pameran tunggal seniman Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia. Pameran bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” yang dijadwalkan berlangsung dari 19 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025, dibatalkan hanya dua jam sebelum pembukaan resmi. Kejadian ini memicu perdebatan mengenai batas antara kebebasan berekspresi dalam institusi seni.
Dunia seni rupa Indonesia baru-baru ini diguncang oleh pembatalan mendadakKejadian pembatalan ini bermula dari ketidaksepakatan antara seniman dan kurator terkait beberapa karya yang akan dipamerkan. Suwarno Wisetrotomo, sebagai kurator pameran, meminta Yos Suprapto untuk menurunkan karya yang dianggap tidak sesuai dengan tema yang telah disepakati. Salah satu karya yang memicu kontroversi menggambarkan petani yang mirip dengan Presiden Joko Widodo menyuapi seorang pria berpakaian mewah, yang dianggap sebagai bentuk kritik sosial. Ketika Yos menolak permintaan tersebut, Galeri Nasional Indonesia akhirnya memutuskan untuk membatalkan pameran dengan alasan “kendala teknis yang tidak dapat di hindari.”
Reaksi atas pembatalan ini bervariasi. Sebagian besar kalangan seniman dan penggiat seni mengungkapkan kekecewaannya terhadap pembatalan tersebut. Yos Suprapto sendiri merasa haknya untuk berekspresi terhambat dan mengajukan keluhan melalui Lembaga Bantuan Hukum Jakarta serta Komnas HAM. Di sisi lain, pihak Galeri Nasional memberikan klarifikasi melalui akun Instagram resmi mereka, menjelaskan bahwa penundaan pameran adalah untuk menjaga kualitas dan kesesuaian karya dengan tema yang telah disepakati, dengan tujuan untuk menjaga konsistensi pameran.
Penyebab pembatalan ini menyentuh inti perdebatan antara kebebasan berekspresi seniman dan otoritas institusi seni dalam menilai kelayakan karya. Seniman berhak menyuarakan kritik sosial melalui karya seni, namun institusi seperti Galeri Nasional juga memegang tanggung jawab untuk menjaga integritas dan konsistensi tema pameran. Di sini muncul pertanyaan: sejauh mana kebebasan ekspresi bisa diterima tanpa melanggar norma-norma yang diterapkan oleh lembaga seni?
Dari hal di atas, pembatalan pameran Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia membuka percakapan penting mengenai hubungan antara kebebasan berekspresi seniman dan aturan yang diterapkan oleh institusi seni. Diperlukan dialog yang lebih terbuka antara kedua belah pihak untuk dapat menemukan titik tengah yang menghormati hak ekspresi sekaligus menjaga kualitas dan kesesuaian karya seni yang ditampilkan di ruang publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H