Tak pernah terlintas dalam benakku akan mencintaimu sedalam ini. Rasa ini, perasaan sayang dan nyaman saat bersamamu, hadir begitu saja bersama kebersamaan kita. Kau teman ku, tak pernah berniat aku merusak hubungan pertemanan suci ini. Merusak semuanya dengan perasaan yang aku miliki. Tapi bagaimana? Perasaan ini sudah ada. Perasaan ini datang tepat pada waktu nya. Takdir dan hati tak akan pernah salah. Menurutku ini tak salah. Perasaan ku padamu ini tak salah. Semuanya terjadi begitu saja.
Sungguh taka apa jika kau tak merasakan hal yang sama. Aku tak akan menuntut. Tapi sungguh, tunjukkan padaku perasaanmu. Setidak nya agar aku tau apa yang harus aku lakukan kemudian. Dan jika memang kau belum merasakan rasa sayang itu, perasaan nyaman yang bisa kau temukan saat bersamaku, aku akan terus berusaha untuk menjadi teman baik mu. Sahabatmu. Menjadi lengan yang bisa kau genggam saat kau sendiri. Menjadi bahu yang bisa kau gunakan untuk bersandar menjadi telinga untuk mu bercerita. Aku akan menjadi tubuh yang bisa kau peluk ketika duniamu terasa begitu kejam.
Dan tak seharusnya kau membunuh paksa perasaanmu itu, jika memang kau sudah merasakan ada bakal bunga di hatimu. Kasian dia. Biarkan saja dia hidup dan berkembang. Biarkan kuncupnya berubah menjadi kelopak yang mekar sempurna. Indah. Biarkan dia menjadi sesuatu yang hidup di hatimu. Biarkan dia menjadi sesuatu yang beda diantara yang lain. Sesuatu hidup yang lain yang lebih lama ada di hatimu. Sesuatu yang hidup yang telah kau jaga terlebih dahulu untuk nya. Aku tak berniat menjadi parasut bagi kalian. Aku pun indah, aku berharga, aku tak serendah itu untuk menjadi perusak taman bunga dalam hatimu untuknya. Dimana kesalahanku?
Walaupun kalian berjauhan, raga kalian terpisah jarak, aku sadar ada ketidak adilan disini. Dengan kehadiranku disampingmu, dalam hampir setiap kegiatanmu, aku menyakiti wanita mu. Aku tau itu. Tentu saja dia cemburu. Kau pernah berkata “dia tak tau aku berteman denganmu” tapi apakah aku baik-baik saja berada ditengah kalian? Itu lah kau, sesekali kau menunjukan ada perasaan yang terselip untuk ku. Tapi kau pun begitu, masih enggan untuk melepas genggamannya. Kau tak bisa menentukan pilihan. Kau begitu dekat denganku, tapi kau pun enggan untuk membiarkannya pergi.
Lalu apakah semua ini masih salah? Perasaan ini suci. Perasaan ini diberikan padaku dari Dzat Yang Maha Suci. Apakah kau berhak meyalahkannya? Apakah aku berhak menolaknya? Tak akan pernah bisa kita mengenyampingkan itu. Sudahlah. Biarkan saja semua ini berjalan semestinya. Berjalan sesuai cerita yang telah dan akan di tulisNya dalam diary pribadiNya. Semua karanganNya indah. Cerita yang ditulisNya adalah yang terbaik. Scenario terbaik. Penulis naskah terbaik.
Tapi sungguh, jika kelak kau berani melepas nya lalu berniat membawaku masuk ke dalam hidupmu lebih dalam, aku akan menolak. Tentu saja aku tak ingin kau mengulangi perilaku mu itu. Tak menutup kemungkinan kau bermain bersama wanita cantik lain ketika kau sudah bersamaku. Apakah aku bodoh? Ya, aku mencintaimu. Tapi cinta bukan alasan ku untuk bertindak bodoh. Cinta terlalu suci untuk perbuatan rendah macam itu. Aku berhak mendapatkan yang lebih baik, kau pun demikian. Kau tetaplah bersamanya. Maaf aku sempat hadir dan menggoyahkan perasaan mu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H