Maraknya kasus pencabulan di lingkungan pendidikan dapat menciptakan rasa ketidaknyamanan dan bahkan ketakutan bagi siswa, mirisnya lagi pelaku pencabulan adalah seorang pendidik di lingkungan pendidikan tersebut. Seperti berita beberapa waktu yang lalu, “Jadi Tersangka Pencabulan 12 Siswi, Kepsek-Guru Madrasah Ditahan”. Berita itu terdengar sangat mengenaskan, bagaimana tidak, pasalnya seorang pendidik tega melakukan hal yang melanggar aturan agama dan termasuk perbuatan pidana.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidik berasal dari kata “didik” yang mendapat awalan “pen” yang berarti “orang yang mendidik”. Mendidik pada hakikatnya adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Orang tua melimpahkan pendidikan anaknya kepada lingkungan sekolah. Orang yang menerima amanat orang tua untuk mendidik anak itu disebut guru. Seorang guru memiliki tanggung jawab utama untuk mendidik siswa dengan baik dan memberikan pengarahan yang positif serta memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk kehidupan dan masa depan siswa.
Pendidikan seharusnya merupakan lingkungan yang aman dan mendukung, di mana siswa dapat fokus pada pembelajaran, tetapi dengan adanya kasus pencabulan ini menjadikan siswa takut menjadi korban pelecehan atau pencabulan yang selanjutnya. Dari kasus tersebut membuat siswa merasa tidak nyaman dan tidak aman di sekolah, dan hal ini berdampak negatif pada kesejahteraan mereka, kualitas pendidikan, dan keinginan mereka untuk hadir di sekolah. Pencabulan yang dilakukan oleh pendidik atau tenaga pendidik terhadap siswa ini merupakan perbuatan yang sangat serius dan tidak dapat diterima. Karena, pencabulan tersebut dapat menghancurkan integritas fisik dan mental korban yang mengakibatkan dampak psikologis yang serius, seperti trauma, kecemasan, depresi, dan gangguan emosional lainnya, serta melanggar hak-hak mereka. Pencabulan yang dilakukan oleh seorang pendidik merupakan pelanggaran yang dapat merusak kepercayaan yang diberikan oleh siswa, orang tua, dan masyarakat. Tindakan semacam ini juga melanggar kode etik profesi pendidik dan nilai-nilai kemanusiaan yang mendasari hubungan antara pendidik dan siswa.
Dalam Islam, evaluasi pendidikan melibatkan pemahaman tentang bagaimana tanggung jawab dan peran pendidik dalam membentuk karakter serta bagaimana cara memberikan pendidikan yang baik kepada siswa. Berikut beberapa hadis yang dapat memberikan pemahaman dalam mengevaluasi pendidikan.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan tiap tiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis di atas menekankan tanggung jawab seorang pendidik dalam membimbing dan mendidik siswa dengan baik. Seorang pendidik harus bertanggung jawab atas tindakan dan perilakunya terhadap siswa, termasuk melindungi mereka dari segala bentuk pelecehan dan pencabulan.
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا
Artinya: “Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua.” (HR. at-Tirmidzi no. 1842 dari shahabat Anas bin Malik)
Dalam konteks kasus pencabulan, hadis ini menggarisbawahi pentingnya perlindungan terhadap individu yang lebih muda, termasuk anak-anak atau siswa, dan menghormati martabat mereka. Hadis tersebut mengingatkan kita bahwa tidak ada alasan atau pembenaran dalam melakukan tindakan yang merugikan atau merendahkan anak-anak atau siswa. Prinsip ini menggarisbawahi pentingnya menjaga kehormatan, privasi, dan keselamatan individu, termasuk siswa dalam konteks pendidikan.
إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا