Mohon tunggu...
Nadia Indawarie Zachra
Nadia Indawarie Zachra Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Nutrition Science Student

Nutrition Science Student at Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Suka Nonton Mukbang? Ketahui Yuk Dampaknya dari Sudut Pandang Ilmu Gizi

15 November 2021   20:52 Diperbarui: 17 November 2021   10:14 1918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=Nr0Sxe5ZQJA

Oleh: Adeline Vashtianada dan Nadia Indawarie Zachra 

Korea Selatan merupakan salah satu negara yang industrinya sedang berkembang pesat. Berbagai tren mulai dari fashion, lifestyle, hingga kuliner menarik perhatian global. Salah satu tren yang viral adalah tren Mukbang. Mukbang pertama kali muncul di siaran online Korea Selatan pada tahun 2008 dan dikenalkan ke seluruh dunia oleh youtuber Amerika pada tahun 2015. Kini, mukbang sudah dilakukan oleh banyak orang dari berbagai negara dengan variasi makanan yang enak dan menggiurkan. Jumlah penonton video mukbang di siaran sosial juga beragam, bahkan dapat menyentuh angka puluhan juta penonton untuk satu videonya. Di sisi lain, tren mukbang menimbulkan beragam respon dari masyarakat karena dampaknya bagi kesehatan. Berbagai penelitian telah membuktikan hubungan antara menonton video mukbang dengan kesehatan seseorang, terutama mengenai keinginan dan asupan makan.

Mengenai Mukbang

Kircaburun dkk. (2020) menjelaskan istilah mukbang berasal dari bahasa Korea Selatan yaitu “meokneun” yang artinya makan dan “bangsong” yang artinya siaran. Mukbang merupakan acara makan yang menampilkan seorang Broadcast Jockey (BJ) memakan makanan dalam jumlah yang banyak dengan cara yang lezat dan nikmat yang memikat banyak penonton. Tren mukbang viral karena menampilkan berbagai jenis makanan yang dihabiskan dalam kurun waktu yang sangat singkat yaitu sekitar 5 menit atau lebih. Padahal makan terlalu cepat dapat menyebabkan tersedak, menimbulkan resiko naiknya asam lambung, dan organ pencernaan akan bekerja lebih keras sehingga usus kesulitan membersihkan dan meregenerasi sel-sel yang membantu penyerapan nutrisi. Jenis makanan yang ditampilkan pun biasanya adalah fast food (makanan cepat saji) dan spicy food (makanan pedas).

Positif dan Negatif dari Mukbang dan Menonton Mukbang

Jika dilihat dari beberapa sisi, tren yang menampilkan aneka jenis makanan ini memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya yaitu dapat menjadi praktik pertukaran budaya pada masyarakat digital. Selain itu juga dapat menaikan nafsu makan pada sebagian orang. Dengan menonton pelaku mukbang memakan dengan lahap dan mendengar suara mengunyah yang gurih dapat memberikan perasaan senang dan memuaskan bagi penonton. Bagi beberapa orang, menonton mukbang dijadikan sebagai teman saat makan agar tidak kesepian.
Namun, mengacu pada jumlah porsi makanan yang berlebihan, tren ini dapat memicu, kolesterol tinggi, penyakit jantung, obesitas, dan berbagai komplikasi lainnya jika tidak diiringi dengan olahraga yang cukup. Bahkan, dalam sebuah tayangan mukbang jumlah kalori dari makanan yang disajikan dapat menyentuh angka 10.000 kalori. Angka ini 4 kali lipat lebih tinggi dari kadar kalori normal menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2019 Kementerian Kesehatan yaitu 2.100 kalori per harinya. Dimana, makanan yang disajikan saat mukbang sangat variatif, namun salah satu menu yang paling sering adalah junk food yang mana memiliki kalori yang tinggi. Hal ini dapat mengarah pada perubahan perilaku makan dengan mengikuti cara makan saat mukbang, terutama pada remaja dan penonton lainnya yang lebih muda. Eating disorder atau gangguan makan dapat terjadi, salah satunya adalah binge eating.

Binge Eating Disorder

Berbagai media sempat menyinggung tren ini dengan fenomena Binge Eating Disorder. Menurut Goutama (2016), binge eating disorder adalah gangguan makan yang disebabkan oleh kebiasaan berlebihan dan tidak mampu mengendalikannya. Penderita binge eating disorder akan terus makan meskipun sudah kenyang. Salah satu penyebab binge eating disorder adalah stress. Binge eating disorder juga memiliki efek berbahaya, karena dapat memicu perilaku makan menyimpang lainnya seperti bulimia nervosa atau kondisi makan yang tidak terkontrol dan dengan demikian mengkompensasi (muntah disengaja, minum obat pencahar, puasa dan berolahraga berlebihan) untuk mencegah kenaikan berat badan yang ekstrim. Salah satu yang menjadi perhatian tren ini adalah penyiar memiliki bentuk tubuh yang ramping, bahkan jika dilihat dari porsi makanan yang banyak, jelas tidak masuk akal dan dianggap sebagai "kelebihan". Penting untuk diketahui bahwa orang yang kurus juga memiliki potensi lemak tubuh yang tinggi atau dikenal dengan istilah Skinny Fat. Menurut salah satu studi ditemukan bahwa 1 dari 4 orang bertubuh kurus memiliki persentase lemak yang sama dengan orang gemuk.

Pada akhirnya, tren mukbang ini justru dapat memicu berbagai gangguan kesehatan akibat porsi yang besar dan kecepatan makan terlalu cepat. Namun, jika diseimbangkan dengan olahraga yang cukup dan tidak menjadi kecanduan atau pola makan yang menyimpang, maka kemungkinan terburuk dari mukbang bisa diminimalisir. Lebih jauh lagi, alangkah baiknya jika kita bisa mengatur pola makan dengan baik dan cukup, apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini.

REFERENSI

  1. Goutama, Ivon Lestari. 2016. Pendekatan Klinis Binge Eating Disorder. Cermin Dunia Kedokteran 43 (12), 901-905, 2016.
  2. Kircaburun, K., Yurdagül, C., Kuss, D. and Emirtekin, E., 2020. Problematic Mukbang Watching and Its Relationship to Disordered Eating and Internet Addiction: A Pilot Study Among Emerging Adult Mukbang Watchers. International Journal of Mental Health and Addiction.
  3. Margawati, A., Wijayanti, H.S., Faizah, N.A. and Syaher, M.I., 2020. Hubungan menonton video mukbang autonomous sensory meridian response, keinginan makan dan uang saku dengan asupan makan dan status gizi mahasiswa. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 8(2), pp.102–109.
  4. Rizkita, Monika. 2018. Commodification Practices on Prosumer in Mukbang Phenomenon in Indonesia. [tersedia pada: lontar.ui.ac.id].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun