Mengutip (Paramita & Kasih, 2017), iklan merupakan media untuk memberikan informasi terkait keadaan barang atau jasa yang ditawarkan oleh pengiklan. Pesatnya kemajuan zaman membuat kita sering menjumpai platform-platform yang menjadi wadah untuk memasarkan produk yang hendak di jual. Shopee, Tokopedia, Lazada merupakan beberapa contoh e-commerce yang memudahkan konsumen untuk membeli barang yang mereka butuhkan. Selain barang, saat ini pemasaran terkait jasa juga sudah banyak ditemukan dibeberapa platform. Tak terkecuali jasa dalam bidang psikologi. Namun, pengiklanan melalui media sosial memiliki keterbatasan bagi konsumen, yakni mereka kurang leluasa untuk melihat atau merasakan barang atau jasa secara langsung sebelum akhirnya memutuskan untuk membelinya. Sehingga perlu ditetapkannya standar terkait iklan yang baik pada barang maupun jasa.
Iklan yang baik menjadi salah satu hak konsumen. Yaitu iklan dapat memberikan informasi dengan benar dan jujur terkait keadaan sebenarnya dari produk yang ditawarkan sehingga konsumen dapat memilih produk sesuai dengan kebutuhannya. Begitupula iklan terkait jasa atau pelayanan psikologis. Berdasarkan kode etik psikologi, untuk mengiklankan jasa psikologis terdapat beberapa etika yang perlu diperhatikan. Iklan yang memberikan gambaran terkait praktek profesional, hasil penelitian, serta gelar haruslah sesuai dengan yang sebenarnya. Hal ini terdapat pada pasal 29 ayat 2 yang berbunyi "Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berusaha mencegah orang atau pihak lain yang dapat mereka kendalikan, seperti lembaga tempat bekerja, sponsor, penerbit, atau pengelola media dari membuat pernyataan yang dapat dikategorikan sebagai penipuan berkenaan dengan jasa layanan psikologi. Bila mengetahui adanya pernyataan yang tergolong penipuan atau pemalsuan terhadap karya mereka yang dilakukan orang lain, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berusaha untuk menjelaskan kebenarannya" (HIMPUNAN PSIKOLOGI INDONESIA, 2010). Dalam pasal tersebut terlihat jelas bahwa iklan yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya (penipuan) harus dicegah oleh psikolog, bahkan psikolog juga bertanggungjawab apabila terjadi ketidaksesuaian pada iklan dengan keadaan sebenarnya.
Sedangkan menurut Prabowo et al., (2022) iklan yang kurang baik atau menyesatkan adalah iklan yang memuat informasi yang tidak tepat mengenai barang atau jasa yang ditawarkan, sehingga hal ini dapat merugikan konsumen ketika menggunakan jasa yang ditawarkan. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 telah disebutkan iklan yang menyesatkan adalah iklan yang bersifat mengelabui konsumen, iklan yang tidak memberikan gambaran lengkap mengenai barang atau jasa, tidak membuktikan janji-janji yang ditawarkan, memberikan informasi keliru terkait barang yang ditawarkan, serta memberikan infromasi secara berlebihan, baik pada kulaitas, kuantitas, kegunaan serta kemampuan suatu barang atau jasa (Prabowo et al., 2022).Â
Masalah mengenai iklan bukan hal yang dapat disepelekan oleh pembuat iklan. Meski mengejar keuntungan, iklan tidak sepantasnya dilebih-lebihkan demi mendapatkan keuntungan yang melimpah. Iklan yang tidak sesuai dengan barang atau jasa yang ditawarkan justru akan membahayakan konsumen. Bayangkan saja jika seseorang sedang membutuhkan pelayanan psikologi dan memilih jasa psikologi yang ditawarkan di suatu platform, akan tetapi ternyata "Si pemberi jasa" tidak memiliki keterampilan seperti yang disampaikan dalam iklan, sehingga pelayanan yang diberikan juga menjadi asal-asalan. Tentu hal ini sangat merugikan konsumen yang membutuhkan pelayanan psikologi. Sehingga pelanggaran terhadap hal ini dapat memperoleh sanksi berupa sanksi administratif, sanksi perdata, sanksi pidana serta hukuman tambahan tergantung tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan dari iklan ditampilkan.
Oleh karena itu, psikolog dan/atau ilmuan psikologi perlu memperhatikan ketentuan mempromosikan dirinya dalam suatu platform, yang mana terkait praktek profesional, hasil penelitian, keterampilan serta gelar yang diperoleh harus sesuai dengan keadaaan sebenarnya. Selain itu, sebelum menggunakan suatu layanan hendaklah konsumen atau klien tidak hanya mempertimbangkan iklan yang ditawarkan, akan tetapi juga mempertimbangkan feedback yang berikan oleh konsumen sebelumnya di bagian ulasan untuk mendapatkan gambaran terkait jasa yang ditawarkan.
Daftar Pustaka
HIMPUNAN PSIKOLOGI INDONESIA. (2010). KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA.
Paramita, I. G. A. I. D. D. P., & Kasih, D. P. D. (2017). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT IKLAN YANG MENYESATKAN DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KODE ETIK PERIKLANAN INDONESIA. Jurnal Kertha Semaya.
Prabowo, W., Latifa, K. T., & Puspandari, R. Y. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Informasi Iklan Yang Menyesatkan. Jurnal Ilmu Hukum Dan Konstitusi.
Ditulis oleh Yuni Zulfiana (2107016062)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H