Mohon tunggu...
Nadia Dwi Rahmawati
Nadia Dwi Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PWK Universitas Jember

Suka segalanya tentang musik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pembiayaan Daerah Melalui Pinjaman Daerah Banyuwangi

16 April 2023   12:34 Diperbarui: 16 April 2023   12:38 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kebijakan pembiayaan daerah adalah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah untuk mengatur pengelolaan keuangan daerah, termasuk sumber pendanaan dan pengeluaran yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara efektif dan efisien, serta dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

Undang-undang yang mengatur pembiayaan daerah adalah undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini mengatur mengenai tata kelola pemerintahan daerah, termasuk di dalamnya mengatur mengenai sumber daya dan pembiayaan daerah. Beberapa pasal dalam UU tersebut yang berkaitan dengan pembiayaan daerah antara lain:

  1. Pasal 232 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang mengatur mengenai penyusunan, penetapan, dan pelaksanaan APBD.
  2. Pasal 233 tentang Sumber Pendapatan Daerah, yang mengatur mengenai sumber pendapatan daerah, seperti pajak, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain.
  3. Pasal 234 tentang Pengeluaran Daerah, yang mengatur mengenai pengeluaran daerah yang dapat dianggarkan dalam APBD, seperti belanja operasional, belanja modal, dan belanja tidak terduga.
  4. Pasal 235 tentang Penyertaan Modal Daerah, yang mengatur mengenai penyertaan modal daerah dalam badan usaha milik daerah atau perusahaan swasta.
  5. Pasal 236 tentang Pembiayaan Daerah, yang mengatur mengenai pembiayaan daerah, termasuk penggunaan utang dan penerbitan obligasi daerah.
  6. Pasal 237 tentang Pengawasan APBD, yang mengatur mengenai pengawasan terhadap pelaksanaan APBD oleh pihak-pihak yang berwenang.

Selain UU Nomor 23 Tahun 2014, masih ada beberapa undang-undang lain yang juga berkaitan dengan pembiayaan daerah, seperti undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Kebijakan pembiayaan daerah yang dapat diterapkan yang pertama ialah kebijakan pengelolaan utang daerah yang bertujuan untuk mengatur penggunaan utang secara bijak dan meminimalkan risiko keuangan daerah. Kedua yaitu kebijakan pengendalian anggaran yang meliputi penyusunan anggaran secara efisien, pengawasan penggunaan anggaran, dan evaluasi hasil pelaksanaan anggaran. Ketiga, kebijakan pengembangan sumber pendapatan daerah melalui peningkatan pajak dan retribusi, serta pengembangan sumber pendapatan lainnya seperti investasi dan kerja sama dengan sektor swasta. Keempat, kebijakan pengelolaan aset daerah yang meliputi pengelolaan properti dan aset lainnya secara efektif dan efisien, termasuk pemanfaatan aset untuk meningkatkan pendapatan daerah. Dan yang terakhir adalah kebijakan pengelolaan risiko keuangan daerah yang bertujuan untuk meminimalkan risiko keuangan daerah dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian keuangan. Seluruh kebijakan pembiayaan daerah ini harus disusun dengan memperhatikan kondisi dan potensi keuangan daerah, serta memperhatikan aspek keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Pembiayaan daerah terdapat dua cara yaitu pinjaman daerah dan obligasi daerah. Keduanya merupakan jenis pembiayaan yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk mendukung pembangunan di wilayah tersebut. Meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu memperoleh dana untuk pembangunan daerah, namun terdapat perbedaan antara pinjaman daerah dan obligasi daerah, antara lain:

  1. Sumber pembiayaan: Pinjaman daerah didapatkan dari pihak kreditur seperti bank atau lembaga keuangan, sementara obligasi daerah didapatkan dari investor yang membeli surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.
  2. Jangka waktu: Jangka waktu pinjaman daerah biasanya lebih pendek, yaitu antara 1-5 tahun, sementara obligasi daerah memiliki jangka waktu yang lebih panjang, yaitu antara 5-20 tahun.
  3. Tingkat suku bunga: Tingkat suku bunga pada pinjaman daerah ditetapkan oleh pihak kreditur, sementara tingkat suku bunga pada obligasi daerah ditentukan oleh kondisi pasar keuangan.
  4. Besar nominal: Pinjaman daerah umumnya memiliki nominal yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi daerah, yang memungkinkan untuk pinjaman daerah bisa dialokasikan pada proyek-proyek yang lebih kecil.
  5. Penerbitan: Pinjaman daerah biasanya tidak memerlukan penerbitan surat utang atau izin dari otoritas pasar modal, sedangkan obligasi daerah harus diterbitkan dengan proses yang lebih kompleks.

Kedua jenis pembiayaan ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan harus dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah daerah sebelum memutuskan jenis pembiayaan yang akan digunakan.

Obligasi daerah merupakan instrumen keuangan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk memperoleh dana dalam rangka pembiayaan pembangunan daerah. Obligasi daerah ini merupakan surat utang yang memiliki jangka waktu tertentu dan tingkat bunga yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini, pemerintah daerah sebagai penerbit obligasi akan membayar bunga kepada investor pada waktu-waktu tertentu dan pada akhir jangka waktu, pemerintah daerah akan membayar kembali pokok obligasi yang telah diterbitkan. Obligasi daerah dapat diterbitkan dalam denominasi yang bervariasi dan biasanya dapat dibeli oleh berbagai jenis investor, baik individu maupun institusi keuangan. Dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi daerah dapat digunakan untuk mendanai berbagai proyek pembangunan daerah, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.

Obligasi daerah memiliki beberapa keunggulan antara lain tingkat bunga yang tetap sehingga memberikan kepastian bagi investor, dapat dibeli dengan denominasi yang relatif kecil dan dapat diperdagangkan di pasar modal. Namun, terdapat juga beberapa risiko yang harus dipertimbangkan, seperti risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko suku bunga. Penerbitan obligasi daerah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 28/POJK.05/2016 tentang Obligasi Daerah.

Banyuwangi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang memiliki beragam potensi untuk dikembangkan, seperti pariwisata, pertanian, perikanan, dan perdagangan. Untuk mengembangkan potensi tersebut, pemerintah daerah Banyuwangi perlu menerapkan kebijakan pembiayaan daerah yang efektif dan efisien.

Beberapa kebijakan pembiayaan daerah Banyuwangi yang dapat diterapkan antara lain:

  1. Meningkatkan penerimaan daerah melalui peningkatan pajak dan retribusi, serta pengembangan sumber pendapatan lainnya seperti investasi dan kerja sama dengan sektor swasta.
  2. Mengelola anggaran daerah secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan alokasi anggaran pada sektor-sektor yang menjadi prioritas pembangunan, seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup.
  3. Menerapkan kebijakan pengelolaan utang daerah yang bijaksana dan bertanggung jawab untuk meminimalkan risiko keuangan daerah.
  4. Mengoptimalkan pengelolaan aset daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah, seperti dengan memanfaatkan tanah milik pemerintah untuk kegiatan usaha.
  5. Melakukan pengendalian pengeluaran daerah dengan melakukan evaluasi terhadap anggaran yang telah dianggarkan, sehingga dapat memastikan penggunaan anggaran yang efisien dan efektif.
  6. Mengembangkan sistem informasi keuangan daerah yang terintegrasi untuk memudahkan pengelolaan keuangan daerah secara transparan dan bertanggungjawab.

Semua kebijakan pembiayaan daerah Banyuwangi tersebut harus disusun dengan memperhatikan kondisi dan potensi keuangan daerah, serta memperhatikan aspek keadilan dan kesejahteraan masyarakat Banyuwangi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun