Budaya Korea Selatan yang disebut dengan Korean Wave di dunia, sudah terlanjur berkembang pesat di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Dalam satu dekade terakhir tidak sedikitpun media sosial, musik hingga ke drama di televisi di Indonesia yang tidak membahas mengenai tren dari Korea Selatan ini. Konsumsi publik mengenai berbagai hiburan dari dunia entertainment Korea Selatan tidak bisa diabaikan begitu saja. Pengaruhnya begitu kuat dalam kehidupan sehari-hari, sederhananya mampu menghibur para penggunanya lewat drama Korea untuk sekedar melepas penat dengan aktivitas sehari-hari.Â
Pengaruh tersebut terlihat pada saat ini billboard di pinggir jalan raya, di tempat-tempat umum, hingga di transportasi umum seperti MRT dan Kereta Commuter Line dihiasi dengan wajah-wajah bintang Korea untuk promosi brand make up dalam negeri. Dari mulai Kim Seonho, Lee Minho, Cha Eunwoo, Han Sohee, Sehun dari EXO hingga Song Joong Ki turut serta menjadi Brand Ambassador untuk beberapa produk. Hal ini menjadi salah satu fenomena yang menarik untuk ditelaah di mana pengaruh dari Brand Ambassador cukup membuat dunia kosmetik Indonesia beralih menggunakan artis dan aktor dari Negeri Ginseng tersebut.
Penggunaan kata kulit cerah, glowing dan brightening sebagai kata kunci marketing produk kecantikan lokal menggunakan aktor dan aktris dari Korea Selatan ini sebetulnya menjadi perdebatan di ranah masyarakat. Dikarenakan beberapa lapisan masyarakat merasa bahwa jenis kulit artis Korea tidak merepresentasikan kulit asli orang Indonesia. Namun ada satu hal yang penting dan perlu diketahui mengenai fans Korea di Indonesia dan perkembangannya membuat brand-brand di Indonesia bersaing untuk saling menggunakan aktor dan artis dari Korea Selatan.
Studi budaya sudah cukup lama menggeluti persoalan ini diantaranya dengan melihat secara kritis proses komodifikasi budaya, di industri budaya mengubah orang dan makna menjadi komoditas yang berguna dan bisa dijual. Komodifikasi adalah proses yang erat dikaitkan dengan kapitalisme di mana objek-objek, kualitas-kualitas, dan tanda-tanda diubah menjadi komoditas. Komoditas sendiri, dipahami sebagai sebuah barang yang tujuan utama keberadaannya adalah untuk dijual di pasar. Brand kosmetik Indonesia berhasil "menjual" penggunaan kata cerah, glowing dan brightening lewat artis dan aktor Korea ini untuk meyakinkan fungsi dari brand ini dapat membantu konsumennya mendapatkan hasil yang maksimal. Para fans dari artis dan aktor Kpop dan K-Drama yang loyal tidak ragu untuk membeli produk skincare lokal yang memilih idolanya sebagai brand ambassador, tanpa memperhatikan secara spesifik isi dan kandungan di dalam produk yang sebenarnya cukup penting untuk diperhatikan.Â
Konsep iklan yang menarik, penggunaan brand ambassador yang sesuai dan tengah menjadi perbincangan publik baik di Indonesia maupun global. Terlebih lagi penyebaran periklanan yang masif dari bentuk digital lewat sosial media hingga billboard offline di berbagai tempat membuat budaya dan penggunaan artis dan aktor Korea sangat signifikan dengan personalisasi brand tersebut. Menurut penelitian dari Velda Ardia, industri budaya ditandai oleh proses industrialisasi dari budaya yang diproduksi secara massal serta memiliki imperatif komersial, sehingga proses yang berlangsung dalam industri budaya ini adalah komodifikasi. Citra dari negara tersebut semakin membaik di mata dunia, identitas sudah sudah berhasil mereka sebarkan melalui budaya populernya. Budaya populer tersebut berhasil dijadikan komodifikasi untuk negara lain dalam mempopulerkan brand-brand tertentu.
Perlu ditarik benang merah terhadap komodifikasi budaya Korea di negara lain untuk kebutuhan industrialisasi. Hal tersebut kembali kepada loyalitas penggemar Kpop dan Kdrama yang tinggi. Mengutip dari Katadata.com, "Pasar K-pop itu sangat besar, karena penggemarnya royal terhadap idola mereka. Apalagi eksistensi 'K-popers' di internet luar biasa kuatnya, terutama di Twitter. Kalau salah satu idola melakukan hal apapun, khususnya terkait Indonesia, pasti langsung menjadi topik populer," kata Rezki dalam acara Social Media Week 2019.
Komodifikasi budaya yang kental dari para aktor dan artis Korea menjajaki Indonesia serta media membuat semua hal tersebut menjadi mudah untuk "Oppa" sebutan khas fans terhadap idola lelakinya atau panggilan kayak laki-laki oleh adik perempuannya. Fans Kpop dan Drama Korea memiliki Parasocial Relationship atau Hubungan Parasosial dengan idola mereka.Â
Apa itu Parasocial Relationship?Â
Hal tersebut adalah Ilusi interaksi sosial timbal balik dengan seseorang yang sebenarnya bersifat satu arah. Ilusi interaksi ini dapat mencakup perasaan cinta dan sayang kepada idolanya. Maka dari itu hal tersebut pula mendorong para fans Kpop dan Kdrama memiliki keputusan pembelian yang tinggi apabila idola mereka menjadi brand ambassador produk tertentu. Mereka memiliki perasaan keharusan membeli produk yang sama dengan idolanya dan memiliki keinginan untuk mendukung apapun yang sedang dilakukan oleh idola mereka tersebut.
Demi kebutuhan target dan pencapaian marketing setiap brand berhak memilih brand ambassador nya masing-masing. Hal tersebut sudah menjadi yang lumrah dikonsumsi oleh konsumen dan fenomena ini membuktikan keberhasilan komodifikasi budaya yang menghasilkan keinginan untuk membeli dari produk tersebut sehingga mampu memberikan timbal balik yang baik bagi keberlangsungan keuntungan dan impresi terhadap brand tersebut kepada khalayak luas.