkan menjadi sosok minoritas yang berada di Jakarta dan selalu mengagungkan hal apapun yang terkait dengan Jakarta. Etnis Jawa yang dimiliki orang Jawa akan menjadi identitas utama dalam tayangan media yang ditampilkan kepada khalayak. Hal ini akan terbawa ke kehidupan nyata, dimana tidak jarang orang Jakarta tidak mau mengakui bahwa mereka termasuk ke dalam bagian daerah Jawa. Padahal Jakarta masih berada dalam pulau yang sama yaitu Pulau Jawa. Orang Jakarta pun akan merasa selalu unggul dibandingkan orang Jawa maupun etnis lainnya

Sumber :

Bungin, Burhan. 2006, Sosiologi Komonikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Utami, Fransisca Candraditya. 2015. "Representasi Marjinalisasi Orang Jawa dalam FTV SCTV Pulang Malu Gak Pulang Rindu." Vol.3, Nomor 3, Agustus 2015.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun