Nama penulis: Kelompok 9
1. Mayang Bunga Kurni 06151282227050
2. Rini Atika 06151282227053
3. Riska Wulandari 06151282227023
4. Dela Amanda 06151282227013
5. Nadia Afifa 0615128227019
6. Anggi Pratiwi 06151282227017
7. Diana Fitri 06151282227020
PEMBAHASAN
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) telah menjadi salah satu pilar penting dalam menyediakan akses pendidikan bagi masyarakat yang tidak terjangkau oleh sistem pendidikan formal. Program ini mencakup berbagai bentuk, salah satunya adalah pendidikan kesetaraan yang menawarkan kesempatan bagi mereka yang putus sekolah untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan jenjang yang tertinggal, seperti Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA).
Namun, pertanyaan yang muncul adalah: seberapa efektif program ini dalam mengembangkan masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup mereka? Bagaimana dampaknya pada pengembangan sosial-ekonomi dan relevansinya dengan tantangan zaman? Secara umum, PLS memiliki beberapa dampak positif. Program ini telah membantu mereka
yang putus sekolah untuk kembali memperoleh hak pendidikan dan meningkatkan keterampilan mereka. Hal ini berkontribusi pada peningkatan partisipasi tenaga kerja terdidik dan mendorong mobilitas sosial bagi masyarakat yang sebelumnya terpinggirkan.
Namun, evaluasi dari segi efektivitas program menunjukkan bahwa tantangan masih banyak dihadapi. Keterbatasan fasilitas, tenaga pengajar yang kurang memadai, serta rendahnya minat peserta didik menjadi kendala utama. Tidak jarang, program pendidikan kesetaraan dianggap sebagai pilihan terakhir bagi mereka yang tidak punya pilihan lain. Dengan demikian, stigma bahwa pendidikan ini kurang bermutu masih melekat kuat di kalangan masyarakat. Pendidikan luar sekolah, khususnya pendidikan kesetaraan, harus dipandang bukan hanya sebagai program alternatif, tetapi sebagai bagian penting dari strategi pembangunan sumber daya manusia. Dalam era globalisasi dan teknologi yang berkembang pesat, relevansi pendidikan ini harus terus diperbarui. Pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja serta penguatan soft skills seperti kemampuan komunikasi, kolaborasi, dan pemecahan masalah harus lebih ditekankan dalam kurikulum pendidikan kesetaraan.
STUDI KASUS:
Studi kasus Pendidikan Kesetaraan di Garut, Jawa Barat dapat menjadi cerminan bagaimana pendidikan kesetaraan berperan dalam pengembangan masyarakat dan tantangan yang dihadapi dalam implementasinya. Pada tahun 2020, salah satu kasus menarik mengenai pendidikan kesetaraan terjadi di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dalam rangka mengejar ketertinggalan pendidikan akibat angka putus sekolah yang tinggi, pemerintah daerah setempat bekerja sama dengan lembaga non-formal meluncurkan program Paket C dengan harapan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyelesaikan pendidikan setara SMA.
Dalam implementasinya, program ini mendapat apresiasi karena berhasil mengangkat kembali angka partisipasi sekolah. Banyak peserta didik yang putus sekolah karena alasan ekonomi, pernikahan dini, hingga kewajiban bekerja, memilih mengikuti pendidikan Paket C sebagai jalan keluar. Namun, tidak semua berjalan mulus. Pada tahun yang sama, muncul pemberitaan mengenai rendahnya kualitas pembelajaran dalam program ini. Sebagian besar peserta didik mengikuti kelas hanya untuk memperoleh ijazah tanpa benar-benar mengembangkan kemampuan akademik maupun keterampilan yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari. Bahkan ada laporan mengenai pelaksanaan ujian yang tidak transparan dan minimnya pendampingan dari tenaga pengajar. Meski demikian, ada juga cerita sukses. Salah seorang peserta, yang dulunya bekerja sebagai buruh pabrik dan putus sekolah di usia muda, berhasil meraih ijazah Paket C dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Ia kemudian bekerja sebagai tenaga administrasi di perusahaan setempat, yang meningkatkan taraf hidupnya secara signifikan.Â
Kisah ini menjadi bukti bahwa meski banyak tantangan, pendidikan kesetaraan mampu mengubah kehidupan seseorang dan mendorong perkembangan masyarakat jika dilakukan dengan benar dan didukung oleh kebijakan yang tepat. Dari kasus di Garut, dapat kita simpulkan bahwa pendidikan kesetaraan masih menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait dengan kualitas pembelajaran dan dukungan infrastruktur. Namun, dengan peningkatan pengawasan, pelatihan tenaga pengajar yang lebih baik, dan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja modern, program ini bisa menjadi salah satu instrumen kunci dalam pembangunan masyarakat. Pendidikan Luar Sekolah harus didorong untuk terus berinovasi, baik dalam metode pengajaran, pengembangan kurikulum, maupun teknologi pendukung.Â
Pemerintah juga perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat dalam pelaksanaan program untuk memastikan bahwa pendidikan kesetaraan benar-benar memberikan manfaat nyata bagi peserta didik dan masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan Luar Sekolah, khususnya pendidikan kesetaraan, memainkan peran penting dalam membuka kesempatan bagi masyarakat yang kurang beruntung untuk mendapatkan pendidikan dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Namun, agar program ini benar-benar relevan dan berdampak signifikan bagi pengembangan masyarakat, perlu ada perbaikan menyeluruh baik dalam aspek manajemen, pelaksanaan, hingga pengembangan materi yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Pemerintah dan masyarakat harus terus bekerja sama agar program ini menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih baik bagi semua orang, tanpa terkecuali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H