Mohon tunggu...
Nadia Ayu Latifa
Nadia Ayu Latifa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa jurusan Manajemen Keuangan Negara yang belajar dan memulai untuk "menulis dan berpendapat"

Selanjutnya

Tutup

Financial

Tax Amnesty Jilid 3: Peluang, Tantangan, dan Potensi Efek Domino

27 Januari 2025   15:55 Diperbarui: 27 Januari 2025   15:53 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini, topik mengenai tax amnesty menjadi perbincangan hangat di kalangan publik. Pasalnya, pemerintah berencana akan memberlakukan kembali melalui RUU Tax amnesty Jilid 3 di Indonesia. Sebelum RUU Tax Amnesty Jilid 3 hadir, pemerintah Indonesia pernah memberlakukan tax amnesty jilid 1 pada tahun 2016-2017 dan jilid 2 sampai tahun 2022.

Berdasarkan UU No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau tax amnesty bahwa Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Wajib pajak yang selama ini tidak melaporkan aset atau pendapatannya secara lengkap dapat untuk memperbaiki laporan keuangannya dengan cukup membayar tarif tebusan yang lebih rendah dibandingkan sanksi regular untuk memperoleh penghapusan denda administratif dan sanksi pidana pajak.

Selain sanksi administratif dan pidana pajak, pemerintah juga memberikan kemudahan untuk WP yang berpartisipasi dalam program ini, seperti penghapusan pajak-pajak yang terutang, bebas dari PPh Final apabila dilakukan pengalihan harta berupa saham atau tanah, dan dihentikannya pemeriksaan pajak yang sedang dilakukan. Kemudahan tersebut dilakukan oleh pemerintah untuk mengembalikan penerimaan perpajakan yang “hilang” dengan menarik perhatian kepada WP yang menyimpan asetnya di luar negeri agar dapat dialihkan ke dalam negeri karna disinyalir banyak yang menyimpan asetnya di negara yang bebas pajak.

Namun, tax amnesty “jilid 3” yang bertujuan awal untuk mengembalikan penerimaan perpajakan yg “hilang” justru dapat menimbulkan efek domino yang berkepanjangan. Hal tersebut disebabkan karena tax amnesty ini dapat berpotensi merusak integritas sistem perpajakan di Indonesia. WP yang selama ini patuh dan merasa “jujur” menjadi mempertanyakan kejujurannya dan timbul berbagai pertanyaan yg dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan di Indonesia. Selain itu, WP dapat juga memanfaatkan momen atau program ini sebagai opportunity untuk mengulangi kesalahan atau pelanggaran di masa depan, toh dengan harapan akan terjadi “tax amnesty” jilid berikutnya.

Selain itu, tax amnesty dapat mendorong perilaku moral hazard yang mana WP merasa bahwa pelanggaran yang dilakukannya tidak membawa konsekuensi berat karena akan ada “amnesty” jilid berikutnya. Kemudian, pemberlakuan program ini memunculkan kontroversi karena dianggap “kurang” mendukung prisip keadilan pajak. Dalam hal itu, WP merasa bahwa program ini hanya menguntungkan orang kaya yang memiliki aset tersembunyi dengan jumlah yang besar, sementara WP yang memiliki aset kecil kurang dan/ tidak mendapatkan manfaat langsung.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah harus lebih tegas bahwa tax amnesty merupakan “one-off policy” dengan sanksi yang lebih tegas dan pengawasan ketat setelah progam tsb selesai dilaksanakan. Selanjutnya, tak kalah penting pemerintah perlu memberikan insentif tambahan bagi WP yang patuh sebagai “awarding” untuk mengkompensasi rasa ketidakadilan dan mendorong kepatuhan yang berkelanjutan bagi WP.

Dengan demikian, RUU tax amnesty jilid 3 adalah sebuah program yang kompleks diiringi dengan  tujuan yang mulia, namun diperlukan kehati-hatian yang tinggi dalam pengelolaannya  karena membawa konsekuensi besar agar efek “domino” atas kebijakan tersebut dapat diminimalisir. Selain itu, pemerintah juga tetap perlu concern agar prinsip keadilan tetap terpenuhi agar kepercayaan public terhadap sistem perpajakan tetap terjaga sehingga kebijakan ini dapat menjadi sarana efektif untuk memperkuat basis pajak dan pertumbuhan ekonomi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun