Buat Apa Aku Tes VCT…?
Tes HIV adalah tes darah yang digunakan untuk mengetahui seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak. Semakin cepat kita mengetahui status HIV kita, semakin banyak hal positif yang bisa kita lakukan dalam hidup ini. Banyak orang yang selama ini tidak menyadari resiko perilakunya terhadap kemungkinan tertular atau pun menularkan HIV, dan tidak segera melakukan tes HIV padahal perilakunya berisiko tinggi.
Dalam kesempatan ini saya berkunjung ke rumah seorang teman, sebut saja “Melati”. Seorang waria manis yang berusia 34 tahun. “Aku sudah lama tidak keluar malam dan sekarang hanya sekali-kali saja, kalau dulu hampir setiap malam aku keluar,” kata Melati. “Aku sudah sering menerima informasi tentang HIV/AIDS dan tes HIV serta tempat-tempat layanan untuk mengaksesnya,” lanjut Melati. Melati sudah sering didatangi oleh rekan-rekan aktivis peduli AIDS dan mendapatkan kondom secara gratis. Melati sangat menolak ajakan rekan-rekan untuk melakukan tes HIV. “Ngapain aku harus melakukan tes HIV, emangnya aku sakit?,” sanggah Melati. “Selama ini aku masih sehat-sehat saja!,” jelas Melati dengan nada yakin. Melati tidak mau melakukan tes HIV karena dia merasa sehat-sehat saja.
Waria cantik yang berusia 26 tahun sering keluar ke tempat hiburan rakyat seperti kuda lumping atau ludruk, sebut saja “Rima”. Wajahnya yang cantik dan manis membuat para kaum adam tidak berkedip-kedip melihatnya. Saya meluangkan waktu untuk bertemu dan mengobrol dengan dia. “Sudah lama juga aku tidak bertemu kamu,” sapa aku. “Iya, aku sekarang lebih sering keluar ke tempat hiburan kuda lumping atau ludruk,” jawab Rima. “Maaf aku tidak mau tes HIV,” kata Rima dengan ketus. Rima beranggapan teman-teman yang datang ke rumahnya selalu mengajak tes HIV/VCT. Rima selalu mengalihkan pembicaraan apabila ada temannya mengajak untuk melakukan VCT. “Saya takut untuk melakukan VCT, apalagi setelah mengetahui hasilnya,” jelas Rima. “Kalau hasilnya negatif tidak masalah tetapi kalau hasilnya positif justru itu yang menjadi masalah bagi aku,” lanjut Rima. “Kalau hasilnya positif, saya pasti dikucilkan oleh masyarakat dan teman-teman dan aku tidak bisa bekerja lagi,” jelas Rima. “lebih baik aku tidak melakukan tes HIV supaya tidak mengetahui hasilnya, itu akan jauh lebih baik bagi aku,” kata Rima. Rima tidak mau mengakses layanan VCT karena takut akan hasilnya dan Rima beranggapan kalau hasilnya positif dia akan mengalami stigma dan diskriminasi.
Hiburan seni rakyat seperti kuda lumping dan ludruk di daerah Kabupaten Malang sangat terkenal. Sambil menikmati hiburan kuda lumping saya meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan salah satu pengunjung, sebut saja “Soni”. Soni sering datang untuk melihat hiburan kuda lumping dan soni akrab dengan rekan-rekan komunitas waria yang ada di hiburan tersebut. “Mas lagi nunggu siapa?,” tegur Aku. “Biasa mbak cari wajah-wajah yang baru, siapa tahu dapat yang baru,” kata Soni. “Bagaimana pengamannya masih sering dipakai?,” tanya aku. “Jarang aku pakai sebab rasanya kurang nyaman,” jawab Soni “Maaf aku tidak mau tes HIV sebab aku kan orangnya bersih,” kata Soni. “Aku orangnya selalu jaga kebersihan tubuh, jadi aku aman-aman saja,” tegas Soni. “Setiap aku cari pasangan untuk berhubungan intim, aku juga selalu mencari yang bersih-bersih jadi tidak akan tertular virus HIV,” jelas Sono dengan nada yakin. Soni merasa dirinya tidak akan tertular virus HIV karena dia selalu menjaga kebersihan tubuhnya.
Banyak hal yang sering kita jumpai di lapangan, betapa sulitnya memberikan pengertian bahkan mengajak orang-orang yang berisiko tinggi tertular maupun menularkan HIV/AIDS untuk mengakses layanan VCT. Terkadang kita sendiri yang dijauhi oleh mereka, mereka beranggapan apa yang dilakukan selama ini sudah dapat mencegah tertularnya HIV/AIDS. Bagiamana sikap kita terhadap masalah-masalah tersebut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H