Undang-Undang Kebebasan Berpendapat merupakan bagian penting dari hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi.Kebebasan berpendapat adalah hak yang memungkinkan setiap individu untuk menyatakan pendapatnya secara lisan maupun tertulis, baik di muka umum maupun melalui media sosial. Â Kebebasan berpendapat di Indonesia di era kontroversi, yaitu antara tahun 2020 hingga 2024, menunjukkan dinamika yang kompleks, dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, politik, dan hukum. Meskipun kebebasan ini dijamin oleh konstitusi, tantangan dalam implementasinya tetap ada, termasuk tindakan represif dari aparat dan pembatasan yang tidak sesuai dengan standar hak asasi manusia.
1. Tindakan Represif dan Pelanggaran
Pada tahun 2020, kebebasan berekspresi mengalami kemunduran signifikan akibat tindakan represif aparat kepolisian, terutama selama protes besar-besaran menolak Omnibus Law. Lembaga Kontras melaporkan penangkapan ribuan orang dan kekerasan terhadap demonstran, yang menunjukkan adanya upaya untuk membungkam kritik terhadap pemerintah. Selain itu, survei oleh Komnas HAMÂ mencatat bahwa 36% responden merasa tidak bebas untuk menyampaikan pendapat di media sosial, dan 29% menganggap mengkritik pemerintah sebagai isu paling sensitif.Â
2. Kekhawatiran Masyarakat
Kekhawatiran masyarakat terhadap kebebasan berpendapat tetap tinggi. Sebanyak 80% responden dalam survei yang sama menyatakan khawatir bahwa pemerintah dapat menyalahgunakan kewenangan untuk membatasi kebebasan ini dalam keadaan darurat. Selain itu, intimidasi terhadap jurnalis dan aktivis juga meningkat, dengan banyak dari mereka menjadi korban ancaman dan serangan digital.
3. Perkembangan Hukum dan Kebijakan
Meskipun ada tantangan, beberapa inisiatif hukum bertujuan untuk melindungi kebebasan berpendapat. Misalnya, Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk bebas berpendapat dan berekspresi. Namun, implementasi dari prinsip-prinsip ini sering kali terhambat oleh undang-undang yang lebih ketat seperti UU ITE, yang sering digunakan untuk menindak ujaran yang dianggap melanggar norma.
4. Indeks Kebebasan Berpendapat
Lembaga SETARA Institute melaporkan penurunan dalam indeks kebebasan berpendapat selama lima tahun terakhir. Angka ini turun dari 1,9 pada tahun 2019 menjadi 1,3 pada tahun 2023. Penurunan ini menunjukkan bahwa meskipun ada ruang bagi ekspresi publik, banyak individu masih merasa terancam dalam menyampaikan pendapat mereka.
5. Peran Media Sosial
Media sosial telah menjadi platform penting bagi masyarakat untuk mengekspresikan pendapat mereka. Namun, keberadaan platform ini juga membawa tantangan tersendiri terkait pengendalian informasi dan penyebaran ujaran kebencian. Masyarakat dituntut untuk bijak dalam menggunakan media sosial agar tetap berada dalam kerangka hukum yang ada.
Periode 2020 hingga 2024 menunjukkan dinamika kebebasan berpendapat di Indonesia yang penuh tantangan. Di satu sisi, kebebasan berpendapat telah dijamin oleh konstitusi, khususnya dalam Pasal 28F UUD 1945. Namun, implementasi di lapangan kerap menemui hambatan yang serius, baik melalui tindakan represif, ancaman hukum yang ketat, hingga kekhawatiran masyarakat terhadap potensi penyalahgunaan kewenangan oleh pemerintah.
Tindakan represif terhadap demonstran, penggunaan undang-undang seperti UU ITE untuk membungkam kritik, serta intimidasi terhadap jurnalis dan aktivis adalah realitas yang memprihatinkan. Penurunan indeks kebebasan berpendapat yang dilaporkan oleh SETARA Institute menunjukkan bahwa banyak individu masih merasa terancam dalam menyampaikan pendapat mereka, bahkan ketika ada ruang ekspresi di media sosial.
Untuk memperbaiki kondisi ini, langkah nyata diperlukan. Pemerintah harus melakukan reformasi hukum yang tidak hanya melindungi kebebasan berpendapat, tetapi juga menjamin bahwa hak ini tidak digunakan untuk menekan individu atau kelompok tertentu. UU ITE, misalnya, perlu direvisi agar tidak menjadi alat pembungkaman kritik. Selain itu, masyarakat perlu diberdayakan untuk lebih memahami hak mereka dan menggunakan media sosial dengan bijak, tanpa rasa takut untuk berekspresi.
Kebebasan berpendapat adalah pilar utama demokrasi. Melindungi kebebasan ini berarti memastikan bahwa masyarakat dapat menyampaikan pandangan, kritik, dan aspirasi tanpa ancaman atau intimidasi. Dengan demikian, Indonesia dapat membangun masyarakat yang lebih inklusif, demokratis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H