Mohon tunggu...
Nadia Nur Anggraini
Nadia Nur Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mahasiswa prodi jurnalistik Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2022. Saya memiliki ketertarikan dalam bidang seni khususnya melukis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kemajuan Teknologi dan Ancaman Clickbait: Tantangan Jurnalisme Digital di Era Informasi Cepat

23 Desember 2024   04:47 Diperbarui: 23 Desember 2024   04:47 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kemajuan teknologi yang pesat terus berjalan seiring dengan perkembangan zaman dan membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satu dampak utamanya, terlihat pada cara masyarakat mengakses dan mengonsumsi informasi. Di tengah arus perkembangan yang begitu masif ini, media dituntut untuk beradaptasi dengan menerapkan model-model bisnis yang inovatif dan relevan. 

Dengan hadirnya teknologi modern, jurnalisme tidak hanya dalam bentuk fisik, seperti koran dan majalah, tetapi sudah berevolusi dan meluas ke berbagai platform digital, termasuk situs web dan media sosial. Perubahan ini membawa banyak manfaat, seperti akses informasi yang lebih cepat dan luas bagi masyarakat.

Meskipun demikian, transformasi ini juga memunculkan tantangan serius, khususnya terkait literasi informasi dan kemampuan analisis publik. Salah satu isu utama yang semakin sering muncul di era digital adalah penyebaran disinformasi atau clickbait. Clickbait merupakan berita dengan judul yang menyesatkan, serita melebih-lebihkan isi konten yang dibuat guna menarik perhatian pembaca dengan dibuatnya judul tersebut.

Masalah clickbait ini tidak hanya mengancam kualitas informasi yang diterima masyarakat, tetapi juga mempengaruhi pengambilan keputusan yang berbasis fakta dalam berbagai aspek kehidupan. Derasnya arus informasi digital ini, menciptakan masalah besar bagi masyarakat dalam membedakan antara fakta dan opini. Kompleksitas ini muncul akibat ekosistem digital yang penuh dengan berbagai jenis informasi, di mana penyebarannya berlangsung dengan sangat cepat. 

Dalam konteks ini, media digital sebagai bentuk media yang konvergen lebih mengutamakan traffic dan menyajikan berita yang lebih ringkas, namun tetap aktual. Di sisi lain, hal ini juga menyebabkan adanya fenomena clickbait dan disinformasi yang dijadikan modus bagi media digital untuk menarik minat pembaca dan sangat berdampak terhadap penurunan kualitas informasi yang dikonsumsi oleh masyarakat.

Salah satu contoh penggunaan judul clickbait dapat ditemukan pada berita dengan judul, "Dianggap Tak Layani Warganya, Wali Kota Ini Dihukum Pancung," yang dipublikasikan di sebuah situs berita online. Judul ini dinilai terlalu berlebihan, karena isi berita sebenarnya tidak membahas eksekusi hukuman pancung secara harfiah. Berita tersebut justru menginformasikan bahwa wali kota tersebut hanya diberi "hukuman" dengan menggunakan alat pancung yang dipasang di kakinya sebagai simbol akibat tidak melayani warganya dengan baik.

Penggunaan kata "pancung" dalam judul tersebut menciptakan kesan seolah-olah hukuman yang diberikan sangat kejam dan serius, sehingga memicu rasa penasaran masyarakat yang melihatnya. Dengan cara ini, pembaca terdorong untuk mengklik berita tersebut, meskipun isi berita tidak sesuai dengan kesan yang dibangun oleh judul. 

Clickbait yang demikian nyatanya dapat menurunkan tingkat kepercayaan pembaca, karena strategi yang bekerja dengan cara mengeksploitasi curiosity gap atau rasa keingintahuan manusia itu tidak menampilkan informasi yang merepresentasikan isi berita pada judul, bahkan kerap melebih-lebihkan berita, sehingga menciptakan kesalahpahaman yang akhirnya tidak memenuhi ekspektasi pembaca. 

Meskipun penggunaan clickbait sering kali dianggap sebagai salah satu bentuk ekspresi kebebasan pers, kenyataannya praktik ini kerap bertentangan dengan nilai-nilai dasar jurnalisme. Dalam upaya menarik perhatian pembaca di tengah persaingan yang ketat, banyak media dan jurnalis mengorbankan prinsip-prinsip etika profesional yang seharusnya menjadi landasan utama dalam menjalankan tugasnya. Sebagai profesi yang diatur oleh kode etik jurnalistik, jurnalisme memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada publik akurat, jujur, dan tidak menyesatkan.

Kode Etik Jurnalistik, yang berlandaskan norma dan nilai yang ada di masyarakat serta diatur oleh Undang-Undang, secara jelas mencakup berbagai aturan untuk menjaga integritas profesi ini. Salah satu poin penting dalam kode etik tersebut, khususnya Pasal 4, melarang wartawan untuk membuat atau menyebarkan berita yang berisi kebohongan, fitnah, atau informasi yang dapat menyesatkan publik. Sayangnya, clickbait sering kali melanggar ketentuan ini. Judul berita yang sengaja dirancang secara sensasional dan provokatif, tetapi tidak sesuai dengan isi berita, merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip akurasi dan kejujuran dalam penyampaian informasi.

Praktik clickbait tidak hanya merugikan pembaca yang merasa kecewa, karena mendapatkan informasi yang tidak sesuai ekspektasi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap media secara keseluruhan. Ketika masyarakat terus-menerus dihadapkan pada konten yang menyesatkan atau berorientasi pada jumlah klik semata, mereka cenderung kehilangan kepercayaan terhadap integritas media sebagai penyampai kebenaran. Akibatnya, dampak jangka panjang berupa degradasi kualitas jurnalisme dan berkurangnya kemampuan masyarakat dalam membedakan informasi yang kredibel dari yang tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun