Mohon tunggu...
Nadia PutriAyu
Nadia PutriAyu Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa di Program studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Digitalisasi Budaya Berbelanja di Era Modern dalam Sudut Pandang Antropologi dan Keamanan Digital

17 Juni 2023   06:43 Diperbarui: 18 Juni 2023   20:09 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://pin.it/2KeSOSb 


Digitalisasi adalah proses konversi dari bentuk analog ke bentuk digital menggunakan teknologi digital. Proses ini melibatkan pengolahan data, informasi, dan sistem otomatis untuk meningkatkan efisiensi, aksesibilitas, dan kinerja yang lebih baik dalam aktivitas bisnis atau kehidupan sehari-hari. Digitalisasi juga dapat mencakup transformasi model bisnis, proses produksi, dan integrasi teknologi informasi secara keseluruhan pada organisasi atau masyarakat. Belanja adalah aktivitas pemilihan dan/atau membeli barang atau jasa dari penjual dengan tujuan membeli pada waktu itu. Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan. Hal ini mencakup pemahaman tentang beragam budaya dan tradisi manusia, termasuk tata cara hidup dan nilai-nilai sosial yang berkembang dalam masyarakat.

Digitalisasi budaya berbelanja di era modern merupakan sebuah fenomena yang mempengaruhi cara manusia berbelanja. Dalam sudut pandang antropologi, fenomena ini melibatkan perubahan dalam cara manusia berinteraksi satu sama lain dalam konteks berbelanja. Sedangkan, dalam sudut pandang keamanan digital, fenomena ini memunculkan tantangan baru terkait privasi dan keamanan data.

Pada masa kini, dengan semakin berkembangnya teknologi digital, aktivitas belanja manusia juga mengalami perubahan. Konsumen dapat membeli produk dan layanan melalui internet tanpa harus keluar rumah. Digitalisasi juga memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi karena dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Salah satu contoh digitalisasi budaya berbelanja yang marak di Indonesia adalah belanja online atau e-commerce. Dalam beberapa tahun terakhir, belanja online semakin berkembang pesat di Indonesia dan semakin banyak platform e-commerce yang bermunculan, seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan lain-lain. Digitalisasi belanja ini memungkinkan konsumen untuk membeli barang dan jasa secara online dengan mudah dan cepat, tanpa harus keluar rumah.

Namun, digitalisasi budaya berbelanja juga memiliki dampak sosial dan budaya yang cukup besar. Antropologi melihat perubahan ini sebagai perubahan cara manusia berinteraksi dalam konteks belanja. Interaksi antara penjual dan pembeli yang sebelumnya bersifat fisik, kini dapat dilakukan secara digital. Sementara itu, sudut pandang keamanan digital menyoroti pentingnya perlindungan privasi dan data dalam konteks belanja digital. Pelaku kejahatan cyber dapat memanfaatkan momen ini untuk melakukan pencurian data dan identitas konsumen.

Dalam hal ini, peran teknologi sangat penting dalam meredam risiko keamanan. Tahap revolusi industri 4.0 telah memberikan  kemudahan dalam meningkatkan keamanan data dan privasi konsumen, seperti penggunaan teknologi enkripsi, sertifikat digital, dan alat otentikasi ganda. Namun, pengguna perlu lebih waspada dan berhati-hati saat bertransaksi secara digital dan memastikan keamanan data dan privasi mereka terjaga. Digitalisasi belanja memiliki beberapa dampak positif, di antaranya:

  1. Kemudahan dan efisiensi

Dalam belanja online, konsumen dapat membeli produk dan melakukan transaksi dengan mudah dan cepat, hanya dengan mengakses platform e-commerce. Hal ini memudahkan konsumen dalam melakukan pembelian tanpa harus pergi ke toko fisik.

  1. Waktu dan biaya yang lebih efektif

Dalam belanja online, tidak ada waktu atau biaya yang harus dikeluarkan untuk berkunjung ke toko fisik. Hal ini memungkinkan konsumen untuk berhemat biaya dan waktu dalam melakukan aktivitas berbelanja.

  1. Penawaran produk yang lebih beragam

Dalam belanja online, para penjual bisa menyajikan lebih banyak produk dan menyediakan pilihan yang lebih beragam, seperti produk yang diimpor dari luar negeri.

  1. Penawaran harga yang lebih murah

Beberapa toko online sering memberikan diskon atau harga yang lebih murah daripada harga di toko fisik. Hal ini menawarkan nilai lebih bagi konsumen dalam hal penghematan biaya.

  1. Peningkatan aksesibilitas

Belanja online memungkinkan konsumen berbelanja kapan saja dan di mana saja, asalkan terhubung dengan internet. Hal ini meningkatkan aksesibilitas konsumen terhadap produk dan layanan.

Digitalisasi belanja memiliki banyak dampak positif yang memberikan manfaat bagi konsumen dan pengusaha. Namun, ada pula dampak negatif dari digitalisasi belanja, berikut beberapa bahaya yang perlu diperhatikan : 

  1. Keamanan data dan privasi

Dalam belanja online, pengguna harus memberikan data pribadi dan informasi keuangan mereka untuk melakukan transaksi. Hal ini membuka celah bagi pelaku kejahatan untuk melakukan tindakan kriminal seperti pencurian data dan identitas. Penggunaan metode pembayaran digital juga dapat membuka celah bagi pelaku kejahatan untuk melakukan tindakan penipuan.

  1. Keamanan jaringan

Penggunaan jaringan internet dalam belanja online dapat membuka celah bagi serangan siber seperti serangan malware, virus, dan hacking.

  1. Keamanan produk yang tidak terjamin

Pada beberapa platform e-commerce, pengguna tidak bisa melihat fisik produk yang dibeli sebelum dilakukan pembelian. Hal ini dapat berdampak pada keamanan produk yang tidak terjamin dan mempertaruhkan keselamatan pemakai produk tersebut.

  1. Over Konsumsi

Belanja online dapat memicu kecenderungan over konsumsi. Fitur personalisasi dan penawaran diskon yang menarik bisa menjadi pemicu konsumen untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan.

Penting bagi pengguna untuk selalu memperhatikan dan memastikan keamanan dan privasi dalam melakukan transaksi belanja online. Selain itu, pengguna perlu mengontrol konsumsi mereka agar tidak berlebihan dan membeli barang hanya yang dibutuhkan saja.

Dalam menyikapi digitalisasi belanja dari sudut pandang antropologi, perlu dipertimbangkan aspek budaya dan sosial yang terkait dengan aktivitas berbelanja manusia. Digitalisasi belanja dapat mempengaruhi tradisi dan kebiasaan belanja manusia, dan dapat berdampak pada interaksi sosial serta pola hidup konsumen.

Sudut pandang antropologi dalam digitalisasi belanja harus mempertimbangkan dampak tersebut, serta mengevaluasi bagaimana digitalisasi dapat membantu atau menghambat pertumbuhan dan keberlanjutan kehidupan manusia dalam lingkup sosial dan budaya.

Selain itu, pembangunan teknologi juga harus memperhatikan kondisi sosial dan budaya masyarakat dalam sekitar atau dengan kata lain faktor lokalitas. Hal ini penting agar digitalisasi tidak merusak budaya lokal, dan dapat membantu masyarakat dalam menjaga nilai-nilai serta kearifan lokal mereka.

Dalam digitalisasi belanja, para pemangku kepentingan (stakeholder) harus memperhatikan prinsip-prinsip keadilan, kemanfaatan, dan keselamatan dalam melaksanakan digitalisasi sehingga potensi bahaya di dalamnya bisa diminimalkan dan manfaatnya bisa diperoleh oleh masyarakat luas secara merata, tak terkecuali masyarakat yang saat ini masih mengalami kesenjangan akses terhadap teknologi dan akses terhadap layanan finansial.

Dalam kesimpulannya, digitalisasi budaya berbelanja di era modern membawa perubahan besar dalam cara manusia berbelanja dan berinteraksi dalam konteks belanja. Fenomena ini memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi, tetapi juga memunculkan tantangan baru terkait privasi dan keamanan data.  

Sumber Rujukan :

Ngafifi,M. (2014). KEMAJUAN TEKNOLOGI DAN POLA HIDUP MANUSIA DALAM PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA. Jurnal Pembangunan 

Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi. Volume 2, Nomor 1. P33-47. 

Ariyani,dkk. (2014). DIGITALISASI PASAR TRADISIONAL: Perspektif Teori Perubahan Sosial. Jurnal Analisa Sosiologi, 3(1): 1 – 12 

Ayu,dkk. (2019). Perlindungan Hak Privasi atas Data Diri di Era Ekonomi Digital.  

==================================

Assalamualaikum, hallo apa kabar? Bagaimana bagus ga tulisan pertama aku? semoga kalian suka ya!!! perkenalkan nama aku Nadia Putri Ayu, biasa di panggil Nadia atau ceng!. Aku lahir pada 12 Agustus 2004, dan tinggal di planet Bekasi. Sekarang aku sedang sibuk menjalankan perkuliahan di Program studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta. Aku memiliki minat di bidang pendidikan, pengajaran dan relawan. Entah mengapa ketika ketemu anak anak hariku menjadi lebih bahagia. Jika kalian penasaran dengan aku boleh bangat mampir ke intagram.com/nadiaaptry Terima kasih sudah membaca dan maaf jika ada yang kurang, sampai jumpa lagii ^^

Sumber : Intagram.com/nadiaaptry
Sumber : Intagram.com/nadiaaptry

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun