Secara hakiki sad al-dzar'ah sejatinya merupakan perwujudan dari tujuan syariah, yaitu mewujudkan kemaslahatan dan menolak kemudaratan dan kerusakan. Penggunaan prinsip sad al-dzar'ah adalah bentuk kehati-hatian (ihtiyth) dalam menakar maslahat dan mafsadat suatu perbuatan.
Penerapan Sad al-Dzar'ah dalam Transaksi Muamalah ;
Berdasarkan pendapat para ulama khususnya ulama dari golongan Malikiyah
yang membolehkan penggunaan sad al-dzar'ah sebagai dalil hukum, berikut penulis uraikan mengenai penerapan konsep sad al-dzar'ah dalam transaksi muamalah.
a) Jual-BeliHewandenganHewan
Para ulama sepakat bahwa jual-beli hewan dengan hewan yang berbeda kualitas dan kuantitas yang dilakukan secara tunai adalah boleh. Akan tetapi mereka berbeda pendapat dalam hal transaksinya dilakukan secara tidak tunai.
Mazhab Maliki berpendapat bahwa jual-beli yang dilakukan secara tidak tunai antara satu hewan dengan hewan yang lain, yang memiliki kesamaan manfaat dengan kualitas dan kuantitas yang berbeda diantara keduanya adalah haram. Namun bagi mazhab Malikiyah, diperbolehkan apabila kedua hewan itu.tidak memiliki kesamaan manfaat.Â
Mereka beragrumen dengan menggunakan sad al-dzar'ah. Penjelasannya bahwa selama kedua hewan itu memiliki kesamaan manfaat, tidak ada gunanya jual-beli demikian dilakukan secara tidak tunai, dan ia termasuk jual-beli salaf atau salam yang menarik keuntungan tanpa risiko sehingga hukumnya haram.
b) Akad Jual-Beli Salam yang Objeknya Tidak Dapat Diserah-Terimakan Terjadi khilf (perbedaan pendapat) dikalangan ulama mengenai akad jual-beli salam, yang objeknya tidak dapat diserahkan oleh pihak penjual pada saat jatuh tempo. Kelompok ulama Hanafiyah, Syafi'iyah dan Hanabilah mereka berpendapat bahwa pihak pembeli memiliki hak khiyr (opsi) antara menarik kembali uang pembeliannya atau menunggu hingga objek itu dapat disera- terimakan. Agrumentasi mereka bahwa objek dari akad jual-beli salam itu pada dasarnya merupakan utang/piutang; dan utang/piutang dapat ditunaikan menurutkehendak pemberi utang/pemilik piutang (dalam hal ini pihak pembeli).Â
Menurut kalangan mazhab Maliki bahwa jual-beli salam itu menjadi batal demi hukum dan tidak boleh melakukan penundaan penyeraan objek tersebut. Argumentasi mereka adalah dengan menggunakan sad al-dzar'ah. Ini dikarenakan penundaan penyerahan objek jual-beli salam itu dapat menjerumuskan akad ini ke dalam akad jual-beli utang-piutang yang dilarang
secara tegas oleh syara'.
c) Menjual Objek Akad Jual-Beli Salam yang Belum Dikuasai
Terkait persoalan melakukan akad jual-beli salam yang objeknya belum di kuasai, Musthafa Dib al-Bugha menguaraikan mengenai perbedaan pendapat para
ulama sebagai berikut:
: . : ,
"Imam Malik semoga Allah merahmati-Nya berpendapat bahwa mereka melarang akad jual-beli salam yang objeknya belum dikuasai dalam objek tertentu dan diperbolehkan dalam objek tertentu. Argumentasi mereka mengenai larangan ini berdasarkan sad al-dzar'ah.
Bagi kalangan mazhab Hanafiyah, Syafi'iyah dan Hanabilah mereka berpendapat bahwa haram hukumnya menjual objek akad jual-beli salam yang belum dikuasai. Argumentasi mereka berdasarkan hadis berikut:
"Rasulullah Saw melarang jual-beli yang objeknya belum dikuasasi dan melarang pula mengambil profit terhadap objek yang belum dipertanggungkan". (H.R Thabrani).
Â