Orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga lainnya. Dari penelitian Diana baumrind pada 1971, ada beberapa pola asuh yang ditunjukan oleh para orang tua (Santrock, 2011) yaitu:
1. Pola Asuh Otokratis: Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang sangat otoriter, di mana orang tua menetapkan aturan ketat tanpa ruang untuk negosiasi, cenderung menjadi anak yang penakut dan kurang percaya diri. Misalnya, seorang anak yang tidak diperbolehkan berbicara di depan umum karena takut mendapat kritik bisa mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial di kemudian hari.
2. Pola Asuh Permisif: Anak yang tumbuh dalam keluarga yang terlalu permisif, di mana batasan dan aturan tidak jelas, sering kali menjadi kurang disiplin. Misalnya, seorang remaja yang tidak diawasi dalam penggunaan gadget bisa menjadi kecanduan teknologi dan mengalami kesulitan dalam mengatur waktu belajar.
3. Pola Asuh Responsif: Anak yang dibesarkan dengan pola asuh yang responsif dan suportif, di mana orang tua mendengarkan dan menghargai perasaan anak, biasanya tumbuh menjadi individu yang empatik dan mampu menjalin hubungan yang sehat. Contohnya, anak yang didorong untuk mengeksplorasi minatnya dan diberi dukungan emosional cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
4. Pola Asuh Neglectful: Anak yang dibesarkan dalam pola asuh yang acuh tak acuh sering kali merasa tidak dicintai dan berpotensi mengalami masalah emosional. Misalnya, seorang anak yang sering ditinggal sendiri dan tidak mendapatkan perhatian dari orang tua mungkin tumbuh menjadi individu yang sulit membentuk hubungan sosial yang baik.
Terdapat salah satu contoh kasus nyata dilansir dari okezone.com Seorang pemuda tega menganiaya ayahnya sendiri yang sedang sakit stroke hingga meninggal dunia. Peristiwa miris itu terjadi di Pekon Padang Rindu, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung.
Kejadian bermula ketika S sedang makan lalu dimintai tolong oleh sang ayah yang sakit stroke untuk diantar ke kamar mandi. Namun tersangka menolak dan terjadilah cekcok. Anak durhaka itu lalu memukul ayahnya berulang kali di bagian kepala hingga tak sadarkan diri.
Dari hasil penangkapan S, polisi menyita barang bukti berupa pakaian dan celana yang dikenakan korban saat kejadian.
Kepada polisi, S mengaku sering terlibat cekcok dengan ayahnya.
Menurut warga sekitar, pelaku diketahui sering menghisap lem untuk mabuk. Akibat perbuatanya, pelaku dijerat dengan Pasal 44 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dengan ancaman 15 tahun penjara.
Dari kasus tersebut dapat kita pahami bahwa orang tua adalah sosok yang mempunyai peran besar terhadap perkembangan anak. Â Sehingga ketika adanya cekcok antara orang tua dan anak maka bisa menyebabkan suatu hal yang tak terduga mulai dari peristiwa kecil seperti membentak orang tua sampai ke peristiwa besar yaitu pembunuhan. Oleh karena itu, ajarkanlah serta didiklah anak kalian sesuai dengan apa yang kalian lakukan.Â
Ketika orang tua mengajarkan sesuatu kepada anak-anaknya, akan tetapi keduanya tidak mengamalkan apa yang telah mereka ajarkan. Bahkan terkadang keduanya melakukan hal yang bertentangan dengan hal itu. Perkara ini akan memancing sang anak untuk melakukan pembangkangan dan kedurhakaan. Oleh sebab itu, sebagai orangtua harus memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H